*The previous chapter: #FixzySukabumi: Bajingan Bertato Ular (Chapter 3): Informan 1, Rico Esteban
———————————–
Grace, wanita pembunuh bayaran paling ditakuti di New York mencari lelaki bertato ular yang telah membunuh adik dan ibunya. Dunia hitam New York dibuatnya kalang kabut, tak satu pun bajingan di kota berjuluk Big Apple itu lepas dari angkara murka bernama Grace.
———————————–
Grace melihat arlojinya. Waktu menunjukkan pukul tujuh empat puluh lima. Ia menunggu di sebuah gang sempit di Manhattan seraya duduk di sebuah tangga belakang restoran. Banyak gelandangan hilir mudik, namun ia masih belum menemukan orang yang ia cari. Udara dingin menyentuh tubuhnya, tangannya mulai kaku. Grace mengeluarkan sarung tangan hitam dari kantong, lalu memakainya.
“Sial! Di mana dia? Rico bilang dia sering lewat kemari di jam ini!” Grace menggerutu. Beberapa kali ia harus mengeluarkan uang agar tidak diganggu oleh para gelandangan yang lewat, namun mereka seolah tak terhitung jumlahnya.
Baboon, pria yang dicarinya tak kunjung datang. Grace hampir saja mengakhiri penantiannya. Namun tak lama, sesosok pria kulit hitam tinggi dan besar lewat dengan membawa troli berisi berbagai macam barang. Pakaiannya lusuh, rambutnya pendek berdiri dan hidungnya lebar. Di balik mantelnya yang lusuh itu, terlihat tubuhnya begitu berisi. Grace terus menatap pria itu, sesuatu yang familiar membuatnya yakin bahwa pria itu adalah Baboon. Grace tersenyum senang, ia bangun dari tempat duduknya, lalu mendekati pria itu.
“Sepertinya troli itu berat sekali,” ucap Grace seraya menghalangi jalan Baboon.
“Minggir, Nona. Aku tidak ingin berurusan dengan wanita kaya,” ucap Baboon dingin. Grace tertawa.
“Kenapa? Bukankah itu bagus? Kau bisa dapat banyak uang. Ups! Aku lupa, kau memang sudah banyak uang. Mana mungkin orang yang punya akses ke semua kartel sepertimu menjadi gelandangan. Kecuali ada sesuatu yang mengharuskanmu begitu, benar?” Grace mengedipkan matanya.
“Kau terlalu banyak bicara. Minggir!” Baboon membentak Grace seraya memajukan trolinya. Grace menahan troli itu dengan kaki kanannya.
“Kau mau kemana, Baboon?” ucap Grace datar. Baboon memandangnya dengan tajam.
“Kau salah orang, Nona. Sekarang, MINGGIR!” Baboon kembali membentak Grace. Namun Ia tetap tak bergerak dan menatap Baboon dingin.
“Aku tidak akan membiarkanmu lewat sebelum aku mendapatkan apa yang aku inginkan!” tegas Grace. Baboon tertawa.
“Apa yang diinginkan wanita kaya sepertimu dariku? Aku ini hanya gelandangan, Nona,” Baboon melepaskan tangannya dari troli dan menyilangkannya di dada.
“Aku tidak bodoh. Aku tahu siapa dirimu, aku hanya perlu sedikit informasi. Setelah itu, aku akan melepaskanmu,” ujar Grace menatap Baboon tajam.
Baboon terlihat hilang kesabaran, ia berjalan ke arah Grace, mencengkram mantelnya dengan kasar, lalu berbicara dengan kesal, “Sekali lagi aku katakan, KAU SALAH ORANG! Jadi, biarkan aku pergi!” Mata Baboon melotot.
Grace tersenyum dingin. “Gertakan seperti itu tidak akan membuatku takut, BRENGSEK!”
Baboon semakin jengkel. “Jangan coba-coba membuatku marah, aku benar-benar tidak ingin menyakiti seorang wanita!” Cengkraman Baboon semakin kencang, tubuh Grace semakin terangkat.
“Benarkah? Aku juga tidak ingin bertarung denganmu. Bagaimana kalau kau berikan aku informasi yang aku butuhkan?” Grace menatap Baboon sambil mengangkat alisnya dan tersenyum manis.
“Lupakan saja!” bentak Baboon seraya melepas cengkeramannya. Ia mendorong kembali trolinya dengan memutari Grace.
“Ah, sepertinya aku harus sedikit memaksa,” ucap Grace seraya mengeluarkan seutas kabel panjang dari mantelnya.
Di salah satu ujung kabel itu terpasang cakar besi kecil, sementara bagian lainnya hanya bola besi yang ujungnya menempel pada rantai yang terlilit di kabel. Grace memutar kabel, melemparkan cakar itu ke arah Baboon dan menariknya. Tarikan Grace membuat troli itu terjungkal hingga Baboon marah.
“Wanita kurang ajar!” Baboon berlari ke arah Grace. Ia berusaha menyerangnya dengan ganas. Gerakannya kuat, setiap pukulan yang dilayangkan membuat Grace sedikit kewalahan. Grace hanya bisa bertahan dan menghindar.
