Hakim pun akan mengeluarkan putusan ontslag van alle rechtsvervolging.
Gaess, beberapa hari lalu sempat heboh kasus pelaku begal di Bekasi, Jawa Barat, yang tewas oleh korbannya sendiri. Polisi telah menetapkan dua tersangka terhadap korban, Ahmad Rafiki dan Mohamad Irfan, yang menewaskan pelaku begal Aric Saipulloh, di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (23/5) yang lalu.
Namun, setelah meminta masukan tim ahli, polisi membebaskan korban sekaligus palaku. Bahkan polisi memberi keduanya piagam penghargaan, Kamis (31/5/2018). Cukup adil ya, Gaess.
Kuswara, SH MH. dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Putra membenarkan keputusan pihak kepolisian tersebut. Menurut dia, setidaknya ada lima alasan kenapa pelaku harus dibebaskan. Silakan simak penjelasan dari advokat yang juga berkantor di Kawasan SCBD Sudirman Jakarta itu, Gaess.
1. Menghilangkan nyawa orang lain adalah tindak pidana
“Sikap kepolisian menjatuhan status tersangka atas perbuatan menghilangkan nyawa orang sudah sesuai Pasal 351 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang hilangnya nyawa seseorang. Pasal 351 ayat 3 menyatakan, Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, itu sudah benar,” jelas Kuswara kepada sukabumiXYZ.com, Kamis (31/5/2018).
BACA JUGA: 5 catatan BASB untuk mega proyek PLPR Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi
2. Bela paksa tak dapat dipidana
Namun, terkait perbuatan yang dilakukan oleh Rafiki dan Irfan termasuk kategori perbuatan melindungi diri sendiri atau bela paksa sehingga tidak bisa dipidana. “Kan kalau keduanya tidak melakukan itu, dia sendiri yang akan dilukai ata dibunuh. Jadi itu bela paksa dan itu dibenarkan dalam KUHP Pasal 49 Ayat 1,” kata Kuswara.
3. Bunyi Pasal 49 KUHP:
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
4. Pembelaan darurat
Pasal 49 KUHP tersebut mengatur mengenai perbuatan “pembelaan darurat” atau “pembelaan terpaksa” aau noodweer untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat.
“Jadi, orang yang melakukan pembelaan darurat, tidak dapat dihukum. Pasal ini mengatur alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar. Dengan demikian, perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan hukum,” jelas pria yang juga Dosen Ilmu Hukum Universitas Nusa Putra itu.
BACA JUGA: Halo, Gen Y Sukabumi, ini 5 alasan sebentar lagi ojek online legal
5. Syarat-syarat pembelaan darurat
“Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar lengkap Pasal Demi Pasal, yaitu pertama, Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela). Pertahanan, itu bisa dikatakan tidak ada jalan lain. Harus ada keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya,” urai Kuswara.
Penjelasan kedua, Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain. Dan ketiga, Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.
“Jadi dapat disimpulkan bahwa KUHP mengatur tentang perbuatan yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan diri atau barangnya dari serangan yang melawan hak. Pembelaan darurat dalam rangka mempertahankan diri tidak dapat dikatakan main hakim sendiri. Hakim pun akan mengeluarkan putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum atau ontslag van alle rechtsvervolging,” tandasnya.