Sejak 1908 hingga 1920-an pemandian air panas tersebut gencar diiklankan di media masa.
Halo Gen XYZ Sukabumi, sudah tahu di mana saja tempat pemandian air panas di Sukabumi? Pasti yang kalian kenal adalah di Cipanas Cikundul dan Cipanas Cisolok Pelabuhanratu.
Setiap tempat yang ada mata air panas di Sukabumi memang rata-rata disebut Cipanas, seperti juga mata air panas di dekat terminal Jalur, yang saat ini disebut daerah Lio Santa, dulunya sempat disebut sebagai Kampung Cipanas juga lho, Gaess.
Air panas ini biasanya dipakai oleh masyarakat untuk mandi, semacam sauna alami gratis, selain karna khasiatnya yang bisa menyebuhkan penyakit.
Nah, kali ini Relawan Pelestari Cagar Budaya (RPCB) Kipahare, mengajak kalian melihat tempat pemandian air panas di Kelurahan/Kecamatan Cibadak yang sudah terkenal semenjak masa kolonial Belanda.
Kuy kita ikutin bagaimana hasil telusurannya ya, Gaess.
1. Lokasinya dipinggir sungai Cipanas
Lokasi pemandian air panas ini di Kampung Cipanas RT 02/23 Kelurahan/Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Kita harus memasuki jalan kecil di samping gedung SMA Negeri I Cibadak, kemudian menuruni anak tangga yang berkelok menuju Sungai Cipanas. Hati-hati ya, Gengs, karena jalan menurun terbilang terjal.
Tersedia tempat penitipan kendaraan bermotor di lokasi ini, dan terdapat tempat duduk bagi yang antri untuk mendapat giliran mandi. Lokasi pemandian ini sebagian besar memang sudah rusak, walaupun kolamnya masih digunakan warga untuk mandi warga secara gratis. Sedangkan kolam besar berpagar nampak dipergunakan sebagai kolam ikan atau tujuan lain.
Sebenarnya kurang layak jika harus disebut destinasi wisata, Gengs, karena memerlukan penataan di semua area kolam pemandian. Terlebih, di sekitar lokasi nampak batu-batu berukuran besar serta sisa-sisa bangunan pemandian air panas yang sudah menjadi puing.
2. Konon air panas ini muncul akibat gempa besar yang membuka kulit bumi
Menurut cerita turun temurun warga kampung, asal muasal munculnya air panas tersebut adalah akibat sebuah gempa sangat besar, sehingga menyebabkan kulit bumi terbuka, kemudian muncullah air panas yang kemungkinan dari perut Gunung Gede.
Wajar ya, Gengs, karena gempa bumi memang cukup sering terjadi di wilayah Sukabumi. Misalnya yang tecatat pada 23 Januari 1900 pernah terjadi gempa besar yang merusak banyak bangunan, bahkan setahun sebelumnya melongsorkan wilayah Ongkrak, Kecamatan Cibadak, sehingga jalan kereta api terganggu.
November 1885 juga sempat terjadi gempa besar yang meluluhlantakkan banyak rumah warga. Tapi besar kemungkinan juga bahwa gempa yang terjadi akibat meletusnya Gunung Gede, karena gunung ini tercatat pernah beberapa kali meletus.
Tahun 1747, gunung di sisi utara Kabupaten Sukabumi ini pernah meletus. Kemudian 1761 dan 1780 juga meletus dan menyemburkan lumpur api setinggi 50 meter disertai bebatuan berdiameter 1 meter yang menghantam perukiman warga sehingga harus diungsikan.
Kemudian pada 1840 letusan Gunug Gede menyebabkan abu vulkanik yang secara massif yang menghalangi pancaran sinar matahari, serta pohon-pohon rusak terbakar. Sementara pada 1886 juga terjadi letusan abu vulkanik yang menyebabkan kerusakan vegetasi sekitar kaki Gunung Gede.
BACA JUGA:
Membuka lembaran sejarah kejayaan Cibadak dari Puncak Panenjoan (part 1)
Menyikapi bijak sumpah berusia ribuan tahun Sri Jayabhupati di Cibadak Sukabumi
Prasasti Jayabhupati bukti peradaban tinggi Sukabumi dan 5 fakta raja Sunda
3. Dikomersilkan di masa kolonial sebagai penyembuh rematik
Pemandian air panas di Cipanas ini sudah tercatat sejak 1855, saat AG Voderman mengunjunginya ketika melintas menuju Pelabuhanratu. Kemudian tahun 1899 hingga awal 1900, tercatat beberapa kali disinggahi pasukan dari Batavia yang melakukan perjalanan ke Wijnkoopsbaai (Pelabuhanratu). Selain itu, juga dicatat oleh AJ Vrossink yang melakukan pencarian lahan kapur untuk disewa pada 1900.
Sejak 1908 hingga 1920-an pemandian air panas tersebut gencar diiklankan di media masa sebagai pemandian yang bisa menyembuhkan rematik dengan segala fasilitasnya. Pemiliknya ketika itu, bernama Tuan Moreel dari Batavia yang juga membangun penginapan di sekitar kawasan pemandian. Untuk mengelola lokasi wisata tersebut, Moreel menempatkan seorang administrator bernama Tn. Te Mechelen.
Pada 25 April 1930 dibangun Hotel Trianon, tepat di pinggir jalan besar di atas lokasi pemandian. Lokasi hotel tersebut kini menjadi Maras Polisi Sektor dan SMA Negeri I Cibadak. Hotel ini kemudian bekerjasama dengan pemandian air panas sebagai fasilitas tambahan sekaligus daya tarik pengunjung.
