sukabumixyz.com l Rita Tila dikenal sebagai penyanyi lagu Sunda yang memiliki suara emas. Gak heran kan kalau doi sudah mengoleksi sederet prestasi gemilang. Ia juga dikenal sebagai salah satu sinden terbaik yang dimiliki Tatar Pasundan saat ini.
Fyi, kedekatan Rita dengan seni tidak serta merta, hal itu karena ia lahir dari keluarga seniman. Wajar kalau Wanita Sukabumi yang satu ini sudah mengenal seni Sunda sejak masih belia.
Diketahui, semua berawal dari kebiasaan sang kakek, almarhum Oting, seorang seniman Beluk uang rajin menghibur neneknya dengan mengeluarkan suara tinggi namun ritmik saat mereka beraktivitas di dapur.
Untuk informasi, Beluk merupakan kesenian tarik suara khas Sunda yang awalnya kerap disuarakan petani di ladang.
Baca juga ya Gaess: Mini Biografi Rita Tila, Wanita Sukabumi dari Terminal Nagrak, Dosen UPI hingga Sinden 4 Benua
Namun, siapa sangka jika Rita kecil jauh dari kata serba berkecukupan seperti saat ini. Doi ternyata pernah jadi pedagang gorengan di Terminal Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, lho Gaess. Simak kuy 5 faktanya.
1. Biodata dan Masa Kecil Rita Tila
Rita Tila lahir di Sukabumi, 16 Desember 1984. Ia menikah dengan Reza Fendrizian.
Pendidikan:
- SD Negeri Nagrak 5, Sukabumi (lulus 1996)
- SMP Negeri 1 Warung Kawung, Sukabumi (lulus 1999)
- SMK Negeri 10 Bandung, Bandung (lulus 2002)
- Diploma 3 Jurusan Karawitan STSI Bandung (lulus 2004)
- Strata 1 Jurusan Musik Universitas Pendidikan Indonesia (lulus 2014)
- Strata 2 ISBI Bandung.
Masa kecil Rita Tila dihabiskan dengan penuh keprihatinan. Doi mengaku selalu bangun subuh agar bisa membantu kakek dan neneknya membuat gorengan di dapur rumah, di Kecamatan Nagrak.
“Hidup kami dulu tidak mudah. Namun, banyak pelajaran yang didapatkan,” kata Rita.
Saat beraktivitas rutin membuat gorengan, sejak kecil ia kerap mendengar suara merdu kakeknya. “Biasanya beliau bernyanyi menghibur nenek,” kenangnya.
Namun, diam-diam doi mengaku selalu menyimak suara merdu sang kakek, lalu mulai menirukan tembang yang rutin dibawakan sang kakek. Di luar dugaan, kakeknya memuji kualitas vokal Rita.
Doi pun terus melatih kemampuannya berolah vokal di sela-sela kegiatan menjajakan gorengan di Terminal Nagrak.
2. Dagang Gorengan Sekaligus Uji Mental di Depan Umum
Ternyata, dengan menjual gorengan, doi sekaligus melatih rasa percaya dirinya dengan tampil di hadapan banyak orang, Gaess. Makanya, setelah mendengar suara Rita yang merdu, banyak pelanggan terpesona hingga kemudian meminta Rita menyanyi dan menari.
Melansir sukabumiheadline.com, elain olah vokal, Rita juga belajar menari mengikuti irama lagu Sunda yang banyak diperdengarkan di radio-radio kala itu.

3. Mulai Tampil di Panggung Hiburan dan Rilis Album
Diakui doi nih Gaess, sebenarnya ada sosok lain yang memengaruhi bakatnya dalam berkesenian, yakni ibunya sendiri yang bernama Iis Rohyati. Iis ketika itu dikenal sebagai salah seorang sinden ternama di Tatar Pasundan.
Bahkan, saking terkenalnya, Iis mendapat julukan “Si Jangkrik”. Sebuah label yang dialamatkan kepadanya karena kepiawaiannya menyinden sembari memainkan jurus pencak silat.
Setelah dinilai mampu, Rita akhirnya berkesempatan manggung bareng ibunya. Bahkan, tak jarang ia ikut menyanyi hingga berganti hari.
