Brenton Tarrant, awalnya hanyalah seorang bocah kampung biasa.
Peristiwa penyerangan teroris di masjid kota Christchurch, Selandia Baru, menyisakan duka yang mendalam bagi masyarakat dunia. Insiden penembakan massal yang terjadi pada Jumat (15/3/2019) kemarin, menggemparkan publik, termasuk rakyat Indonesia.
Bagaimana tidak, penembakan keji itu terjadi di saat para korban tengah melaksanakan ibadah salat jumat. Terlebih lagi, serangan teroris ini terjadi di dua masjid sekaligus, yakni Masjid Al Noor dan Masjid Linwood. Sejumlah IED (alat peledak improvisasi) bahkan terpasang pada mobil yang dihentikan polisi.
Tak sampai disitu, kejadian mengerikan ini disebarkan di media sosial Facebook secara livestreaming oleh sang pelaku, Brenton Tarrant. Peristiwa penembakan ini membuat 50 orang meninggal dunia. dan 12 orang korban dirawat karena berada dalam kondisi kritis.
Siapakah Brenton Tarrant dan seberapa berbahayanya orang ini? Simak lima faktanya, Gengs.
[1] Masa kecil
Dikutip dari Daily Mail, pelaku penembakan Brenton Tarrant (28), awalnya hanyalah seorang bocah kampung biasa. Ia tumbuh di sebuah desa kecil bernama Grafton, yang berlokasi di negara bagian New South Wales, Australia.
Seseorang teman sekolah Tarrant, Daniel Tuite, mengaku tak menyangka jika teman sekolahnya itu tega membunuh puluhan orang tak berdosa. Ia pun heran akan tindakan Tarrant yang seperti memusuhi umat Muslim di Selandia Baru. Padahal menurut Daniel, temannya itu tidak pernah sekalipun bertemu dengan orang muslim di desanya.
Sebagai teman, Daniel tahu seluk beluk perilaku Tarrant saat masih duduk di bangku sekolah. Daniel berkata jika pelaku penembakan memang suka menyendiri sejak dari kecil. Tarrant dikenal sebagai pribadi yang lebih memilih memendam masalahnya sendiri, dan tak menceritakannya ke orang lain. Termasuk saat ia di-bully oleh anak-anak seumurannya karena bentuk fisiknya, tepatnya pada tahun 2005.
Berdasarkan pengakuan Daniel, Tarrant dulu merupakan bocah gendut yang menjadi anggota tim rugby desanya. Bukannya jadi pemain tetap, Brenton kecil malah menjadi bahan bully-an teman-temannya karena memiliki tubuh yang gendut. “(Desa) Grafton bisa menjadi tempat yang kejam. Jika kamu memiliki tubuh gendut, orang-orang akan menilaimu sebagai orang yang tak berguna, dan kamu akan jadi sasaran bully,” ungkap Daniel, dikutip Daily Mail.
Walau menjadi bulan-bulanan orang karena bertubuh gendut, Brenton tetap tak mau bercerita kepada orang lain. “Mungkin karena itu dia (Brenton) lebih memilih menyendiri,” tambah Daniel Tuite.
Tak ada yang tahu, bocah gendut yang dulu menjadi bahan bully-an, malah menjadi teroris keji yang tega membunuh 50 orang tak berdosa. Tak cuma temannya saja yang terkejut akan kejahatan yang dibuat Brenton, namun juga pihak keluarga. Donna Cox, sepupu pelaku, yang masih memiliki hubungan darah, bahkan ikut mengutuk perbuatan keji Brenton, dan meminta pihak berwajib untuk menghukum mati Brenton Tarrant.
Donna Cox sampai menganggap Tarrant sebagai orang yang mentalnya sudah sangat sakit. “Aku tahu yang pantas untuknya. Dia pantas mendapatkan hukuman mati untuk apa yang telah ia lakukan. Rasanya sakit saat mengingat bahwa dia (pelaku) merupakan keluargaku,” ucap Donna Cox.
Sementara Marie Fitzgerald (81) nenek Tarrant, angkat bicara atas perbuatan keji cucunya itu, Jumat (15/3/2019). Dikutip dari 9news.co.au, Minggu (17/3/2019), Marie saat itu menunjukkan foto masa kecil Tarrant mengingat sosok Tarrant saat muda. Hal ini pun sekaligus menguak pertanyaan menyangkut bagaimana masa kecil Tarrant.
