Selain nama Pasundan, nama lain yang diwacanakan menggantikan Jawa Barat adalah Sunda, Parahyangan, Pajajaran, dan Siliwangi.
Mayoritas penduduk di Provinsi Jawa Barat (Jabar) memang berlatar belakang etnis Sunda. Maka, tak berlebihan jika muncul ide merubah nama provinsi yang dulunya menjadi wilayah kekuasaannya Kerajaan Pasundan Pajajaran ini, dengan nama yang lebih identik dengan orang Sunda. Itulah kira-kira argumentasi paling sederhana di balik ide mengubah nama Provinsi Jabar menjadi Provinsi Pasundan.
Nah, tunggu dulu Gaess. Faktanya wilayah Jabar tak hanya dihuni oleh suku Sunda. Ada suku Betawi, orang Cirebon, suku Jawa dan bahkan bisa dikatakan seluruh suku di seluruh Indonesia ada di Jabar. Maka, jikapun terjadi berganti jadi Pasundan, itu harus dimaknai sebagai upaya mengangkat kearifan local. Bukan mengistimewakan orang Sunda dan menomorduakan etnis lain. Itu sih namanya rasis ya, Gaess, gak boleh!
Ingin tahu lebih lengkap tentang wacana perubahan nama Jabar jadi Pasundan? Berikut lima fakta yang dirangkum sukabumiXYZ.com dari berbagai sumber.
[1] Provinsi Jabar jadi Provinsi Pasundan
Nama Pasundan sebenarnya hanyalah salah satu nama yang diusulkan. Nah, wacana penggantian nama provinsi Jawa Barat menjadi Pasundan sendiri mengemuka pada sebuah forum diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh Sunda di Graha Suria Atmaja Unpad, Kota Bandung pada Sabtu (28 September). Diskusi yang bertajuk “Nama Provinsi: Tinjauan Sejarah, Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, dan Hukum Tata Negara” tersebut digelar oleh Dewan Kebudayaan Jawa Barat.
Kegiatan ini dihadiri sejumlah tokoh Jawa Barat, di antaranya Koesoemadinata, Ganjar Kurnia, Asep Warlan Yusuf, Buki Wibawa Karya Guna, Arthur S Nalan, Tjetje Hidayat Padmadinata, Adji Esa Putra, Andri Kantaprawira, Reiza D Dienaputra, Yayat Hendayana, dan Iip D Yahya.
Beberapa dari tokoh itu menilai perubahan nama Provinsi Jabar dapat mengembalikan jati diri masyarakat Sunda dan kearifan lokalnya. Mereka menambahkan, perubahan tersebut untuk mengikat budaya yang mulai terkikis dan sulit didapati di daerah asal akibat globalisasi.
Namun demikian, wacana itu juga mendapat tentangan dari tokoh-tokoh masyarakat lainnya di Jawa Barat.
[2] Bukan wacana baru
FYI, wacana perubahan nama Provinsi Jawa Barat bukanlah hal baru. Bahkan wacana ini telah digulirkan saat Provinsi Jawa Barat didirikan. Provinsi Jawa Barat yang wilayahnya merujuk Staatblad Nomor 378 itu dibentuk melalui UU Nomor 11 Tahun 1950. Terakhir, usulan yang selalu mentok ini disampaikan Komunitas Pengkaji Pergantian Nama Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013.
Tokoh Sunda kenamaan Koesoemadinata berargumen, penamaan daerah di Indonesia tidak memiliki sistem. Misalnya, secara geografis ada nama Jawa Barat, dan ternyata di ujung barat Pulau Jawa masih ada Provinsi Banten. Kemudian ada nama Sumatra Utara, tetapi di atasnya masih ada Aceh. Padahal pemberian nama harus mempertimbangkan asal usul, salah satunya disesuaikan dengan penduduk.
“Secara geografis, Banten tidak masuk Jabar. Jadi Jabar itu utara pegunungan, lalu ada Tasikmalaya sampai Bogor yang disebut Priangan. Secara istilah, dari sejarah hanya mengenal Pajajaran yang merupakan wilayah Jabar sekarang,” jelasnya.
Budayawan Sunda, Reiza D. Dienaputra menambahkan, nama Jawa Barat merupakan warisan kolonial sejak tahun 1925 dan berlaku pada Januari 1926. Kemudian pada 4-7 November 1956, Kongres Pemuda Sunda menginginkan nama Jawa Barat diganti menjadi Pasundan. Apalagi nama Sunda itu muncul ketika ada penamaan 8 provinsi pertama di Indonesia.
[3] Secara hukum sangat mungkin
Lalu, seberapa besar peluang perubahan nama tersebut? Well Gaess, secara yuridis, penggantian nama wilayah sudah biasa terjadi di Indonesia dan tidak bertentangan dengan kaidah hukum. Sebagai yurispundensi alias contoh, ada Irian Jaya yang berubah menjadi Papua, lalu ada Aceh menjadi Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Tokoh lainnya, Profesor Ganjar Kurnia menyatakan, mendukung agar wacana tersebut dikaji secara akademis. “Ada pemikiran sejak lama dan perubahan nama ini di tempat lain biasa-biasa aja. Peluangnya ada juga karena daerah lain pernah menggunakan. Diharapkan nanti ada semacam tim yang melakukan pengkajian dari berbagai aspek. Perubahan bukan hanya identitas diri, tapi memiliki harapan banyak memberikan manfaat,” kata Ganjar.
