Cibadak pernah dilanda hoax pertama yang dicatat dalam sejarah.
Nah, Gengs, melanjutkan tulisan pertama, Membuka lembaran sejarah kejayaan Cibadak dari Puncak Panenjoan (part 1), pada tulisan bagian kedua ini, redaksi akan mengupas tentang era kejayaan Kota Nayor yang sudah dikenal para pelancong mancanegara sejak zaman dulu, hingga menjadi tempat perlawanan rakyat melawan penjajah Belanda.
Biar lebih yakin, simak kuy lima paparan berikut.
1. Bad Hotel Trianon dan asal mula RSUD Sekarwangi
Cibadak sudah dikenal sejak dulu, selain karena perkebunan Sinagar yang fenomenal dan terbesar di dunia dengan pemiliknya yang terkenal, sekaligus menjadi sentra bisnis dan wisata.
Salah satu bisnis yang dilakukan di Cibadak adalah produksi kapur Vrossink yang terletak di Gunung Karang. AJ Vrossink adalah sosok yang memulai bisnis batu kapur secara modern pada 1902. Dia mendapatkan konsesi sekitar 80 hektar memanjang dari Gunung Karang ke Gunung Walat yang ia tanami teh dan karet. Dia mempekerjakan banyak orang dan masyarakat sekitar menyebutnya Tuan Paroseng (lafal Sunda dari Vrossink).
Selain itu, di daerah Cibadak terdapat pemandian air panas alami yang sekarang dipergunakan oleh masyarakat di daerah Cipanas. Pemandian air panas ini dulunya merupakan tempat pemandian komersil yang diiklankan secara gencar mulai 1908 sampai 1920an.
Dalam iklan tertulisnya, anatara lain berbunyi, “air panasnya bisa menyembuhkan rematik”. Kolam pemandian ini dibangun pada 1 Agustus 1920 sekaligus dibangun juga Bad Hotel Trianon untuk menunjang pariwisata, berlokasi di sekitar Kantor Polsek Cibadak saat ini.
Hotel ini kemudian dijadikan penampungan pengangguran (Werkloozen Kamp) pada 21 Mei 1932 dengan status sewa. Di Cibadak juga ada rumah sakit yang dibangun oleh Nederlandsch Zending Vereeniging (NZV) misi zending Kristen yang mendirikan rumah sakit bersalin di Cibadak melalui Verdoorn, yang sekarang menjadi RSUD Sekarwangi.
2. Dikunjungi pelancong bule sejak dulu
Jalur Cibadak ini sering dilewati para pelancong, selain karena keberadaan stasiun kereta api, jalur jalannya landai dibandingkan puncak. Perjalanan favorit sejak dulu melewati Cibadak, misalnya pemecahan rekor mobil Batavia-Soerabaja juga melalui jalan Cibadak. Hal ini pernah dilakukan oleh mobil buatan prancis yaitu Charron yang dikendarai Decnop (wargra prancis).
Para traveller luar negeri juga banyak yang datang ke Cibadak. Misalnya pada tahun 1877 Pangeran Lichtenstein seorang raja dari negri kecil di Eropa datang ke Sukabumi untuk berburu, dia sempat mampir di Cibadak sebelum menuju pantai selatan Kabupaten Sukabumi. Selain itu peneliti AG Voderman yang mengunjungi Cibadak pada Juni 1885 melalui Stasiun KA Karang Tengah. Kemudian Arthur Earle bukunya berjudul “A Month in Java 1889,” menyebutkan tentang kunjungannya ke Sinagar melalui halte Cibadak.
Sebuah koran Amerika, The Sunday Oregonian, Portland, pada 20 Oktober 1901 membahas kunjungan seorang konsul Amerika, Frank G. Carpenter yang dikirim khusus ke Sinagar untuk mempelajari pabrik dan perkebunan teh Sinagar yang terkenal sampai di Amerika. Tujuan kunjungan Carpenter untuk mencari alternatif produksi teh terbaik sebagai alternatif impor teh saat itu dari China.
Dalam buku “Java: The Garden of The East” yang terbit pada 1897, dikisahkan pula tentang kunjungan wartawan, penulis Elisa Ruhamah Scidmore ke Sinagar.
Yang mengagetkan lagi, Nicholas II (Nikolai Aleksandrovich) sebelum diangkat menjadi Tsar Rusia tahun 1894, sempat berkunjung ke Sinagar pada Februari 1891 dalam lawatannya ke negara-negara timur. Dia ditemani pangeran George II putra mahkota Yunani yang masih keponakannya, dan disambut Eduard Julius Kerkhoven.
