Sertifikat halal adalah dokumen non-perizinan berupa sertifikat yang menyatakan suatu produk sudah menggunakan bahan baku dan diolah dengan metode produksi sesuai kriteria syariat Islam.
Sejak disahkan UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk haram. Yang dikategorikan ‘produk’ pada UU ini mencakup: barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat (Pasal 1.1). So, sekarang ‘Halal’ sudah menjadi bagian dari proses bisnis.
Karenanya, Oktober 2017, pemerintah meresmikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang mendapat mandat menerbitkan produk sertifikat halal yang diamanahkan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebelum lembaga tersebut efektif, kamu bisa mengajukan permohonan sertifikat halal ke LPPOM MUI.
Dengan berlakunya UU ini, maka bagi pelaku usaha kuliner atau produk pangan, izin edar yang wajib kita miliki akan bertambah, karena selain wajib memiliki Izin Edar dari lembaga BPOM RI atau Dinas Kesehatan setempat (SPP-IRT), kita juga harus memiliki izin edar berupa sertifikat halal ini.
Nah, Gen XYZ Sukabumi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bidang pangan? Pernah kehilangan peluang karena ditolak memasok barang ke toko besar atau ditinggal calon pembeli karena produkmu belum memiliki Sertifikat Halal?
Wah, Jangan sampai kejadian itu terulang lagi ya, Gaess. Yuk, urus Sertifikat Halal untuk usahamu. Simak ya lima langkahnya.
[1] Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH
Perusahaan harus memahami persyaratan sertifikasi halal yang tercantum dalam HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga harus mengikuti pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang diadakan LPPOM MUI, baik berupa pelatihan reguler maupun pelatihan online (e-training).
Perusahaan harus menerapkan SJH sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, antara lain: penetapan kebijakan halal, penetapan Tim Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH, pelaksanaan pelatihan, penyiapan prosedur terkait SJH, pelaksanaan internal audit dan kaji ulang manajemen. Untuk membantu perusahaan dalam menerapkan SJH, LPPOM MUI membuat dokumen pedoman.
[2] Menyiapkan dokumen sertifikasi halal
Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk sertifikasi halal, antara lain: daftar produk, daftar bahan dan dokumen bahan, daftar penyembelih (khusus RPH), matriks produk, Manual SJH, diagram alir proses, daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal dan bukti audit internal.
Penjelasan mengenai dokumen sertifikasi halal dapat dilihat di user manual Cerol yang dapat diunduh disini. CEROL-SS23000 adalah Sistem pelayanan sertifikasi halal LPPOM MUI secara online. Dengan sistem ini perusahaan dapat mengajukan permohonan sertifikasi halal produk secara online tanpa batas waktu dan tempat.
[3] Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data)
Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan secara online di sistem Cerol melalui website www.regs.e-lppommui.org. Perusahaan harus membaca user manual Cerol terlebih dahulu untuk memahami prosedur sertifikasi halal yang dapat diunduh disini. Perusahaan harus melakukan upload data sertifikasi sampai selesai, baru dapat diproses oleh LPPOM MUI.
[4] Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre audit disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil pre audit.
Pembayaran akad sertifikasi dilakukan dengan mengunduh akad di Cerol, membayar biaya akad dan menandatangani akad, untuk kemudian melakukan pembayaran di Cerol dan disetujui oleh Bendahara LPPOM MUI melalui email ke: bendaharalppom@halalmui.org.
Biaya Level A: Kategori industri besar biaya Rp2 juta – Rp3,5 juta. Yang termasuk level A yaitu perusahaan dengan karyawan di atas 20 orang. Biaya Level B: Kategori industri kecil dengan jumlah karyawan 10-20 orang. Biaya sertifikatnya sebesar Rp1,5 juta – Rp2 juta. Biaya Level C: Usaha rumahan dengan jumlah karyawan kurang dari 10 orang. Biayanya cukup Rp1 juta saja. Selain itu, ada biaya tambahan Rp200 ribu jika perusahaan punya outlet. Kalau ada tambahan produk, dikenakan biaya, Level A (Rp150 ribu per produk), Level B (Rp100 ribu), Level C (Rp50 ribu).
Buat para pemilik usaha kecil atau industri rumah tangga yang tidak mampu membayar pembiayaan. Gak perlu kuatir, karena LPPOM MUI memiliki kebijakan subsidi pembiayaan. Jadi, kamu tetap bisa mendapatkan sertifikat halal MUI.
[5] Pelaksanaan audit
Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos pre audit dan akad sudah disetujui. Audit dilaksanakan di semua fasilitas yang berkaitan dengan produk yang disertifikasi.Melakukan monitoring pasca audit.
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pasca audit. Monitoring pasca audit disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil audit, dan jika terdapat ketidaksesuaian agar dilakukan perbaikan.
Nah, Gengs, setelah kamu melewati kelima tahapan di atas, perusahaanmu dapat mengunduh Sertifikat Halal dalam bentuk softcopy di Cerol. Sertifikat halal asli bisa diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta atau dikirim ke alamat kamu. Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua) tahun lho ya.
Setelah memperoleh sertifikat halal, kamu juga wajib memasang label halal dan nomor registrasinya pada produk. Atau bila usahamu cathering atau restoran, wajib memasang label halal dan nomor registrasi pada tempat yang mudah dilihat, misalnya di pintu atau papan reklame/plang usaha.
Semoga kita mampu menyajikan produk yang halalan thayyiban.
Mkm