Selain Pasundan, nama lain yang diwacanakan adalah Sunda, Parahyangan, Pajajaran, dan Siliwangi. Lalu, bagaimana respon orang nomor satu di Jabar, Ridwan Kamil. “Di mana-mana, hidup ini adalah kesepakatan. Jadi perubahan itu silakan selama ada kesepakatan,” kata Gubernur yang akrab disapa Emil ini di Gedung Sate, Senin (30 September), seperti dikutip dari Antara.
Kang Emil menambahkan perlunya kajian, survei, atau bahkan pooling sebagai ukuran kesepakatan bersama. “Nah mencari kesepakatannya itu yang harus dicari. Apa harus ada uji publik apakah ada survei atau pooling, itu kan harus dipikirkan,” katanya seraya menekankan pada perkuatan persatuan warga Jawa Barat.
editor’s picks:
Gaess, ini 5 catatan ihwal Kerajaan Jampang Manggung Kabupaten Sukabumi
Prasasti Jayabhupati bukti peradaban tinggi Sukabumi dan 5 fakta raja Sunda
Sukabumi ‘diajak’ gabung Prov. Bogor Raya, ini 5 info gen XYZ harus tahu
[4] Menepis tuduhan sukuisme
Kemunculkan wacana perubahan nama Jawa Barat itu tentu saja tak semua setuju. Kelompok yang tidak setuju di antaranya menuduhnya sebagai sesuatu yang sukusime. Soal tuduhan sukuisme itu, Prof Ganjar Kurnia mengaku cukup heran ketika orang Sunda memunculkan kesundaannya, seringkali dicap sebagai sukuisme dan provinsialis. Padahal itu penciri bahwa Sunda itu kebhinekaan.
“Bukan hal aneh, ketika daerah lain menggunakan identitasnya sebagai nama provinsi. Kenapa Sunda gak boleh? Kita harus membangun, lalu meyakinkan kepada pihak lain. Termasuk kepada Cirebon atau Bogor Raya melalui sebuah diskusi dan kajian. Cirebon bisa disentuh secara psikologis dan kultural. Artinya, penggunaan nama harus mencakup semua. Selanjutnya kita akan ada diskusi lanjutan. Kalau pun ganti nama, jadi apa,” jelasnya.
Ditambahkan Adji Esa Putra, Koordinator Penulis/Pembuat Kajian Akademis Perubahan Nama Provinsi Sunda, perubahan nama akan mengembalikan kearifan lokal masyarakat Sunda. Apalagi bila merujuk pada sejumlah daerah yang sudah melakukan perubahan nama, seperti Aceh, Makassar, Gorontalo, Papua.
Walau demikian, Adji mengakui perubahan nama berpotensi menimbulkan pro kontra. Namun hal itu bukan masalah karena nama Jabar sendiri sudah menjadi perdebatan. “Apalagi bagi orang Islam, nama itu doa. Sunda itu memiliki arti putih, cerah, cemerlang. Kalau kita menggunakan nama itu, akan terkesan enak. Lalu Jabar apa makna dan manfaatnya apa? Secara geografis pun salah,” pungkasnya.
[5] Cirebon dan Betawi menentang
Memang wacana ini ditentang sebagian warga Cirebon Raya. Bahkan mereka menyatakan Cirebon akan segera memisahkan diri dari Jawa Barat jika nama Provinsi Jawa Barat diganti. Bagi mereka, nama-nama pengganti tidak merepresentasikan keberagaman Jawa Barat yang sejak dahulu telah dihuni oleh Suku Betawi dan Suku Cirebon.
Pedoman mereka adalah Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat No. 5/2003 yang mengakui adanya tiga suku asli di Jawa Barat, yaitu Suku Betawi yang berbahasa Melayu dialek Betawi, Suku Sunda yang berbahasa Sunda, dan Suku Cirebon yang dengan keberagaman dialeknya secara garis besar berbahasa Cirebonan.
Well, namanya juga masih wacana. Maka, masih terbuka banyak peluang untuk mendiskusikannya dan mencari jalan keluar yang menjadi win-win solution, tidak merugikan pihak manapun.
[dari berbagai sumber]
Kalau dibilang sukuisme, kenapa harus ada jawanisasi atau javanisme, kenapa harus ada transmigrasi yang sebagai mana orang yang transmigrasi orang suku jawa semua, lihat aja di kalimantan bukan org asli kalimantan, bahasa nya juga bahasa jawa. Waktu kecil juga mikir, kenapa provinsi jawa barat padahal saya kan orang sunda, jadi ga cocok ke hati saya, karena nama aja pulau jawa, provinsi jawa juga, kenapa sih jawa terus. Emang ga boleh sunda dikit mah.
Ini yg buat artikel berat sebelah amat
Lok pikir ya yang merasa di anak duakan itu orang Sunda, katanya d Jawa barat bkn orang Sunda ajh ada Betawi Cirebonan dll tapi kok namanya Jawa barat pea lu, memang sejatinya ini tanah leluhur kami dan kami juga mayoritas penduduk asli , kalau d bilang perubahan nama akan mengkerdilkan sejarah it salah besar malahan kalau d namai Jawa barat nama kebesaran Pasundan it jadi GK ada bukan kerdil lagi malah hilang
Lo pikir ya yang merasa di anak duakan itu orang Sunda, katanya d Jawa barat bkn orang Sunda ajh ada Betawi Cirebonan dll tapi kok namanya Jawa barat pea lu, memang sejatinya ini tanah leluhur kami dan kami juga mayoritas penduduk asli , kalau d bilang perubahan nama akan mengkerdilkan sejarah it salah besar malahan kalau d namai Jawa barat nama kebesaran Pasundan it jadi GK ada bukan kerdil lagi malah hilang