“Kalau selesai manggung Subuh, ibu biasanya minta air panas ke rumah di dekat tempat pementasan, untuk saya mandi sebelum pergi ke sekolah. Nah, di sekolah ini perjuangannya lebih berat karena ngantuk luar biasa,” kenangnya.
Bekal sejak masa kecil yang kerap mendapat kepercayaan sebagai penyanyi Sunda itulah yang kemudian menjadi titik awal kariernya masuk dunia rekaman. Sebagai penyanyi cilik mewakili Jawa Barat, Rita kemudian merilis album Kawih Degung Murangkalih.
Perlahan nama doi kian dikenal sebagai pesinden dan penari cilik. Jika sebelumnya ia kerap tampil tanpa bayaran sepeserpun, sejak itu Rita mulai menerima bayaran sebesar Rp1.500 untuk sekali manggung.
4. Hijrah ke Bandung
Hingga suatu ketika, tepatnya selepas lulus SMP, pada 1999, datang tawaran menarik dari pamannya. Kala itu, sang paman menawarinya melanjutkan sekolah di SMKN 10 Bandung. Tawaran yang kemudian diterima Rita, hingga lulus pada 2002.
Selanjutnya, pada tahun yang sama, Rita masuk jurusan Musik di Sekolah Tinggi Seni Indonesia atau STSI (kini Institut Seni Budaya Indonesia atau ISBI) Bandung untuk jenjang D3.
Rita kemudian melanjutkan Strata 1 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, hingga lulus pada 2014.
Sejak itu, pengalaman doi kian luas. Selain banyak menjuarai kejuaraan menyanyi tradisi dan pop Sunda, dia bertemu banyak musisi Sunda senior, seperti uis Komariah dan Neneng Dinar, pesinden Nunung Nurmalasari dan Idjah Hadijah, hingga juru kawih Ida Rosida.
Ia pun bergabung bersama kelompok musik Samba Sunda pimpinan Ismet Ruhimat. Ia merasa tertantang karena saat itu banyak kelompok berani memadukan musik tradisi dan modern menjadi satu karya indah.
“Penampilan bukan hanya di dalam negeri melainkan juga ke banyak negara,” kata Wanita Sukabumi yang pernah menyanyikan lagu berbahasa Sunda di Belanda dan Jerman itu.
5. Album Lagu, Prestasi dan Penghargaan
Namun, bukan pengakuan dari luar negeri yang membuat Rita meneguhkan kesetiannya pada seni vokal tradisi, melainkan pertunjukan “Sinden Republik” di Jakarta pada 2016 lalu.
Dalam pertunjukan tersebut, Rita tampil bersama pesinden lainnya, seperti Waljinah dan Soimah. Rita sendiri menjadi satu-satunya pesinden Sunda yang tampil di pertunjukan tersebut.
“Melihat apresiasi banyak orang yang datang, saya yakin seni tradisi masih dinanti dan tidak akan mati,” kata Rita.
Tak cukup sampai di situ, Rita kemudian mendirikan rumah produksi RT Pro dan kelompok musik Kacapi Inovatif. Ia juga terus berkreasi. Salah satu garapannya adalah tembang Sabeulah Panon.

Musik dan aransemen Sabeulah Panon ini penuh warna tradisi dan kekinian. Video klipnya penuh variasi gambar, tata lampu, dan busana elegan. Rita ingin musik Sunda tak dipandang sebelah mata, sesuai judul lagunya, sabeulah panon.
Saat ini, tembang Sabeulah Panon melengkapi ratusan lagu dalam 24 album miliknya dalam genre yang beragam. Mulai dari jaipong, kacapian, kliningan, hingga pop Sunda.
Di luar album, banyak lagu tunggal juga ia telurkan. Bentuknya bervariasi, baik solo maupun duet, dengan musisi dan kelompok musik lainnya.
Hasilnya, berbagai kolaborasi seni Sunda dengan corak modern pun, menurut Rita, menjadikan karya-karya seni yang luar biasa indah.
“Sulit menolak yang minta duet. Banyak yang sengaja digratiskan. Ketimbang memikirkan biaya, saya ingin lebih banyak melihat eksistensi musisi Sunda,” kata Rita yang pernah berduet dengan beberapa musisi di Norwegia.