Tarif pemandian air panas pada waktu itu adalah 50 sen untuk orang Eropa, dan kolam pemandian dinginnya bertarif 20 sen. Sedangan untuk orang Tionghoa dan pribumi, tarifnya lebih murah, yaitu 10 sen saja, walapun lokasinya di luar kamar, di bawah pancuran.
Untuk biaya akomodasi F2,50 per orang per hari, dan tarif satu kamar untuk dua orang F4. Selai itu, tamu tidak perlu membayar ekstra untuk mandi. Diskon besar bagi pengunjung yang masa tinggalnya selama satu bulan.
4. Gambaran fasilitas pemandian saat itu
Suat kabar Bataviaasch Nieuwsblaad, edisi 14 Mei 1908, sempat memberitakan keberadaan air panas ini dengan sangat detail. Tempat yang disebut sebagai tempat pemulihan diri tersebut, lokasinya tidak terlalu jauh dari halte Cibadak yang dilalui semua kereta termasuk kereta ekspress.
Pemandiannya bisa dicapai dalam waktu satu hingga lima menit dari halte Cibadak dengan menggunakan gerobak, sado, atau balon kahar (baros/barouche yang ditarik 4 ekor kuda).
Dari jalan besar arah Pelabuhanratu, kemudian memasuki jalan kecil berbatu yang tak bisa dilalui kendaraan, kemudian sekitar dua puluh langkah menggunakan tangga menuruni lereng, dan tibalah di tempat pemandian dengan penyambutan ramah dari pengelola.
Diebutkan, air pemandian memiliki suhu sekira 90 hingga 94° Fahrenheit, disambungkan melalui ruangan galeri yang bersih berlantai keramik warna merah mengkilap. Dinding bangunan diplester dengan material anti gempa. Sedangkan di belakang galeri depan terdapat empat kamar berkuran tidak terlalu besar yang dlengkapi ruang makan dan lemari.
Di sebelah barat, terdapat pemandangan indah ke jurang Tjilegoöng pada serangkaian kebun teh seperti dilukis di sisi bukit. Setiap kamar dan bak mandi segera dibersihkan dan digosok sesudah digunakan untuk mencegah tumbuhnya lumut.
Sebuah foto yang dibuat sekira tahun 1930, nampak ada kolam besar tepat di pinggir sungai yang biasa dipergunakan untuk mandi. Tidak ada fasilitas makan di sini, kecuali yang tinggal di hotel. Pengunjung biasanya membawa makanan sendiri atau membelinya di sekira area pemandian.
Sauna alam ini cocok untuk liburan keluarga serta memulihkan kesehatan karna dipercaya dapat menyembuhkan pelbagai penyakit.
5. Kendala dalam mengangkat kembali wisata pemandian air panas
Pemandian air panas yang pernah begitu masyhur di masa kolonial itu, sekarang sudah bisa disebut tiada lagi. Hanya tersisa puing bangunan serta mata air panas yang terus memancar. Hotel Trianon sudah berubah menjadi kompleks kantor Polsek dan SMA Negeri I Cibadak.
RPCB Kipahare berharap lokasi wisata ini bisa dikembalikan kejayaannya agar menjadi daya tarik wisata yang bersejarah.
Sayangnya nih, Gengs, menurut warga setempat, kendala utama yang dihadapi pemandian air panas ini adalah bencana bah akibat meluapnya air sungai yang seringkali menggenangi dan menutup mata air panas, serta merusak bak-bak yang ada.
Perlu kajian komprehensif, termasuk debit air yang keluar, karena saat ini debit air panas yang keluar hanya dialirkan keempat pancuran, sementara sumber air lain masih teralirkan langsung ke sungai. Faktor keselamatan tentu harus menjadi perhatian utama terutama jalan yang curam dan sungai yang terus menggerus pemandian tersebut.
Fasilitas juga harus dibangun dari nol, mengingat tidak ada sisa-sisa bangunan kolonial yang bisa dipergunakan, selain puing-puing bangunan.
Kedala berikutnya, warga kadung merasa nyaman dengan pemandian yang biasa digunakan secara gratis, dibandingkan misalnya dipihakketigakan kepada swasta. Pernah suatu waktu, perusahaan swasta yang hendak menyewanya untuk dikomersilkan ditolak warga.
Perlu ada win-win solution yang bisa mengangkat potensi wisata bersejarah ini. Lokasi tempat ini terlintasi jalan menuju Geopark Ciletuh-Pelabuhanratu, sehingga layak dipertimbangkan oleh pemerintah kabupaten Sukabumi untuk dijadikan destinasi wisata baru yang ramah lingkungan dan mampu meningkatkan perekonomian waga sekitar.
Yang jelas, tempat pemandian Cipanas pernah masyhur pada masanya. Merawat tanpa memerhatikan bentuk aslinya, sama dengan memusnahkan kisah keemasannya.
Tapi sebelum semua terealisasi, kita masih bisa lho mengunjunginya dan mandi sepuasnya.
Kuy ah brengkot.
Sudah selayaknya,peninggalan bersejarah yang terutama masih bisa bermanfaat harus kita jaga dan lestarikan. Pemerintah dan masyarakat setempat hendaknya bersinergi dalam mencari solusi untuk pembangunan kembali sumber air panas ini,agar bisa mendapatkan win-win solution seperti yang dikatakan kang Irman tadi. Dan inshaa Allah kalau berhasil dampak dan manfaatnya nanti akan kembali kepada masyarakat sekitar.
benar. setuju