Kemudian Fransch Bernard yang pernah mengunjungi Palabuhanratu pada April 1904, sempat mampir di Cibadak karena harus turun di Stasiun Cibadak.
Namun, bertolak belakang dengan kejayaan masa lalunya, Gengs, kini Cibadak hanyalah kota kecil dengan ciri khas nayornya.
BACA JUGA:
Gaess, ini dia 5 orang Belanda yang punya kedekatan dengan sejarah Sukabumi
Dulu Pagadungan sekarang Cicurug, 5 fakta sejarah wilayah paling utara Sukabumi
Apun Gencay, widadari ti Cikembar Sukabumi pemicu tewasnya Bupati Cianjur
3. Cicatih dan elektrifikasi
Listrik, sejak dulu merupakan salah satu penunjang penting dalam kehidupan modern. Cibadak berperan penting dalam sejarah kelistrikan nusantara yaitu dengan dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ubrug. Pada awalnya pembangunan PLTA diperuntukan mensuplai kereta listrik wilayah Jakarta terutama Pelabuhan Tanjung Priok.
Tahun 1923 parlemen Belanda mengesahkan anggaran untuk eletrifikasi kompleks Batavia dan jalur Mr. Cornelis-Tanjung Priok (Kereta Listrik). Wilayah Cibadak menjadi pertimbangan karena banyaknya sungai deras dan mengingat jarak yang tidak terlalu jauh dari Batavia.
Lokasi yang dipilih adalah Sungai Cicatih, tepatnya di Bendung Kebon Randu atau sering disebut Waterkracht yang terlewati dan terihat dari puncak Panenjoan. Tempat ini dimungkinkan untuk membendung dan mengalirkan air ke jalur lain, yaitu kolam pengendap untuk kemudian mengikuti jalur ke Tenjo Jaya yang juga digunakan untuk mengairi perkebunan saat itu.
Di Cikuya terdapat lokasi yang sangat curam yang memotong dua buah bukit tempat laluan air sehingga kemudian dibangun Syphon yang bisa menurunkan air dan menaikkan kembali ke bukit sebelahnya, untuk kemudian dialirkan kembali ke kolam penampungan terakhir yang disebut danau Ubrug. Dari sana air dijatuhkan melalui pipa besar menuju turbin supaya bisa berputar dan kemudian dibuang kembali ke sungai Cicatih.
Selain mensuplai kereta listrik Batavia, wilayah yang dilayani Ubrug saat pertama dioperasikan adalah perkebunan seperti Tenjo Jaya, Sinagar, Miramontana dan sebagainya. Jalan yang terlewati oleh distribusi listrik ikut teraliri listrik juga.
Pasokan listrik dari PLTA Ubrug mampu memenuhi 70 KV AC dan disuplai dari NEM (Nederlandsch Indische Electriceit) yang kemudian menjadi 2×5400 KW di tahun 1924. Dari PLTA Ubrug, pada 1926 dibangun jalur transmisi 30 KV ke gardu induk Lembursitu sepanjang 16 km untuk mensuplai kelistrikan di Kota Sukabumi dan sekitarnya.
Hingga saat ini PLTA Ubrug masih digunakan dan dikelola oleh PT Indonesia Power.
4. Cibadak pernah dilanda hoax
Ada kisah lucu dalam buku The Netherlands Indies and the Great War 1914-1918 yang ditulis Kees Van Dijk. Buku ini berkisah tentang kehebohan dari tiga koran ternama, yaitu Java Bode, de Locomotief dan Preanger Bode yang memberitakan bahwa Jepang sudah memasuki Palabuhanratu. Sumber beritanya adalah telegram dari Cibadak yang dikirimkan ke Gubernur Jenderal yang melaporkan bahwa ada 15 kapal perang Jepang terlihat di teluk Palabuhanratu.
Hal ini menimbulkan kehebohan dalam Pemerintah Hindia Belanda. Asisten Residen Sukabumi diminta untuk menginvestigasi kabar tersebut. Lalu, telegram dikirim ke pejabat di Palabuhanratu, namun jawabannya tidak ada yang tahu mengenai hal ini. Ternyata ada seseorang di Cibadak mengirimkan telegram ke kantor Gubernur Jenderal untuk sekedar guyonan/hoax.