Diakui pemilik album kacapi inovatif Kalapa Kolot ini, apa yang didapatkannya saat ini, merupakan i hasil kerja keras, perjuangan dan semangat berkarya yang selalu menjadi motivasi bagi dirinya.
Buah perjuangan itu pula yang pada akhirnya mengantarkan Rita Tila bukan hanya menjadi bintang besar yang piawai membawakan berbagai jenis tembang Sunda, seperti pesindenan, Pupuh, Cianjuran serta piawai memainkan berbagai alat musik.
Rita mengungkapkan, salah satu kebanggaan bagi dirinya sebagai sinden, adalah partisipasinya dalam pelbagai event yang memperkenalkan seni Sunda hingga ke mancanegara.
“Terlebih melihat respons positif masyarakat luar negeri yang begitu respek terhadap kesenian Sunda,” kata Dosen Prodi Musik di UPI yang dijuluki “Sinden Gandrung Gumiwang” karena teknik menyanyi yang mendekati sempurna itu.
Totalitas Rita dalam berkesenian hingga menjadi sinden yang telah melanglangbuana hingga ke empat benua, tak menjadikan seorang Rita lupa akan kewajiban terhadap pendidikan.
Sebaliknya, doi mengaku pendidikan menjadi hal penting yang harus dikejarnya sampai kapanpun. Komitmen itulah yang terus dijaganya hingga kini.
Bagi Rita, pendidikan formal menjadi faktor pendukung terhadap perkembangan karier yang digelutinya. Hal itu karena dengan mengambil jalur pendidikan formal, ia merasa senantiasa mampu menyesuaikan dengan bakat seni yang dimilikinya.
Karenanya, meski masa kecilnya harus dijalani dengan kerja keras dari panggung ke panggung, tak pernah terlintas sedikitpun baginya untuk keluar dari bangku sekolah.
Kini, wanita yang sukses dalam berbagai rangkaian festival dunia seperti Tour Eropa bersama Samba Sunda, Asia Tour, Perwakilan Seniman Berprestasi Jawa Barat Goes To Amerika, Holland in Mundial Festival dan serangkaian festival luar negeri lainnya itu, bahkan bertekad ingin mengabdikan dirinya agar. lebih bermanfaat lagi.
Sebagai bentuk komitmen dirinya menjaga dan merawat seni Sunda, ke depan ia berharap dapat mendedikasikan dirinya untuk memberikan pendidikan seni Sunda gratis bagi generasi muda.
“Salah satu momen yang tak pernah dilupakan saat diminta memberikan nama untuk gamelan Sunda di Emory University Atlanta. Namanya Nyi Mas Mandalasari. Harapannya menjadi gamelan yang terus memberikan beragam ilmu bagi semua orang,” katanya.
Tak ingin menjadi kacang lupa kulitnya, Rita meluangkan waktu untuk mengajar di ISBI Bandung untuk mata kuliah vokal tradisi dan vokal Barat.
Bahkan, ia memilih tidak dibayar dengan alasan belum memiliki kemampuan yang mumpuni. Semuanya dijalani sembari menyelesaikan studi pascasarjana di tempat yang sama. Ada sekitar 200 mahasiswa yang menjadi muridnya.
“Saya ingin berbagi ilmu,” katanya.
Bicara soal prestasi, Rita sudah sampai di titik puncak Tanah Air. Dari mulai Juara 1 Perlombaan Pupuh dan Tari Jaipong, Juara 1 Nyanyi Dangdut se-Kabupaten Sukabumi, Juara 1 Kawih se-Jawa Barat, Juara 1 dan Favorit Kawih Sunda se-Jawa Barat.
Ia juga pernah menjadi Juara 1 Pop Singer Tingkat Nasional, Juara 1 Penyanyi Daerah Terbaik Tingkat Nasional di TMII, Juara Pinilih Tembang Sunda se-Jawa Barat, Juara 1 dan Favorit Kepesindenan Piala Titim Fatimah, hingga meraih penghargaan dari Gubernur Jawa barat Sebagai Penyanyi Pop Sunda Berprestasi pada 2005 silam.
Wah, beneran inspiratif banget ya Gengs.