Aris Setiawan, seorang tokoh pemuda Gegerbitung menyebut, mustahil Bupati Sukabumi tidak tahu.
Usaha peternakan ayam di Kabupaten Sukabumi dimoratorium berdasarkan instruksi Presiden. Moratorium diberlakukan di beberapa kecamatan, seperti Cibadak, Cikidang, dan beberapa kecamatan lain. Moratorium dilakukan dengan pertimbangan terkait tata ruang wilayah, kepadatan pemukiman penduduk, penetapan kawasan ekonomi khusus (KEK), serta pengembangan pariwisata.
Namun, apa lacur, delapan dari total 20 hektare hutan terlanjur dibabat, Gaess. Aktivitas cut and fill yang dilakukan PT Male Karya Prima (MKP) di Bukit Bongas, Kecamatan Gegerbitung untuk pembangunan kandang ayam ini terlanjur digunduli dan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Parahnya, aksi korporasi tersebut tanpa kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Menurut Bupati Sukabumi Marwan Hamami, pemerintah di wilayah, yakni kepala desa yang seharusnya terdepan mengawasi. Nah, lho! “Soal penebangan pohon, ujung terdepan itu kepala desa, ketika ada mobilisasi seperti itu harusnya dari awal diingatkan oleh kepala desa karena tidak ada izin. Ini pembukaan lahan sudah delapan hektar terbuka, kenapa baru ramai,” demikian dikutip dari sukabumiupdate.com.
Sementara, Ketua RW 05 Kampung Pasirdulang, Dusun Bongas, Desa/Kecamatan Gegerbitung Suryana (45) menjelaskan, akibat proyek cut and fill tersebut, selain kekeringan, saat musim hujan air Sungai Cimandiri bercampur lumpur lantaran material cut and fill menimbun hulu wotan, mata air anak Sungai Cimandiri yang hanya berjarak lima kilometer dari lokasi pembangunan.
“Lokasi perusahaan itu berada di atas Sungai Cimandiri. Jadi kalau musim hujan, material lumpurnya menimbun Sungai Cimandiri hingga pemukiman penduduk. Kalau kemarau, air Sungai Cimandiri menjadi menyusut. Bahkan tidak sedikit warga di sini terlibat perselisihan akibat rebutan air untuk lahan pertaniannya,” katanya.
Nah, bagaimana sih kronologisnya, kok bisa sampai jadi begini ya, Gaess, kota kita tercinta ini? Simak kuy lima info dan kontradiksinya.
[1] Kades Gegerbitung bantah Bupati Sukabumi, warga membantah pernyataan kades
Menyikapi pernyataan Bupati Sukabumi, Kepala Desa Gegerbitung Wawan Beng Ruswanda mengaku tak pernah mengizinkan pembangunan kandang ayam tersebut. Pembangunan memang berada di wilayah Desa Sukamanah, namun imbasnya sampai ke Desa Gegerbitung. “Awalnya semua menolak, namun waktu itu ada Forum Komunikasi Gegerbitung Bersatu (FKGB) sehingga yang asalnya menolak menjadi menyetujui, tidak tahu ada faktor apa.”
Wawan mengungkapkan, ada perjanjian antara PT MKP dan FKGB yang dibuat antara tahun 2017-2018. Kepala Desa Sukamanah disebutnya turut menandatangani, sedangkan dirinya tidak. “Bila melihat perjanjian FKGB dengan PT MKP, hanya saya yang tidak menandatangani, berarti saya sangat tidak setuju.”
Namun anehnya, Gaess, sebanyak 14 warga Kampung Bongas, Dusun Bongas, Desa Gegerbitung justru menolak pembangunan jalan dan merasa dirugikan karena tidak ada musyawarah dan ganti rugi sawah yang terdampak. Dikutip dari Detik.com, belasan warga mengirimkan surat keberatan kepada Kepala Dusun Bongas, meminta kejelasan tujuan dibuatnya jalan yang menggusur lahan milik warga.