Marie mengatakan seusai ayahnya meninggal, Tarrant pergi ke Eropa saat konfik agama sedang meningkat. Menurut Marie, bahkan saat Brenton kembali setelah 12 bulan, Brenton menjadi seseorang yang lebih dikenalnya. “Hanya sejak dia bepergian ke luar negeri, kupikir bocah ini telah berubah total menjadi bocah yang kita kenal. Dia hanya dirinya sendiri, kau tahu, kami semua mengobrol dan makan bersama untuk merayakan pertemuan itu dan sekarang semuanya hancur. ” ujar Marie.
Dikatakan Marie, minat Tarrant saat muda lebih pada permainan komputer. “Dia menghabiskan sebagian besar waktunya bermain game di komputer dan tak tertarik untuk memiliki kekasih. Aku pikir dia tidak punya rencana berpacaran, menikah itu terlalu sulit,” ujarnya.
Sedangkan Terry Fitzgerald, paman Tarrant mengatakan keluarganya mengetahui Tarrant menjadi pelaku pembunuhan sadis itu saat melihat TV. “Pertama-tama saya berpikir tidak mungkin. Lalu saya melihat fotonya (muncul di TV), itu salah, itu hal yang tidak bisa diperbaiki,” ujar Terry.
Terry juga mengatakan sangat prihatin dengan keluarga korban. “Kami sangat prihatin dengan keluarga karena orang mati dan terluka. Saya tidak bisa memikirkan hal lain, hanya hancur,” kata Terry Fitzgerald.
[2] Keliling Eropa
Sebelum melakukan aksinya, ia pernah berkunjung ke Inggris, dan diduga terpengaruh ekstremis sayap kanan di negara tersebut. Dalam kurun waktu selama kira-kira dua minggu pada 2017 lalu, seperti dilansir The Telegraph, Senin (18/3/2019), Tarrant diketahui melakukan tur di Eropa selama dua bulan yang diyakini menyebabkan dia menjadi ekstrem.
Seorang pejabat senior di pemerintahan Inggris membenarkan bahwa Tarrant menetap di Inggris selama beberapa minggu. Namun, Tarrant bukan termasuk orang yang masuk dalam ‘daftar pantauan’ keamanan Inggris. Belum diketahui ke mana saja Tarrant selama berada di Inggris. Termasuk apakah dia bersama orang lain atau sendiri selama perjalanannya.
Sky News melaporkan, negara lain yang dikunjungi Tarrant di Eropa adalah Bulgaria. Pemerintah Bulgaria telah melakukan penyelidikan mengenai aktivitas Tarrant selama di negara tersebut, termasuk ketika dia mengunjungi selusinan kota. “Kami sedang melacak lokasi-lokasi yang dia (Tarrant) kunjungi, tempat yang dia gunakan sebagai tempat menginap, (dan) melacak setiap perjalanan yang dia buat melalui semua data yang dapat kami kumpulkan. Salah satu tugas utama kami adalah memastikan apakah dia berhubungan dengan warga Bulgaria dan apakah ada orang lokal yang mengawalnya,” kata Menteri Dalam Negeri Mladen Marinov.
Kepala Jaksa Sotir Tsatsarov mengatakan Tarrant berada di negara itu dari 9 hingga 15 November. Dia mengunjungi sejumlah situs bersejarah, tampak tertarik pada perang antara orang Kristen dan tentara Ottoman. Pemerintah Bulgaria juga mengatakan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan tim kontra-terorisme dari negara lainnya, termasuk Amerika Serikat.
Selain Inggris dan Bulgaria, terungkap juga bahwa Tarrant pernah pergi ke Hungaria sebelum ke Bulgaria pada 2016. Tarrant juga mengunjungi Serbia serta melakukan perjalanan dengan bus melalui Montenegro, Bosnia dan Herzegovina dan Kroasia. “Kartu kredit sedang diperiksa sehingga kami dapat melacak rute pelaku dengan tepat. Investigasi tengah berlangsung,” kata Kepala jaksa Sotir Tsatsarov.
BACA JUGA: 5 fakta si pembela teroris Selandia Baru
[5] Tulisan pada senjata Brenton Tarrant
Sebelumnya beredar foto yang diduga senjata laras panjang milik Brenton Tarrant, pembantai puluhan orang di Masjid Selandia Baru. Dalam foto yang beredar tersebut, senjata ditulis dengan tinta putih yang banyak. Antara lain bertuliskan “Refugees Welcome to Hell” atau pengungsi selamat datang di neraka.
Dikutip dari Herald Sun, diduga tipe senjata itu adalah AR 15, senjata modifikasi dari M16 yang merupakan standar militer atau polisi. Bahkan dalam akun instagramnya, Brenton Tarrant memiliki profil picture amunisi yang ditulis sejumlah nama. Antara lain Alexandre Bissonette, Luca Traini, dan nama-nama lain yang diduga adalah ekstrimis.