“Kau bilang tidak ingin menyakiti wanita, tapi kenapa kau menyerangku?” ucap Grace seraya menghindari pukulan Baboon.
“Kau itu pengecualian!” bentak Baboon. Serangannya mulai lebih cepat, Grace belum menemukan cara untuk menaklukannya, menggunakan kabel itu hanya akan membuatnya semakin terpojok. Terpaksa Grace memasukkan kabel itu ke kantongnya lagi. Ia terus menghindar, dan sesekali terkena pukulan. Kini, mereka bertarung dengan tangan kosong.
Tiba-tiba, BUKK! Sebuah pukulan mendarat di pipi Grace. “Brengsek! Bisakah kau tidak memukul wajahku?” bentak Grace. Wajahnya lebam di bagian yang terpukul. Grace merintih kesakitan, ujung bibirnya berdarah. Baboon tersenyum sinis seraya terus menyerang.
BACA JUGA: #CerpenSukabumi: Ash Lee Soon
“Kau cukup hebat untuk seorang wanita kurus!” Baboon melayangkan pukulannya lagi, kali ini Grace menyilangkan kedua tangannya di depan wajah untuk menahan pukulan. Baboon tiba-tiba menghentikan serangannya. Grace terkejut, ia melihat Baboon menurunkan tinjunya.
“Kenapa kau berhenti?” tanya Grace sambil menurunkan tangannya.
“Kau putri dari Brigith Lyn?” tanya baboon. Grace terkejut, ia memandang Baboon penuh tanya.
“Iya, bagaimana kau tahu?” Grace menyentuh pipinya yang sakit terkena pukulan. Ia menyeka darah di ujung bibirnya.
“Aku mengenali sarung tangan hitam bergambar mahkota itu,” Baboon berjalan ke arah trolinya yang terjungkal. Ia memungut semua barang-barang miliknya lalu menyimpannya kembali di dalam troli. Ia terlihat sibuk menatanya kembali.
Grace mengangkat tangannya dan memandang sarung tangan itu. “Wow, tak kusangka. Sarung tangan ini ternyata memiliki pengaruh besar terhadap semua orang.” Ia tersenyum senang.
“Kenapa kau tidak memberi tahu sejak awal bahwa kau putri dari Brigith? Mungkin aku tidak akan menyerangmu,” ucap Baboon kesal.
“Hei, mana kutahu kau mengenal ibuku. Jika aku tahu, aku sudah mengatakannya padamu dari tadi,” Grace bertolak pinggang seraya mendengus pelan.
“Kau mirip ibumu,” Baboon tersenyum geli. “Tadi kau bilang kau mencari informasi. Apa ini tentang ibumu?” Baboon mulai terlihat serius. Grace mengangguk mantap.
“Kita bicara di tempat lain saja,” Baboon mengajak Grace untuk mengikutinya ke suatu tempat. Grace menurut. Mereka berjalan melalui gang-gang kecil di Manhattan. Sampai akhirnya, mereka berada di depan sebuah gedung yang terlihat tua dan tidak terpakai. Gedung itu dikelilingi pagar kawat yang sudah berkarat. Pintunya digembok, tapi Grace bisa menilai bahwa gembok itu masih baru.
“Apa ini rumahmu?” tanya Grace. Ia memandang gedung tua itu, lalu menelusuri sekelilingnya.
“Bukan, ini bukan rumahku, tapi markasku,” ucap Baboon santai. Ia membuka gembok yang mengunci pintu masuk mereka. Baboon masuk, Grace mengikutinya dari belakang.
Halaman gedung itu dipenuhi barang rongsokan. Hanya ada dua pohon besar di dekat gedung, sebagian atap gedung itu sudah berlubang. Dan jendela-jendelanya sudah rusak. Mereka berjalan menuju halaman belakang, memutar mengitari sebuah mobil truk besar tanpa ban yang terparkir di sana.
Tak lama, Baboon membawa Grace masuk melalui sebuah pintu menuju ruang bawah tanah. Ruangan itu pengap dan bau minuman keras. Baboon terbatuk beberapa kali, dan sempat berhenti beberapa saat. Semakin ke dalam, baunya semakin menyengat.
Grace mengernyitkan hidungnya. “Baunya menyengat sekali. Markas apa ini?” ucapnya. Tiba-tiba terdengar pintu di belakangnya terkunci. Grace menoleh ke belakang, sesosok pria kurus dengan jenggot terkepang berdiri di depan pintu. Pria itu mengenakan kaus tanpa lengan berwarna kuning, dan memakai jelas jeans yang dilipat hingga di bawah lutut. Tato di seluruh tubuhnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang Yakuza. Grace mengalihkan pandangannya, meminta penjelasan pada Baboon. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat ada enam pria bertato menyeringai padanya. Grace mencari keberadaan Baboon. Namun nihil. Baboon menghilang entah kemana.
“Sial! Aku dijebak!” Grace mengepalkan tangannya.
*to the next chapter: #FixzySukabumi: Bajingan Bertato Ular (Chapter 4): Ujian dari Baboon