Tiga faktor penyebab pernikahan dini adalah tingkat pendidikan, kemiskinan, dan pergaulan bebas.
Badan Musyawarah (Bamus) dan jajaran Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Senin (7 Januari) lalu, menerima kunjungan audiensi dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Sukabumi. Audiensi tersebut membahas tentang kasus pernikahan dini di Kabupaten Sukabumi yang masih tinggi.
Menjadi concern KPI karena pernikahan dini berdampak pada timbulnya masalah sosial dan psikologi lanjutan, dari mulai kemiskinan, perceraian sampai kematian ibu dan anak.
Maka, KPI Sukabumi merasa edukasi, kontrol pemerintah dan pengawalan regulasi harus terus fokus terhadap masalah ini. Berikut lima fakta pernikahan dini di Sukabumi, gen XYZ mesti aware.
1. Sukabumi 5 besar lumbung pengantin cilik
Fakta ini cukup mengkhawatirkan, dikatakan bahwa di Jawa Barat ada 5 daerah yang dikenal banyak pengantin ciliknya. Sukabumi termasuk di antaranya bersama-sama dengan Indramayu, Cirebon, Bandung, dan Cianjur. Walaupun dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Dunia untuk Anak-anak (UNICEF) tahun 2016, menunjukkan bahwa Sukabumi sedikit demi sedikit mengalami pemudaran citra sebagai lumbung pengantin cilik.
Gabungan rilis BPS dan UNICEF kala itu menyajikan data bahwa dari 47 kecamatan yang dimiliki oleh kabupaten Sukabumi, hanya ada empat kecamatan dengan rata-rata dua dari lima anak di bawah 18 tahun, yang sudah atau pernah menikah. Data ini menunjukkan perubahan bila dibandingkan dengan data BPS 2011 yang dikutip Jurnal Perempuan pada Februari 2016, tercatat bahwa Jawa Barat memiliki angka pernikahan anak hingga 52,26 persen.
Namun demikian, jumlah pernikahan dini/pengantin cilik di Sukabumi masih terbilang banyak dan penurunannya berjalan dengan lamban. Untuk itulah KPI Cabang Sukabumi melakukan audiensi dengan Bamus dan Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi.
2. Akibat pergaulan bebas
Dari temua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi, awal tahun 2018 terungkap bahwa pernikahan dini banyak terjadi di wilayah Sukabumi bagian selatan. Adapun penyebab utama kasus pernikahan dini saat ini trennya sudah beralih yang awalnya karena faktor kurangnya pendidikan dan kemiskinan, tetapi sekarang ini mayoritas disebabkan pergaulan bebas.
Dari hasil monitoring P2TP2A Kabupaten Sukabumi awal tahun 2018, pernikahan dini terjadi bukan lagi dipicu oleh orang tua yang melakukan perjodohan terhadap anaknya. Tetapi parahnya disebabkan hamil di luar nikah. Karena merasa aib dan malu, maka mereka pun terpaksa dinikahkan oleh orang tuanya.
Secara keseluruhan, ada empat faktor yang menyebabkan remaja putri memilih menikah di usia relatif muda. Pertama, faktor ekonomi di mana ada kekhawatiran pihak keluarga tak bisa memberikan ekonomi kepada anaknya. Kedua, masih ada budaya kekhawatiran keluarga memiliki anak perempuan disebut jomblo.
Faktor ketiga karena pemahaman agama, di mana orang tua lebih memilih menikahkan anaknya lebih cepat karena takut jadi fitnah. Dan faktor terakhir dipengaruhi tingkat pendidikan.
BACA JUGA:
Ini 5 Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Sukabumi, Nomor Satu Bikin Nyesek
5 fakta Januari-Juli 2018 ada 24 kasus kekerasan seksual di Kabupaten Sukabumi
Dianiaya hingga dibunuh, 5 kisah buruh migran Sukabumi tak putus dirundung malang
3. Pernikahan dini disinyalir sebabkan kematian ibu
Mengapa pernikahan di usia dini berbahaya? Fakta menunjukkan bahwa pernikahan menjadi salah satu faktor meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI). Organ reproduksi pengantin cilik dinilai belum siap untuk hamil dan bisa berdampak pada kematian ibu dan anak.
Sebagai gambaran, data di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menyebutkan terjadi kenaikan angka AKI setiap tahunnya. AKI pada 2009 di Jawa Barat terjadi sebanyak 49 orang, 2010 terjadi 40 kasus, 2011 sebanyak 70 orang, dan 2012 sebanyak 76 kasus. Menurut Jurnal Perempuan, angka ini tergolong mengkhawatirkan mengingat di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat pertama AKI.
Sukabumi sebagai 5 besar lumbung pengantin cilik tentunya menjadi gambaran tingginya tingkat AKI. Itulah mengapa pernikahan dini harus “diperangi.”
4. Pemkab Sukabumi punya program Yes I Do
Sebetulnya persoalan pernikahan dini di Kabupaten Sukabumi sudah lama menjadi perhatian. Untuk memerangi pernikahan dini, Pemkab Sukabumi bahkan sudah meluncurkan program “Yes I Do.” Program yang di-launching pertengahan 2017 menggerakkan upaya perlindungan anak karena tujuannya mengurangi angka perkawinan anak di bawah umur, kehamilan remaja, dan sunat perempuan.
Perkawinan anak merupakan salah satu bentuk eksploitasi terhadap anak dan melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Orang tua sangat berperan terhadap tumbuh kembang anak dan harus menjaga masa depannya serta pergaulannya. Setidaknya dalam konteks itulah program Yes I Do digulirkan di Sukabumi.
5. Ketidaksinkronan regulasi
Perihal pernikahan dini, ada juga faktor ketidaksinkronan regulasi. Itulah mengapa KPI Cabang Sukabumi merasa harus melakukan audiensi dengan DPRD. Pernikahan dini sendiri saat ini menjadi salah satu konten dalam salah satu ayat di Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2018 tentang Perlindungan Anak. Dalam Perda juga diatur mengenai pola asuh anak dalam pengasuhan keluarga dan pola pengasuhan alternatif.
Permasalahannya, ada perbedaan batas usia antara Undang-undang Perkawinan dan Undang-undang Perlindungan Anak. Menurut Undang-undang Perkawinan, batas usia anak perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki usia 19 tahun. Sedangkan di Undang-undang Perlindungan Anak, batas usia pernikahan 18 tahun.
Idealnya, menurut psikolog, usia pernikahan yang ideal adalah perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun. Nah Gaess, ingat selalu bahwa pernikahan itu sesuatu yang sakral yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga sakinah (tenteram), mawadah (penuh cinta), dan warahmah (kasih sayang). Jadi, lakukan dengan benar dan tak perlu tergesa-gesa, ya! (dari berbagai sumber)