Salah seorang Ketua RT menolak disebut namanya di Kampung Bongas mengungkap, sebelumnya telah bermusyawarah sebanyak dua kali terkait pembangunan jalan. Pertama, dilakukan sekira satu tahun, dan kedua, beberapa bulan lalu. Musyawarah pertama membahas rencana pembangunan, dan kedua membahas kesepakatan tentang pembangunan jalan. Namun demikian, pihak desa dinilai tidak mempedulikan nasib warga yang menolak sawahnya digusur.
Ia juga mengungkap, sikapnya yang pro warga dirugikan ini, membuatnya mengalami intimidasi dan difitnah. “Saya kasarnya mah sudah dicirian (ditandai – red). Soal surat keberatan warga yang merasa dirugikan oleh pihak Desa Gegerbitung, tidak pernah mendapat jawaban,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kondisi warga yang dirugikan tersebut begitu memprihatinkan, mereka tidak berani berbicara dan menuntut ke pihak pemerintah desa karena ketakutan. “Warga di sini yang dirugikan hanya bisa mengeluh dan menangis,” paparnya.
Mirisnya lagi nih, Gengs, pembangunan akses jalan masuk ke lokasi pembangunan tersebut juga menggunakan lahan Perum Perhutani secara ilegal. Humas Perum Perhutani KPH Sukabumi, Yadi Siswandi, Sabtu (29/6/2019) menjelaskan, “Pada prinsipnya Perhutani mempersilakan, tapi harus ditempuh aturan mainnya, dan sampai saat ini izin belum ada. Saat ini Perhutani masih menunggu surat dari kementerian. Kami membangun portal pada Desember, agar alat berat tidak boleh masuk,” pungkas Yadi.
[2] Petani Gegerbitung gagal panen
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)/Kecamatan Gegerbitung, Anggi (28) mengatakan, proyek cut and fill dengan luas puluhan hektare ini mulai dikerjakan sekitar 2017 lalu. Warga memprotes aktivitas perusahaan, karena menyebabkan kekeringan.
“Sebelum perusahaan itu melakukan cut and fill, sawah warga tidak pernah mengalami kekeringan. Namun sekarang, puluhan hektare lahan pertanian padi di Desa Gegerbitung terancam gagal panen karena kekeringan,” kata warga Kampung Bongas, RT 02/04 tersebut.
Menurut Anggi, warga tidak pernah menyetujui adanya pembangunan di atas pemukiman penduduk tersebut. Karena, selain merusak lingkungan juga dikhawatirkan dapat menyebabkan kekeringan. “Tahun lalu, warga pernah mengikuti sosialisasi rencana pembangunan kandang ayam itu, namun warga menolaknya. Bahkan, warga melayangkan surat penolakan. Tetapi, anehnya kenapa tetap beroperasi tanpa memiliki izin lingkungan dari warga.”
Kini, para petani di Desa/Kecamatan Gegerbitung, menjerit. Kurang lebih dua hektare sawah garapannya mengalami kekeringan dan terpaksa harus memanen sebelum waktunya. Daday, salah seorang petani mengaku 50 are sawah yang ia garap biasanya menghasilkan 3,5 ton gabah, namun sekarang hanya delapan kuintal saja. “Ya kurang air ini sawahnya. Tahun sebelumnya belum pernah sekering ini. Padahal ini beras biasa dikonsumsi santri.”
Padahal nih, Gaess, penyebab sulitnya air untuk sawah yang digarap para petani di sana bersumber dari Bukit Bongas. ‘’Lahan pertanian di sini kesulitan sarana pengairan sejak Mei 2019 lalu,’’ ujar petani lainnya, Ahmad Dayat (50) seperti dikutip dari Republika, Kamis (27/6).
Editor’s Picks:
[3] Pernyataan camat dan kontradiksinya
Pemerintah Kecamatan Gegerbitung mengaku sudah dua kali mengirim surat peringatan kepada PT MKP agar menghentikan aktivitas cut and fill karena belum mengantongi IMB. Surat diberikan pada Januari dan Februari 2019. “IMB belum ada, sehingga perusahaan harus menghentikan semua aktivitas fisik di sana, termasuk kegiatan cut and fill,” ungkap Camat Gegerbitung, Endang Suherman, Rabu (26/6/2019).
