Wiratanudatar III meninggal tahun 1726 karena ditusuk condre (senjata khas Cianjur), beliau pun dijuluki Dalem Dicondre.
Kecantikan khas wanita Sukabumi bukanlah bahasan baru. Bahkan sejak dulu kecantikan wanita Sukabumi menjadi bahan perbincangan dan kerap juga memicu kontroversi. Salah satunya adalah kecantikan seorang gadis desa di Cikembar yang “membutakan mata” seorang ningrat yang menjabat Bupati Cianjur.
Namanya Apun Gencay dan konon ‘gegara’ kecantikan sang bidadari dari Cikembar inilah Raden Aria Wiratanudatar III harus meregang nyawa. Sebenarnya, kisah pembunuhan Raden Aria Wiratanudatar III sendiri sebenarnya ada beberapa versi, dan salah satunya versi kisah “cinta terlarang” dengan Apun Gencay ini.
Yang tak banyak terungkap adalah sosok Apun Gencay sendiri. Pasalnya, memang tak banyak sumber sejarah yang mencatat sosok Apun Gencay. Maka, wajar jika kemudian yang berkembang tentang Apuy Gencay di masyarakat kebanyakan fiktif dan sudah dilebih-lebihkan. Nama Apun Gencay lebih banyak terabadikan lewat lakon drama, karya carita pondok, dan cerita lisan dari mulut ke mulut sebagai sosok legenda (bukan sejarah).
Nah, berikut lima gambaran kisah pembunuhan Wiratanudatar III dan si cantik Apun Gencay dari berbagai sumber.
1. Raden Aria Wiratanudatar III alias Dalem Dicondre
Sosok utama dalam kisah ini tentu saja sang Bupati Cianjur Raden Aria Wiratanudatar III, maka sosoknya harus dijelaskan terlebih dulu. Dalem Dicondre yang berarti cucu dari Dalem Cikundul (Raden Aria Wiratanudatar I) adalah Bupati Cianjur yang memerintah dari tahun 1707 s.d. 1726. Kala itu wilayah yang kini Sukabumi adalah wilayah kekuasaan Kadipaten Cianjur.
Nama asli Raden Aria Wiratanudatar III adalah Raden Astramanggala. Ia diangkat menjadi bupati pada tahun 1707 ketika ayahnya, yaitu Raden Aria Wiratanudatar II meninggal. Saat Wiratanudatar III naik tahta, ibukota Cianjur yang berada di Pamoyanan sudah mulai mundur. Maka strategi pertama Wiratanudatar III adalah memindahkan ibukota dari Pamoyanan ke kampung Cianjur sampai dengan saat ini.
Raden Aria Wiratanudatar III termasuk bupati yang berprestasi dalam pandangan VOC, karena ia selalu berhasil menyetor kopi yang terbesar ke VOC. Sementara itu, di Sukabumi masa Wiratanudatar III justru terjadi banyak pemberontakan petani terutama di wilayah Jampang akibat penerapan tanam paksa kapas dan kopi yang sangat merugikan dan membuat petani tersiksa.
2. Kematian Dalem Dicondre
Ada dua versi yang paling dikenal di balik kematian Dalem Dicondre. Pertama adalah Dalem Dicondre meninggal pada tahu 1726 karena ditusuk condre oleh para pemberontak yang merasa menderita karena sistem tanam paksa. Salah satu pemicunya adalah kasus bayaran kopi pada VOC yang seharusnya 17,5 gulden hanya dibayar 12,5 gulden, sedangkan yang 5 gulden dipakai oleh Dalem Dicondre sendiri.
Satu versi kematian Dalem Dicondre lagi adalah masalah cinta, yaitu yang berhubungan dengan Apun Gencay.
BACA JUGA:
Milenial Sukabumi, jangan takut menjadi Punk atau Skinhead
Semerbak si ‘emas hitam’ membius dunia, 5 fakta sejarah Kopi Sukabumi gen XYZ mesti bangga
Penduduk purba Gunung Padang menyebar ke Sukabumi, 5 fakta gen XYZ mesti tahu
3. Kisah cinta yang berakhir dengan tewasnya Wiratanudatar III
Suatu ketika Dalem Dicondre mendengar bahwa di Cikembar (wilayah di Kabupaten Sukabumi), ada seorang gadis cantik bak bidadari bernama Apun Gencay. Mendengar kisah itu, Dalem Dicondre ingin membuktikannya dengan mata kepala sendiri. Benar saja ia langsung jatuh cinta kepada Apun Gencay yang sebenarnya sudah memiliki kekasih yang berasal dari Citeureup, Bogor.
