Wasit pertama berlisensi FIFA dari Indonesia adalah orang Sukabumi.
Gengs, mungkin sebagian dari kita belum tahu bahwa Sukabumi merupakan gudang tempat lahirnya tokoh-tokoh olahraga nasional hingga internasional. Pada masa kejayaannya, mulai dari sepak bola, anggar, balap sepeda, menembak bahkan hingga wasit.
Bisa jadi orang Sukabumi sejak dulu memang menyukai olah raga dan hidup sehat, nyatanya hingga sekarang penggemar olah raga, terutama bola cukup banyak.
Perlu kesadaran untuk mengangkat kembali kejayaan olah raga dari Sukabumi di segala cabang. Namun minimal kita mengenal dulu siapa saja tokoh olah raga dari Sukabumi yang telah mengharumkan bangsa.
Cek kuy lima faktanya, Gaess.
1. Lely Sampoerno seniper putri pertama se-Asia
Lely Koentratih, putri seorang purnawirawan Polri, lahir di Sukabumi pada 2 Desember 1935. Tahun 1949 ia bersekolah di SD Mardi Yuana, Kota Sukabumi, kemudian melanjutkan ke SMP Mardi Yuana pada 1952, dan SMA Mardi Yuana, tahun 1956.
Setelah itu sempat menjadi guru SD Mardi Yuana sampai dengan 1958. Lely, yang berkaca mata minus 1,75 ini mulai belajar menembak pada 1960. Ketika itu, ia ikut kejuaraan menembak antara PIA Ardyagarini, Persit, dan Bhayangkari, dan Lely mendadak merasa cocok dengan olah raga ini.
Masih di Bandung waktu itu, ia juga dilatih oleh Komandan Pangkalan Husein Sastranegara, Wiriadinata. Tahun 1962, ia masuk Pelatnas Asian Games IV di bawah bimbingan pelatih asal Yugoslavia, Milon Stefanovic. Di arena Asian Games IV, ia mengumpulkan nilai 527, dan berhak mendapat medali Perak. Sayangnya, pada 1964 dia batal mengikuti Olimpiade Tokyo karena masalah politis.
Nama Sampoerno dia sematkan dari suaminya, seorang perwira TNI AU yang gemar berburu, yang juga mengajarkan menembak. Lely menjadi atlet wanita penembak pertama di Indonesia, bahkan Ketika Asian Games 1962 di Jakarta, Lely menjadi satu-satunya atlet wanita penembak dan berhasil merebut medali Perak. Padahal saat itu baru sekitar dua tahun belajar menembak. Sejak itulah namanya merajai cabang menembak di tingkat nasional, termasuk PON yang telah tujuh kali ia ikuti.
Emas pertama dari gelanggang internasional ia peroleh dari Kejuaraan Menembak Wanita Yunior Asia tahun 1977 di Seoul, Korea Selatan. Pada ajang tersebut, Lely dengan mudah mencapai posisi teratas. Di kejuaraan itu ia mendapat medali Emas pertama di pentas internasional.
Pada kejuaraan dunia 1978, masih di Korea Selatan, ibu tiga anak ini berhasil masuk peringkat lima pada nomor Free Pistol (capaian yang berhasil dipertahankannya selama 12 tahun). Sejak itu, emas demi emas diraihnya dari berbagai kejuaraan antarbangsa. Dengan prestasinya itu, tak heran Lely dipercaya menjadi juri pertandingan menembak di Olimpiade Barcelona 1992 dan Olimpiade Atlanta 1996.
Keberhasilannya yang lain adalah masuk peringkat empat untuk nomor Air Pistol Putri pada kejuaraan di Zurich, Swiss, tahun 1984. Prestasinya tercatat di hampir 50 kejuaraan nasional dan internasional, sehingga Lely kemudian dikirim ke Olimpiade Los Angeles pada 1984.
