Kapan ya, kota kita ini tertib dan tertata rapi.
Gengs, kalau kalian terobsesi melihat Kabupaten Sukabumi yang indah dan tertib? Sebaiknya tunda dulu deh mimpi nan indah itu. Sepertinya, Sukabumi yang indah dan tertib, masih jauh panggang dari api ya, Gaess!
Namun, tanpa kita sadari nih, Gengs, setidaknya hingga saat ini, hampir semua lapisan masyarakat berkontribusi nyata dalam menjadikan jalur utara Sukabumi-Bogor nampak kumuh.
Kalau kita jalan-jalan nih, Gengs, kita sangat karib dengan pemandangan yang tidak nyaman dinikmati mata. Mulai dari praktek norak para tukang politik yang memasang alat peraga kampanye di pohon-pohon, hingga warga yang membuang sampah secara sembarangan.
Atau, paling tidak, menganggap wajar perilaku tidak tertib. Ini juga termasuk kontribusi, walaupun secara tidak langsung, Gaess. Kondisi saat ini membuat kita seperti dipaksa untuk ‘maklum’ ya, Gaess. Sedih!
Di bawah adalah lima perilaku warga yang dinilai penulis merupakan kontribusi nyata dalam menjadikan Sukabumi nampak kumuh. Tentu saja banyak faktor lainnya, tapi karena dibatasi lima saja, maka penulis hanya memilih sebagai berikut.
[1] Kampanye di pohon

Bapak ibu tukang politik, calon anggota dewan yang terhormat dan calon presiden, gubernur, dan bupati harus memelihara popularitas dan elektabilitas (keterpilihan) mereka di kalangan konstituennya, Gaess. Jika tidak, para pemilih tidak akan lagi memilih mereka.
Selain di jalanan, pohon-pohon di pinggiran jalan pun menjadi sasaran empuk mereka. So, Sikap ‘maklum’ kita sangat diperlukan. Mengingat kesibukan mereka, sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk menemui para pemilihnya.
[2] Bangunan kosong

Kalau kalian jalan di jalur utama Bogor-Sukabumi, pasti kerap nemuin bangunan kosong kan? Ya, ada banyak bangunan kosong, baik semi permanen ataupun permanen yang dibiarkan kosong pemiliknya.
Entahlah, apakah semua bangunan ini memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) atau tidak. Yang jelas jari jemari kita tidak akan cukup untuk menghitungnya.
Harap ‘maklum’ ya, Gaess, banyak dari mereka juga bermodal cekak, sehingga banyak usahanya yang gulung tikar.
[3] Tidak tertib lalu lintas

Berhenti, menerobos kemacetan, dan berputar seenaknya adalah pemandangan yang biasa dipertontonkan para pengendara angkutan umum.
Ironisnya, Gengs, banyak juga nih kendaraan pribadi yang menyerobot jalanan yang lagi macet. Bahkan saking seringnya terjadi, kita sudah menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah, wajar, dan boleh!
Editor’s Picks:
Ini 5 fakta mobil Menteri Sosial saat ke Sukabumi, nomor 5 bikin heran
Orang tua di Sukabumi wajib tahu, ini dia 5 karakter Gen Z atau iGeneration
Gaess, Kabupaten Sukabumi punya nama desa unik, nomor 5 mirip majelis taklim
[4] Jualan di trotoar
Pedagang kaki lima (PKL), memang di negara manapu ada, bedanya nih, Gaess, kalau di luar negeri, pemerintahnya tegas. Sehingga PKL di luar negeri relatif tertib dan tidak berjualan sampai menghalangi pengguna jalan lewat.
Sulitnya mencari pekerjaan yang layak untuk kaum lelaki Sukabumi, dinyalir membuat mereka memilih salah satu cara paling mudah dalam mencari nafkah, dengan menjadi PKL.
Mereka menjual kebutuhan sehari-hari, hingga barang bekas. Tak penting tempatnya di trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki, toh tidak ada yang melarang secara tegas.
[5] Sampah dan rumput liar

Kalau untuk urusan membuang sampah sembarangan, sepertinya hampir semua warga Sukabumi melakukannya secara ‘berjamaah’ setiap hari, sadar ataupun tidak.
Selain itu, rumput liar di sepanjang jalan turut memberikan kontribusi dalam menjadikan Sukabumi yang kotor dan kumuh.
Sedih ya, Gaess. Lantas kapan dong Sukabumi terlihat tertib dan rapi?