Dengan pengaruhnya sebagai bupati, Dalem Dicondre pun “memaksa” Apun Gencay untuk bersedia menjadi istrinya. Apun Gencay pun dipanggil menghadap ke Pendopo. Yang tidak diketahui Dalem Dicondre, Apun datang bersama kekasihnya. Tak curiga, pendopo pun tidak ada siapa-siapa hanya Dalem Dicondre dengan saudaranya, yaitu Mas Purwa.
Semua yang ada di pendopo mengira Apun Gencay bersama pengiringnya bukan bersama kekasihnya. Ketika Apun Gencay dipanggil untuk mendekat, kekasihnya ikut mendekat dan dengan cepat menusuk Dalem Dicondre dengan condre sebanyak tiga kali. Dalem Dicondre pun roboh dengan isi perut terburai. Tewaslah sang bupati.
Sejarawan Sunda, Gunawan Yusuf menyebut peristiwa terbunuhnya Dalem Dicondre menumbuhkan luka yang mendalam hingga kini di hati orang-orang Cianjur terutama keluarga para dalem. Begitu membekasnya, hingga sesepuh Cianjur “melarang keras” turunan Wiratanudatar untuk menyentuh condre dan pantang menikahi gadis Cikembar.
4. Bagaimana nasib Apun Gencay?
Cerita berakhir pada kekasih Apun Gencay yang berhasil dikalahkan dan dibunuh oleh Mas Purwa di alun-alun Cianjur. Lalu, bagaimana dengan nasib Apun Gencay? Dan siapakah sebenarnya Apun Gencay?
Menurut sebuah sumber, kekasih Apun Gencay dibunuh dan badannya dipotong-potong oleh Mas Purwa dab para prajuritnya. Apun yang begitu mencintai pacarnya konon kemudian memunguti satu per satu potongan tubuh sang pacar. Dalam linangan air mata, Apun melakukannya sambil meratap.
Ratapan itulah yang mengilhami pujangga Sunda kenamaan Yus Rusyana menulis kidung kematian yang tedapat dalam cerita pendeknya berjudul “Apun Gencay.” Namun, tak jelas bagaimana nasib Apun Gencay pasca pembunuhan itu. Ada yang mengatakan Apun pun dibunuh, lalu ada juga yang mengatakan Apun berhasil lari kembali dan menyepi sampai akhir hayatnya di Cikembar. Entahlah!
5. Dramatisasi tokoh Apun Gencay
Dalam perkembangannya, sosok Apun Gencay banyak mengalami dramatisasi, di antaranya oleh tokoh sejarah Cianjur,Tjutju Soendoesijah. Beberapa sastrawan Sunda juga mengabadikan nama Apun Gencay dalam karya-karyanya. Mereka adalah Yus Rusyana dalam carita pondok (carpon) berjudul “Apun Gencay.” Ada juga carpon lainnya karya Luki Muharam berjudul “Duriat Apun Gencay” (Turunan Apun Gencay) yang dimuat di majalah Sunda, Mangle.
Selain itu, sosok Apun Gencay juga diabadikan dalam sebuah monolog berjudul “Si Bunga Desa Berujung Maut,” adaptasi dari carpon karya Yus Rusyana. Monolog itu secara fenomenal diperankan oleh aktor teater kenamaan asal Bandung bernama Hanna Rosiana pada sekitar tahun 2016 di gedung BPU Kampus UPI, Jalan Setiabudi, Bandung. Hanna memerankan tokoh Apun Gencay dengan cemerlang sehingga mampu membuat publik yang hadir terpesona dengan kisah yang sangat dramatis.
Dalam lakon monolog itu, Apun Gencay digambarkan sebagai sosok perempuan desa Cikembar berparas cantik, bertubuh molek, berkulit mulus, dan berambut panjang berombak. Sebagai bunga desa, tak heran banyak pemuda yang ngahelaran (menggoda). Dan seperti itulah gambaran seorang Apun Gencay, sang bidadari dari Cikembar. Entahlah! (dari berbagai sumber)