Pada kejuaraan Asia 1983 di Jakarta, ia berhasil mengumpulkan nilai 586, padahal, selisih satu poin dengan penembak Kanada yang berhasil meraih Medali Emas di LA, Linda Thom, ang meraih nilai 585. Tahun 2012, Pemerintah RI memberi penghargaan Tanda Jasa Nararya kepada Lely Sampurno. Namanya diabadikan pada ajang kejuaraan nasional menembak khusus putri dan junior yaitu Lely Sampoerno Cup.
2. Hendrick Brox pebalap sepeda dunia dari Rawasalak
Hendrik Brock adalah pebalap sepeda internasional yang kemudian diubah namayanya menjadi Hendra Gunawan oleh Bung Karno. Hendrik Brock mulai bisa bermain sepeda sejak usia tiga tahun. Saat dewasa ia sering bersepeda dari Sukabumi, Cibadak, Cianjur, Puncak, hingga Bogor.
Hendrik mendapat momentum setelah menjuarai balap sepeda di Kota Sukabumi tahun 1958, sejak itulah karirnya melesat ke level nasional. Saat itu ada Trio pebalap handal, Hendrik Brocks, Wahyu Wahdini, dan Aming Priatna. Pada level Asia, termasuk Asian Games, prestasi mereka belum pernah disamai oleh generasi pebalap Indonesia berikutnya.
Tiga medali emas dan satu perunggu mereka persembahkan untuk Republik Indonesia pada Asian Games IV 1962 di Jakarta. Hendrik Brocks meraih Medali Emas untuk nomor Open Road Race, Indonesia (Hendrik Brocks, Wahyu Wahdini dan Aming Priatna) meraih dua Medali Emas dari nomor Team Road Race dan Team Time Trial dan Aming Priatna memenangkan Medali Perunggu pada nomor Open Road Race.
Tim Balap Sepeda Indonesia kembali menunjukkan kehebatannya pada pesta olah raga GANEFO I 1963 di Jakarta, meraih Medali Emas dari nomor Team Time Trial. Olimpiade yang ia ikuti adalah Roma 1960 dan menjadi tim Asia tercepat mengalahkan Korea Selatan, Tokyo 1964, dan Mexico City 1968.
Sayang tim yang hebat ini gagal bertanding di Olimpiade 1964 di Tokyo, Jepang, karena alasan politik.
BACA JUGA:
Diputus kontrak saat hadiri pernikahan di Sukabumi, ini 5 pernyataan Lord Atep
Owner Bakso Mewek Sukabumi: Dari gagal kuliah, hingga jadi pemurung beruntung
Transformasi lambang Kota Sukabumi dari era Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka
3. Zus Undapp Zorro dari Sukabumi
Ny. E.A.A. Poerawinata atau lebih dikenal dengan panggilan akrab Zus Undap, kelahiran Sukabumi, 25 April 1936. Ia disebut-sebut sebagai atlet anggar perempuan pertama di Indonesia. Zus telah bertanding anggar mulai dari PON III (1953) hingga PON IX (1977), mengumpulkan 13 Medali Emas dan 10 Medali Perak.
Pada 1960 Zus sudah ikut bertanding di Olimpiade Roma meski tidak memperoleh medali. Ketika GANEFO diadakan di Jakarta tahun 1963, ia mendapatkan Medali Emas di kelas Floret Putri. Memperkuat tim Indonesia di arena Asian Games 1978, Bangkok. pernah berlaga di PON III sampai PON IX dan Olimpiade Roma 1960 itu.
Setelah mengakhiri kariernya sebagai atlet, Zus Undap aktif melatih para juniornya. Ia menetap di Sukabumi dan mengajar olah raga di sebuah SMA. Ketika ia harus melatih atlet anggar nasional di Jakarta, Zus rela setiap hari pulang pergi Jakarta-Sukabumi, agar kedua tugasnya sebagai guru dan pelatih tetap dapat ditunaikan.
4. Kosasih Kartadiredja Wasit berlisensi FIFA pertama dari Sukabumi
Wasit pertama berlisensi FIFA dari Indonesia adalah orang Sukabumi yaitu Kosasih Kartadiredja, warga Gang Purwa, Tipar. Ia memulai karir di Sukabumi sebagai pemain sepak bola berposisi sebagai gelandang bersama klub Pertiwi, kemudian YMA dan Sinar Harapan, hingga kemudian tahun 1960 memperkuat Perssi (Persatuan Sepakbola Sukabumi).
