Tjipto Mangunkusumo kemudian dipilih sebagai salah seorang anggota Volksraad oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad, sikap Tjipto tidak berubah.
Generasi XYZ Sukabumi wajib mengetahui betapa pentingnya Sukabumi pada masa kelam masa silam saat para pejuang bertaruh nyawa pada masa kolonial. Selain hawanya sejuk dan alamnya yang indah, kota kebanggan kalian ini juga menjadi tempat pembuangan para pahlawan dan pejuang yang dianggap membahayakan penjajah Belanda.
Mungkin sebagian sudah tahu bahwa Muhammad Hatta dan Sutan Sjahrir dibuang ke kompleks Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Sukabumi. Ternyata masih ada pahlawan dan pejuang lainnya yang dibuang ke Sukabumi lho.
Siapa saja mereka? Salah satunya adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo. Berikut adalah kisah pahlawan dan pejuang pernah dibuang ke Sukabumi selain Hatta dan Sjahrir bagian kesatu.
Kuy kita simak kisahnya.
[1] Dr. Tjipto Mangunkusumo yang dikenal kritis
Dr. Tjipto Mangunkusumo tokoh pergerakan nasional yang cukup terkenal pada masanya, ia lulusan STOVIA (sekolah kedokteran) yang rajin membuat tulisan-tulisan pedas mengkritik pemerintah Hindia Belanda di harian De Locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad, sejak 1907.
Setelah lulus dari STOVIA, ia bekerja sebagai dokter pemerintah Hindia Belanda dan ditugaskan di Demak, Jawa Tengah. Sikapnya yang tetap kritis melalui berbagai tulisan membuatnya harus rela kehilangan pekerjaannya.
Karena sikap kerasnya itu, Ruslan Abdulgani menyebutnya het is noemens van ons tjip, itulah Tjipto, begitulah sifatnya.
[2] Aktif berorganisasi
Tjipto kemudian bergabung dengan Budi Utomo dan mendirikan RA. Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat. Setelah bertemu Douwes Dekker, bersama Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij pada 1912.
Tjipto dan Suwardi mendirikan Komite Bumiputera sebagai reaksi atas rencana Belanda merayakan 100 tahun kemenangan Belanda di Indonesia.pada 19 Juli 1913.
Ketika harian De Express menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Als Ik Nederlander Was” (Andaikan saya seorang Belanda). Tjipto kemudian menulis artikel yang mendukung Suwardi keesokan harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913, Tjipto dan Suwardi dipenjara.
BACA JUGA:
Catatan dari balik sejarah Balai Kota Sukabumi, dari Lie Ek Tong, resesi ekonomi, hingga sosok hitam
Tjikasintoe, mengeksplorasi mitos dan kisah heroik di Cidadap Sukabumi
Kisah perdebatan Nyai Roro Kidul yang ingin hidup sampai kiamat, netizen Sukabumi tahu?
[3] Dibuang ke Belanda
Pada 18 Agustus 1913, Tjipto Mangunkusumo bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda. Namun, karena alasan kesehatan, setahun kemudian, pada 1914, Tjipto diizinkan pulang kembali ke Jawa.
Sepulang dari Belanda ia memilih bergabung dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).
[4] Menjadi Anggota Volksraad
Tjipto Mangunkusumo kemudian dipilih sebagai salah seorang anggota Volksraad oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad, sikap Tjipto tidak berubah, hingga kemudian pemerintah Hindia Belanda mengusirnya ke Bandung dan dikenakan tahanan kota.
Pada tahun 1927, Belanda menganggap Tjipto terlibat dalam upaya sabotase sehingga membuangnya ke Bandaneira. Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh, ia kemudian dipindahkan ke Makassar, lalu ke Sukabumi pada 1940 dengan membawa serta 20 peti buku koleksinya.
Dalam perjalanan ke Sukabumi, ia ditempatkan di kereta kelas ekonomi. Saat transit di Surabaya, ia meminta penghubungnya menghubungi Kepala Polisi Surabaya untuk menyediakan tiket kelas satu karena janji pemerintah akan memberangkatkannya ke Sukabumi dengan layanan kelas satu.
Saat menghubungi kepala polisi, ia memberi ancaman dengan kata-kata: “Seekor musang bisa kehilangan bulunya, tapi tidak akan kehilangan akalnya.” Hal ini membuat Kepala Polisi Surabaya ketakutan dan segera menyediakan tiket kelas satu untuknya.
[5] Tjipto di Sukabumi
Tiba di Sukabumi, ia ditempatkan di Selabintana weg 30 bersama keluarganya. Selama di Sukabumi, ia juga sempat bertemu Hatta dan Sjahrir dan membantu mereka saat pertamakali datang di kota ini.
Saat bertemu Hatta dan Sjahrir, ia menemukan kedua sahabatnya itu terlunta-lunta akibat belum menerima toelage atau uang saku. Tjipto-pun memberikan uangnya semberi berpesan, “Kalian harusnya tahu bagaimana berhadapan dengan pihak kolonial.”
Namun, hawa Sukabumi yang dingin ternyata tidak baik bagi kesehatannya, sehingga tidak lama kemudian ia dipindahkan lagi ke Jakarta, dan wafat pada 8 Maret 1943.
Nah, Gaess, masih ada lho beberapa pejuang lainnya yang konon dibuang ke Sukabumi atau sempat tinggal sementara sebelum pembuangan terakhir, dari mulai Sultan Madailing Natal hingga Tjut Nyak Dien sebelum dibuang ke Sumedang.
Sampai jumpa dalam tulisan berikutnya #Part2: Pahlawan dan pejuang pernah dibuang ke Sukabumi selain Hatta dan Sjahrir.