*The previous chapter: #FixzySukabumi: Bajingan Bertato Ular (Chapter 25): Racun
————————————————————————
Grace, wanita pembunuh bayaran paling ditakuti di New York mencari lelaki bertato ular yang telah membunuh adik dan ibunya. Dunia hitam New York dibuatnya kalang kabut, tak satu pun bajingan di kota berjuluk Big Apple itu lepas dari angkara murka bernama Grace.
————————————————————————
“Kau yakin itu Digoxyn?” Grace memberikan sedikit tekanan pada nada suaranya.
“Tentu saja. Walaupun lemah, tapi itu cukup untuk melumpuhkan ayahmu.” Jeffery memberikan catatan medisnya pada Grace.
“Ini menarik. Punctum… Luka tusuk? Seseorang menusuk ayahku?” Grace mengangkat alisnya lalu mendesah pelan. “Seseorang sedang bermain api rupanya,” gumam Grace.
“Apa kau memiliki tersangka dalam pikiranmu?” tanya Jeffery sambil mencondongkan tubuhnya kepada Grace.
“Entahlah. Ini terlalu berantakan. Seorang profesional tidak akan melakukan hal bodoh ini. Kalaupun ada seseorang yang kupikirkan, tapi terhapus dengan hasil ini. Ck… Apa yang harus aku lakukan sekarang.” Grace menyerahkan catatan itu kembali ke Jeffery.
TRRRTTT! TRRRRT!
Ponsel Grace bergetar. Dengan segera, ia mengambil dan melihat pesan yang muncul.
“Aku melihat lima orang pria datang memakai pakaian hitam. Dan ada dua pasien bersama seorang perawat keluar dari ruang rontgen lalu berjalan di belakang kelima pria itu.”
Grace tersenyum melihat isi pesan itu.
“Jeff, terimakasih sudah menangani Ayahku. Ada seseorang yang harus kutemui di luar. Jangan keluar dulu, ya. Aku masih membutuhkanmu.” Grace melangkah keluar, tangannya menepuk pundak Jeffery yang mengangguk pelan. Wajah Dokter itu terlihat bingung.
Donny Marquez datang dengan empat orang anak buahnya. Mereka berjalan melewati Kevin dan Alice yang berpura-pura berbincang di lorong. Dua orang pria dan seorang perawat yang berjalan di belakang mereka.
Tak lama, Grace muncul dari dalam ruang ICU. Wajahnya terlihat serius, sorot matanya tajam. Donny berhenti berjalan dan menatapnya. Sementara dua pasien dan perawat itu terus berjalan melewati mereka menuju ruang operasi di ujung lorong itu.
“Crown?” ujar Donny. Seulas senyum terlihat di bibirnya. Grace masih menatap Donny tanpa ekspresi.
“Kita bicara di atap. Kau tidak perlu menggunakan sandi itu sekarang.” Grace berjalan dengan cepat menuju lift ke lantai atas. Selintas terlihat Grace menyentuh alis kirinya dengan telunjuknya, Alice dan Kevin tahu bahwa itu adalah tanda agar mereka harus tetap mengawasi di sana. Alice dan Kevin mengangguk pelan.
#CerpenSukabumi: Siapa membunuh David?
Pintu lift perlahan terbuka. Mereka masuk ke dalam tanpa mengucap sepatah kata pun. Donny menatap Grace dengan heran.
“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Grace tiba-tiba. Donny terkekeh.
“Aku hanya heran melihat wanita cantik sepertimu memilih jalan yang keras. Lagipula, kenapa aku tidak melihat satupun keluargamu saat ayahmu berada di rumah sakit ini? Apa mereka tahu? Atau mereka tidak peduli?” Matanya terus menatap Grace tanpa kedip.
“Tentu saja mereka tahu. Mungkin mereka sedang berada di tempat yang jauh sehingga tidak bisa datang dengan cepat.” Wajah Grace tetap datar tanpa ekspresi. Tiba-tiba pintu lift terbuka tanpa ada orang yang masuk. Di lantai dua, empat, hingga lantai enam. Pada saat pintu lift terbuka di lantai tujuh, Grace menekan angka sembilan. Donny memicingkan matanya.
“Sepertinya lift ini rusak. Tapi, kenapa kau menekan lantai sembilan? Bukankah kau bilang kita akan ke atap?” ucap Donny yang membuat Grace berpaling dan mengubah ekspresi wajahnya. Sebuah senyum misterius terlihat dari bibir Grace.
“Boleh aku meminjam salah satu anak buah terbaikmu? Ada hal yang harus aku urus sebentar. Aku akan menghubungimu jika sudah selesai.” Grace memiringkan kepalanya seolah merayu. Dengan sedikit bingung, Donny mengangguk pelan.
“Jadi, kau akan turun di lantai sembilan?” tanya Donny.
“Bukan aku, tapi kau.” Pintu lift terbuka di lantai sembilan, Grace menyuruh Donny keluar. Walaupun Donny tidak mengerti kenapa, tapi dia menurutinya. Grace hanya berdua dengan salah satu anak buah Donny. Grace menyeringai.
“Kau tahu, kita akan bersenang-senang di atas,” ucap Grace. Anak buah Donny memandangnya dengan pandangan aneh. Tapi Grace tidak peduli. Rumah sakit itu memiliki sepuluh lantai dan merupakan rumah sakit terbesar di New York.
Lift itu terbuka, mereka tiba di lantai sepuluh. Mereka lalu menaiki tangga menuju atap, anak buah Donny merasa ada yang tidak beres dan mencurigakan. Ia melihat Grace mengeluarkan sebuah liontin perak dari sakunya. Dan pada saat Grace membuka pintu itu, terlihatlah sekumpulan pria bertato yang menyeringai padanya.
“Hai teman-teman, sudah lama menunggu? Bagaimana jika kita mulai pestanya?” Grace tersenyum lebar.
*to the next part