5. Tempat perlawanan rakyat
Menurut pantun Bogor, di wilayah Cibadak sempat ada Kadatuan Pagadungan (sekarang di sekitar Gunung walat), yang melakukan perlawanan sengit terhadap pasukan Banten pasca Pakuan runtag tahun 1479. Dari kisah inilah legenda Gunung Parang yang didirikan Wangsa Suta berasal.
Wilayah ini konon sempat menjadi wilayah Vacuum of Power karena tiga kekuatan besar yaitu Mataram, VOC dan Banten tidak melakukan penguasaan sehingga menjadi tempat pelarian sempurna. Salah satunya adalah Pangeran Purbaya putra Sultan Ageng Tirtayasa yang bergerilya dikaki Gunung Gede, dekat Nagrak. Dia akhirnya menyerah sesudah dijemput Untung Suropati.
Tahun 1750 juga pernah terjadi pemberontakan terhadap Permaisuri Banten Syarifah Latifah, seorang Arab yang pernah memadu kasih dengan Gubernur Jendral Baron Vam Imhoff. Pemberotakan dipimpin seorang ulama bernama Kyai Tapa (Penghulu Agung Mustapha), dan Jayasengkar yang berperang di wilayah Cibadak.
Di masa kolonial, Cibadak juga menjadi tempat perlawanan. Pada 1901 sempat pecah kerusuhan di Karang Tengah dipimpin Bapak Bandros. Kerusuhan ini dipicu oleh ketidakadilan penyaluran air yang dikuasai Pabrik teh Cireundeu. Beberapa aparat mengalami luka-luka dalam kerusuhan ini, memancing pemerintah untuk mengirimkan sejumlah tentara.
Pada tahun 1926 juga terjadi sabotase fasilitas umum, yaitu pemutusan kabel telepon di Cibadak. Pemimpin sabotase itu bernama Haji Siakoesih dari Cisande, distrik Cibadak dan Moegli alias Oeli dari Desa Parakanlima, distrik Cibadak.
Salah satu pemberontakan yang terkenal yang dilakukan oleh awak kapal De Zeven Provincien ternyata melibatkan orang Cibadak, tepatnya Cikidang yang bernama Saleh Basari Wangsadiredja. Peristiwa yang menarik perhatian internasional itu terjadi pada Februari 1933 dan berakhir dengan ditenggelamkannya kapal tersebut oleh pesawat militer dan kapal perang.
Perlawanan tidak hanya secara kekerasan tapi juga melalui pergerakan, ditandai dengan munculnya Koperasi Madoe Tawon di Desa Nagrak. Perkumpulan ini didirikan tahun 1911 oleh Raden Kartadiredja, Raden Martadiredja, Raden Kartasasmita, Djajasasmita, dan Haji Sidik. Selain itu, seiring berdirinya Paguyuban Pasundan, dibuka juga cabang Paguyuban Pasundan di Sukabumi pada 1930 dengan ketua Didi Sukardi (Putra Haji Sidik dari Cibadak) yang juga sempat menjadi ketua Parindra dan Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Saat Jepang masuk, Cibadak menjadi tempat menentukan kehancuran pasukan Belanda. Sesudah menghancurkan Jembatan Pamuruyan, Pasukan Belanda kemudian melarikan diri ke pegunungan dan mencari jalan menuju Pelabuhanratu untuk melakukan gerilya di bawah pimpinan Letnan Guild dan Laurence Van Der Post.
Cibadak juga memunculkan banyak pejuang di masa revolusi yang ikut berjuang bersama laskar-laskar. Mereka turut dalam beberapa pertempuran dengan lokasi pejuangan sekitar Leuwi Goong, Jembatan Pamuruyan, dan Nagrak.
Dari Nagrak pula muncul pejuang-pejuang yang rela berkorban demi negara, di antaranya Ojong Bantamer yang terkena karena menembaki pesawat Inggris dari pohon kelapa saat pemboman di Cibadak pasca peristiwa Bojongkokosan. Kemudian Lettu Bakrie yang terbunuh oleh komunis saat hijrah ke Jawa Tengah. Kemudian ada pejuang wanita Enden Kartiwi yang bertempur bersama LASWI di Sukabumi.
Duh, asyik juga ya, Gengs, membaca catatan sejarah sambil berimajinasi membayangkan kondisi Kota Nayor pada zaman dulu.