Polisi juga telah menahan tiga pria dan seorang wanita, setelah pelaku menembak para jamaah dengan senjata semi-otomatis, ketika mereka sedang berkumpul untuk Salat Jumat. Dikutip dari couriermail.com.au, pria bersenjata itu dikonfirmasi bernama Brenton Tarrant, yang sebelumnya diketahui menulis manifesto setebal 73 halaman yang menyatakan niat jahatnya.
Sebagai terdakwa teror mematikan, dengan mengenakan baju tahanan warna putih dan tali pinggang hitam, Tarrant membuat simbol WP dengan jempol dan jari telunjuk bertemu dan 3 jari lainnya mengarah ke bawah. Sehingga kelima jarinya membentuk huruf seperti P. Sedangkan 3 jari tengah tangan sebelah kanan dikepal membentuk hurup W.
Liga Anti-Pencemaran menjelaskan, simbol WP artinya white power atau supremasi kulit putih. Simbol ini digunakan juga oleh pendukung kanan-jauh dan kelompok pemuja Nazi.
[3] Terorisme ada di semua penganut agama
Pengamat terorisme Al Chaidar mengungkapkan analisisnya bahwa terorisme ada di semua penganut agama. “Terorisme selalu memiliki unsur millenarianisme yang kental dan kuat serta ekstrem,” ujar Al Chaidar.
Menurut Al Chaidar berdasarkan analisisnya Tarrant diduga adalah teroris kristen beraliran Yehova. Hal ini terekam dan dapat dipelajari dari prilaku dan ciri aksi yang dijalankannya maupun manifesto yang ditulisnya. “Ketika saya menganalisis tentang Brenton Tarrant ini, dari manifesto yang Brenton buat sendiri yang berjudul the Great Replacement itu menunjukkan bahasa yang sangat mirip dengan bahasa yang dikemukakan oleh kalangan saksi Yehova,” ujarnya.
Al Chaidar menyebutkan unsur terpenting dalam gerakan terorisme adalah millenarianisme ekstrem seperti termuat dalam penelitiannya pada 2015. Disebutkan saksi Yehova adalah denominasi Kristen restorasi milenarian dengan kepercayaan nontrinitarian yang berbeda dari agama Kristen arus utama.
Kelompok ini melaporkan keanggotaan di seluruh dunia sekitar 8,58 juta pengikut yang terlibat dalam penginjilan dan kehadiran peringatan tahunan lebih dari 20 juta orang. “Saya sudah meneliti tentang milenarianisme ini sudah cukup lama sejak tahun 2000-an dan semua teori-teori yang saya terapkan terhadap semua pelaku-pelaku menunjukkan adanya gejala milenarianisme yang sangat kuat,” tegas Al Chaidar.
Selanjutnya, kata Dosen FISIP Unimal Lhokseumawe ini, ia mencoba menelusuri dari ajaran atau pun sekte, apakah aliran atau mazhab seseorang teroris tersebut termasuk juga ketika ia menganalisis tentang Tarrant. Menurutnya berdasarkan manifesto (pernyataan sikap) yang ditulis Brenton berjudul the Great Replacement menunjukkan bahasa yang sangat mirip dengan bahasa yang dikemukakan oleh kalangan saksi Yehova atau juga dikenal Yehuwa. Dia sebutkan aliran saksi Yehova ini sebetulnya sudah ditolak oleh berbagai negara termasuk juga Rumania dan Rusia.
[4] Yehova di Indonesia
“Sementara di Indonesia aliran ini bebas bergerak dan sangat meresahkan orang-orang Kristen yang ada di Indonesia. Banyak orang Kristen di Indonesia merasa sangat malu dengan gerakan saksi Yehova ini yang menyebarkan agama Kristen dalam misi dan zending mereka di berbagai tempat, di jembatan penyeberangan, dan kampus-kampus. Mereka door to door masuk untuk menyebarkan ajaran tersebut dan itu belum pernah dilarang oleh pemerintah Indonesia, padahal sangat berbahaya,” papar Al Chaidar.
Ia juga menjelaskan milenarianisme atau milenarisme adalah suatu keyakinan oleh suatu kelompok atau gerakan keagamaan, sosial, atau politik tentang suatu transformasi besar dalam masyarakat dan setelah itu segala sesuatu akan berubah ke arah yang positif atau kadang-kadang negatif atau tidak jelas.
Dari berbagai sumber