Kerajaan monarki di Kabupaten Sukabumi.
Gaess, kamu tahu gak, di Kabupaten Sukabumi pernah ada kerajaan berbentuk monarki yang ada dalam sejarah kerajaan Tatar Pasundan lho, namanya Kerajaan Jampang Manggung.
Kalian sebagai gen Y Sukabumi wajb tahu nih, biar semakin sayang dan bangga ke tanah kelahiran. Berikut lima catatannya.
1. Berbentuk monarki
Kerajaan Jampang Manggung adalah monarki yang pernah ada dalam sejarah kerajaan Tatar Pasundan di Nusantara yang didirikan oleh Aki Sugiwanca yang tak lain adalah adik kandung Aki Tirem, leluhur raja-raja Sunda yang pertama kali mendirikan kerajaan Sunda di Pulosari Banten abad ke-2 masehi.
2. Banyak versi
Menurut versi Sejarah Cianjur, Kerajaan Jampang Manggung adalah Sanghyang Borosngora sebagai prabunya.
BACA JUGA: Kembali, tiga wisatawan korban pantai selatan Kabupaten Sukabumi, ini 5 infonya
3. Saudara misan Dalem Cikundul
Borosngora dikenal di Tanah Jampang sebagai Prabu Jampang Manggung, Syeikh Dalem Haji Sepuh, Syeikh Haji Mulya, Syeikh Haji Sholeh, dan Syeikh Aulia Mantili. Ia putera kedua Adipati Singacala (Panjalu) bernama Prabu Cakradewa. Cakradewa sendiri adalah putera Sedang Larang yang merupakan putera Ratu Prapa Selawati.
Borosngora adalah putera Prabu Cakradewa dari permaisuri Ratu Sari Permanadewi. Permanadewi adalah putera keenam Adipati Wanaperi Sang Aria Kikis, jadi Sanghyang Borosngora saudara misan Dalem Cikundul.
Borosngora mempunyai empat saudara, pada usia 14 ia diperintah Prabu Cakradewa berziarah ke tanah suci Mekah. Pada bulan Safar 1101 H, Borosngora pun berangkat ke Mekah dengan lama perjalanan enam tahun.
Sepulang dari Mekah, Borosngora mendapat julukan Syeikh Haji Sampulur Sauma Dipa Ulama. Tiba di kampung halamannya Kerajaan Singacala, sang ayah ternyata telah meninggal dunia. Borosngora kemudian berniat menyampaikan ajaran Islam kepada rakyat Pajajaran Girang dan Tengah, karena itu Borosngora mengembara ke nagari Sancang dan tanah Jampang.
Windu pertama, Borosngora melakukan perjalanan ke tanah leluhurnya di Karantenan Gunung Sawal, Nagari Sancang, Parakan Tilu, Kandangwesi, Gunung Wayang, Gunung Kendan, Dayeuhkolot (Sagalaherang), Nagari Wanayasa Razamantri, Bayabang, Paringgalaya (sekarang sudah terbenam Waduk Jatiluhur), dan kembali ke Gunung Wayang.
Windu kedua, ia berangkat ke Jampang Wetan, Gunung Patuha, Gunung Pucung Pugur, Pasir Bentang, Gunung Masigit, Pager Ruyung, Pagelarang, Jampang Tengah, Curug Supit, Cihonje, Teluk Ratu, Gunung Sunda, Cipanegah, Cicatih, kemudian Salaka Domas di Sela Kancana, Cipanengah, Cimandiri.
Windu ketiga, ia pergi ke Jampang Tengah mendirikan padepokan di Hulu Sungai Cikaso, Taman Mayang Sari (kuta jero), Jampang Kulon. Di tempat ini ia dikenal dengan nama Haji Soleh dan Haji Mulya. Setelah itu ia kembali ke Cipanengah, Gunung Rompang, di tempat ini ia dikenal sebagai Syeikh Haji Dalem Sepuh.
BACA JUGA: Band anak MTs andalkan lagu religi, ini 5 info SMATA17 Jampang Kulon Sukabumi
4. Sanghyang Borosngora menikah
Sanghyang Borosngora menikahi gadis yatim, cucu angkat Kanjeng Kiai Cinta Linuwih di Gunung Wayang. Gadis yatim ini adalah turunan langsung Senapati Amuk Murugul Sura Wijaya, Mantri Agung Mareja, wakil Sri Maharaja Pajajaran untuk wilayah Cirebon Girang dan Tengah.
Windu ketiga, ia memiliki dua orang putra yaitu Hariang Sancang Kuning dan Pangeran Hariang Kancana. Sanghyang Borosngora hidup sampai usia lanjut, ia wafat dan dimakamkan di tepi sungai Cileuleuy, Kampung Langkob, Desa Cibunar Jaya, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi.
Putra cikalnya yaitu Hariang Sancang Kuning melakukan napak tilas perjalanan mendiang ayahnya ke Pajajaran Girang dan Tengah, kemudian ke Singacala (Panjalu). Ia wafat dan dimakamkan di Cibungur, selatan Panjalu.
Salah seorang keturunannya yang terkenal adalah Raden Alit atau Haji Prawata Sari yang gigih menentang penjajah Belanda. Ia dikenal sebagai pemberontak yang sangat ditakuti berjuluk “Karaman Jawa”.
Sedangkan adik Sancang Kuning yakni Pangeran Hariang Kancana menjadi Adipati Singacala kemudian hijrah ke Panjalu, setelah wafat ia dimakamkan di Giri Wanakusumah, Situ Panjalu.
BACA JUGA: Coeg, ini 5 fakta gadis Jampang Sukabumi Juara 3 MTQ sedunia di Uni Emirat Arab
5. Tradisi peninggalan
Salah satu tradisi Kerajaan Jampang Manggung yang saat ini kembali dilestarikan adalah memandikan anak yang telah dikhitan. Tradisi seperti ini diperuntukkan keturunan raja Jampang Manggung sejak ratusan tahun lalu.
Prosesi tradisi ini dimulai pagi hari, sejak menjelang matahari terbit dengan mengarak anak-anak yang usai dikhitan menggunakan tandu diiringi kesenian kendang pencak menuju kolam pemandian yang sudah disediakan.
Iring-iringan yang dikawal ratusan pendekar tersebut menempuh jarak sekitar satu kilometer. Sempat terhenti sekitar 1970-an karena tidak ada yang mau meneruskannya, belum lama ini kembali dilestarikan oleh salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Cianjur yakni Ponpes Bina Akhlak. (dari berbagai sumber)
Sukabumi itu Pecahan Cianjur Bos