Kegiatan sampingan selain bermain bola adalah menjadi wasit, kemudian oleh pembantu Komda PSSI Jawa Barat, Kesheshian, Kosasih ditawari menjadi wasit dan mengikuti kursus wasit C3 di Sukabumi dan memimpin berbagai turnamen di Sukabumi.
Kemudian dia mengikuti lagi kursus C2 tingkat Jabar dan memimpin pertandingan Perserikatan Jabar. Tahun 1965 karirnya menjadi wasit C1 (nasional) sesudah mengikuti kursus wasit PSSI dan memimpin pertandingan perserikatan tingkat nasional di seluruh Indonesia.
Kosasih dikenal tegas meskipun pemain saat itu dikenal galak-galak, dia berani mengeluarkan kartu merah untuk pemain sekelas Rusdi Bahalwan dari Persebaya dan Simson Rumapasal dari Persija, sehingga Kosasih dijuluki budak leutik paling berani.
PSSI kemudian merekomendasikannya untuk menjadi wasit FIFA dan lolos tahun 1972. Semenjak itu ia memimpin pertandingan internasional seperti Piala Raja di Bangkok 1972, Turnamen sepak bola di Vietnam tahun 1974, kemudian di Korea selatan, dan Arab Saudi tahun 1975.
Di Asia dia dijuluki wasit King Cobra karena gerakannya yang lincah berlari ke segala arah. Tahun 1979 dia memimpin pertandingan Olimpiade Junior di Jepang yang diikuti Diego Armando Maradona dari Argentina.
Kosasih juga dikenal tegas menolak suap, hal ini pernah terungkap saat menjadi wasit Sea Games tahun 1981 dan ditawari 10.000 dollar untuk memenangkan Malaysia. Dia menolak mentah-mentah, hal ini kemudian dicatat koran The Strait Times.
Di Indonesia Kosasih memimpin pertandingan antara Timnas melawan Benfica (Portugal), Ajax Amsterdam (Belanda), Cosmos (AS), dan pemain Manchester United yang sempat dikenai kartu kuning olehnya.
5. Hermansyah Kiper Nasional terbaik dari Tipar
Selain Kosasih Kartadiredja, Perssi juga telah melahirkan kiper kaliber nasional, seorang kiper sepak bola yang menjadi bintang nasional pada era 1980an hingga 1990an, Hermansayah.
Hermansyah anak dari seorang ibu Tionghoa, mulai menjadi kiper sejak SD Yuati Bhakti/Serviam di Sukabumi. Dia sering berlatih sepak bola di lapangan depan Gedung Pegadaian dengan grupnya Widal dari Tipar.
Sosoknya dikenal sebagai salah satu kiper terbaik yang pernah dimiliki Indonesia sepanjang masa dan menghadirkan kebanggaan bagi Timnas di tahun 80-an. Penjaga gawang ini dikenal dengan keahliannya memblok tendangan penalti lawan, apalagi semenjak dilatih oleh pelatih kiper legendaris asal Brasil, Barbatana.
Saat Hermansyah menjadi kiper utama Timnas, Indonesia nyaris berlaga di Piala Dunia Mexico 1986, sayang harapan Indonesia kandas saat kalah 3-1 melawan Korea Selatan.
Selain itu, Hermansyah juga berlaga di Piala King Cup Thailand 1985, dan mempersembahkan gelar juara Galatama untuk Pelita Jaya selama dua musim berturut-turut (1988-1990). Ia juga sempat memberi gelar untuk klub Bandung Raya.
Hermansyah kemudian menjadi pelatih kiper Timnas yang melahirkan Jendi Pitoy, Hendro Kartiko Mukti Ali Radja dan Hendra Prasetya.
Wah bangga ya, Gengs. Semoga menjadi inspirasi buat geerasi muda Sukabumi agar sukses di bidang olah raga baik di kancah nasional maupun internasional.