KH Prawatasari merekrut 3000 petani Jampang untuk melawan Belanda!
Nama lengkapnya adalah KH Raden Alit Prawatasari, dan ia adalah seorang pejuang antikolonial Kompeni VOC (Belanda). Asalnya dari Cianjur dan namanya besar dan menjadi identik dengan daerah pajampangan Sukabumi dan wilayah pajampangan yang masuk Cianjur bagian selatan, seperti Cidaun dan lainnya.
Kalian gen Y Sukabumi mesti ngeh dengan tokoh pejuang lokal yang seolah dilupakan sejarah nasional ini. Ini 5 hal tentang KH Prawatasari.
BACA JUGA: Gen Y Sukabumi mesti tahu nih, legenda 5 Embah di Jampang Surade
1. Asal usul Prawatasari
Perihal asal-usulnya hingga kini masih menjadi perdebatan di kalangan warga pajampangan. Ada yang mengatakan ia adalah keturunan Dalem Cikundul Cianjur dan ada yang mengatakan keturunan Raja Panjalu atau Keturunan Raja Jampang Manggung.
Maka, wajar jika tokoh yang diperkirakan sejaman dengan Bupati Cianjur, Aria Wiratanu II ini digelari Aria Salingsingan yang artinya tokoh yang identitasnya simpangsiur.
Walau demikian ada beberapa sumber, di antaranya penggiat sejarah Prof. Drs. Yoseph Iskandar pernah menarik kesimpulan bahwa sebenarnya KH. Raden Prawatasari adalah putera bungsu Dalem Cikundul. Namun silsilahnya kemudian dihapus dari trah Dalem Cikundul karena pada saat itu dianggap aib akibat memberontak kepada Belanda.
Lalu, dalam Wawacan Jampang Manggung dikisahkan bahwa Dalem Cikundul pernah menikah dengan Dewi Amitri, seorang putri Patih Kerajaan Jampang Manggung yang beribukota di sekitar gunung Cikalongkulon. Kemungkinan Haji Prawatasari ditengarai sebagai putera Dalem Cikundul dari Dewi Amitri.
BACA JUGA: Gaess, ini 5 catatan ihwal Kerajaan Jampang Manggung Kabupaten Sukabumi
2. Kisah perjuangan
Ketokohan Prawatasari dilabeli penjajah Belanda sama dengan Pangeran Diponegoro dan Ki Bagus Rangin yang juga memberontak kepada penjajah Belanda. Para pahlawan ini oleh Penjajah Belanda dan pendukungnya di sebut “Karaman Van Java” yang artinya Pengacau dari Jawa.
Pemberontakan Prawatasari diawali dengan penolakan terhadap setoran paksa belerang (dari Gunung Gede) dan buah kopi serta hasil pertanian lainnya oleh Bupati Cianjur Cakrayuda atas perintah Kompeni. Dia pun memutuskan untuk berperang dengan cara bergerliya menentang Kompeni di daerah Jampang, perbatasan Cianjur-Bogor yang selanjutnya meluas ke seluruh Priangan Timur, Cirebon dan Banyumas antara tahun 1703-1707.
Raden Prawatasari mampu menghimpun kekuatan sampai 3000 orang pasukan untuk melakukan perlawanan terhadap Kompeni. Jumlah tersebut sangat besar mengingat jumlah penduduk waktu itu satu kabupaten hanya sekitar 1000 keluarga.
Kompeni pun memburu Prawatasari di bawah pimpinan seorang sersan Belanda bernama Pieter Scipio. Bersama Scipio juga ada pasukan lokal di bawah pimpinan Letnan Ki Mas Tanu (Wedana Tanuwijaya) sebagai bagian taktik adu domba.
Kisah perburuan Raden Prawatasari oleh Letnan Ki Mas Tanu tersirat dalam sebuah lagu sunda yang masih dinyanyikan sampai sekarang, yaitu lagu Ayang Ayang Gung yang menceritakan bagaimana Ki Mas Tanu bekerja sama dengan Kompeni untuk menangkap seorang penjahat dengan cara menipu supaya bisa naik pangkat menjadi seorang wedana.
BACA JUGA: Ini dia 5 mahasiswi cantik Sukabumi, tatapannya jadi bikin kepingin ngajak ke penghulu
3. Bukti sejarah
Salah satu bukti otentik catatan sejarah tentang perjuangan Prawatasari salah satunya surat perintah Gubernur Jenderal VOC Johan van Hoorn tertanggal 22 Maret 1704. Isinya adalah perintah kepada seluruh Bupati Priangan dengan ancaman pemecatan untuk menangkap Paap Prawatasari (Kyai Prawatasari) yang disebut “Karaman van Java” atau “Penjahat Besar dari Jawa.” Prawatasari supaya ditangkap hidup atau mati dangan hadiah 300 Ringgit.
BACA JUGA: Gengs, nih 5 model rambut pendek cowok buat Gen Y Sukabumi
4. Kematian dan kubur Prawatasari
Pada tahun 1707, Prawatasari dihukum mati di Benteng Kartasura (sekarang Solo). Sang pejuang dikuburkan di daerah Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, di tepi Sungai Cibeet. Masyarakat Dayeuhluhur menyebutnya Kuburan Keramat Turunan Panjalu.
FYI, keberadaan kuburan itu terancam tenggelam oleh pembangunan bendungan Dayeuhluhur pada 2020 nanti.
Untuk mengenang jiwa kepahlawanan Prawatasari, namanya sekarang diabadikan menjadi nama sebuah Stadion dan Taman di Kota Cianjur.
BACA JUGA: Miris Gengs, nelayan Ujunggenteng Sukabumi berjibaku dengan 5 masalah
5. Kontroversi tentang kuburan Prawatasari
Ahli sejarah seringkali tertukar antara kuburan Prawatasari dengan kuburan lainnya di lokasi tak jauh atas nama Raden Salingsingan. Keduanya kebetulan adalah sama-sama keturunan bangsawan Panjalu dan sama-sama dikuburkan di tepi Sungai Cibeet, Kecamatan Dayeuhluhur.
Kuburan Raden Prawatasari sendiri lokasinya agak di sebelah hulu sungai yang dikenali sebagai “Kuburan Raja Karaman” di Keramat Raja Kembang yang dipelihara oleh masyarakat adat Tejakembang. (dari berbagai sumber)