PT MKP sendiri dikabarkan mengajukan izin sejak 2015 lalu, namun mendapat penolakan dari masyarakat. Kemudian, pada 2016 setelah masyarakat menyetujui dan mengizinkan, pihak desa dan kecamatan pun mengeluarkan rekomendasi untuk melanjutkan pembangunan dengan luas yang dimohonkan 20 Hektare di Desa Sukamanah yang awalnya adalah tanah milik masyarakat dan hutan produksi. Nah, lho!
Dan anehnya lagi, setelah hutan digunduli dan hulu wotan mengering, kini Camat Endang menyebut kelanjutan proyek kandang ayam tersebut tergantung pihak Dinas Perizinan (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi. Setelah viral di media sosial dan ternyata IMB proyek kandang ayam tersebut belum keluar, pihak kecamatan pun berkoordinasi dengan Satpol PP, memastikan aktivitas pembangunan dihentikan.
[4] Sikap DPRD Kabupaten Sukabumi
Ketiadaan IMB ini sudah diklarifikasi oleh pihak DPRD Kabupaten Sukabumi. Karenanya DPRD meminta Satpol PP turun ke lokasi. “Setelah mengetahui nama perusahaannya, kami langsung mengecek ke DPMPTSP terkait izinnya. Ternyata belum memiliki izin, kami sudah berkoordinasi dengan Satpol PP untuk menindak sesuai SOP, ” kata anggota Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi dari Partai Amanat Nasional (PAN) Asep Suherman, Rabu (26/6/2019).
Pada saat monitoring dan pengawasan oleh Satpol PP dan tim, Rabu (26/6/2019), tidak ada aktivitas apapun di lokasi pembangunan kandang ayam milik PT MKP. Tim hanya menemukan delapan unit alat berat jenis bachoe dalam kondisi tidak beroperasi.
Sementara itu, pihak perusahaan bersedia menghentikan kegiatan pemetaan lahan disertai surat pernyataan kesanggupannya dan akan berkoordinasi dengan pemerintah desa dan kecamatan serta dinas terkait.
[5] PT MKP terancam pidana 15 tahun
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat turut menyoalkan aktivitas cut and fill PT MKP di Bukit Bongas, Desa Sukamanah. Lembaga yang fokus pada persoalan lingkungan ini menegaskan, pihak perusahaan telah menyalahi aturan dan bisa terancam hukuman pidana.
Selain menyebabkan kerusakan lingkungan, juga mereka belum mengantongi dokumen perizinan, seperti IMB. “Akitivitas cut and fill ini sudah jelas menyalahi aturan dan pihak perusahaan dapat diancam hukuman pidana dengan kurungan penjara 15 tahun sesuai dengan aturan tentang tata ruang dan lingkungan hidup. Apalagi, mereka akan membangun kandang ayam di kawasan hutan yang merupakan daerah mata air untuk kebutuhan warga sekitar,” jelas Direktur Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan Hardja kepada Radar Sukabumi, kemarin (30/6/2019).
Dadan pun mendesak aparat kepolisian dan pemerintah setempat agar segera mengusut persoalan tersebut hingga tuntas. “Seluruh aktivitas perusahaan ini harus segera dihentikan. Sekarang saja, kandang ayam belum dibangun sudah berdampak buruk terhadap lingkungan, apalagi nanti. Pasti akan banyak kerusakan alam lainnya,” bebernya.
Nah, kok bisa sampai berlarut-larut seperti itu ya, Gaess? Aris Setiawan, seorang tokoh pemuda Gegerbitung menyebut, mustahil Bupati Sukabumi tidak tahu. “Saya rasa tidak mungkin ya. Pasti tahu tapi pura pura tidak tau seolah-olah ini masalah berdiri sendiri. Jadi kalau Bupati Sukabumi mengaku tidak menerima laporan dari kades atau Camat Gegerbitung dengan adanya aksi korporasi tersebut, silakan terjemahkan sendiri. Hahaha.”
Baca wawancara lengkap sukabumiXYZ.com dengan Aris Setiwan: Izin belum keluar, hutan dibabat, dan Bupati Sukabumi tidak tahu, silakan terjemahkan sendiri
Duh, kok bisa saling lempar begitu ya, Gengs? Menurutmu ending-nya akan gimana tuh?
[dari berbagai sumber]