*The previous chapter: #FixzySukabumi: Bajingan Bertato Ular (Chapter 32): Mencari mayat Kevin
————————————————————————
Grace, wanita pembunuh bayaran paling ditakuti di New York mencari lelaki bertato ular yang telah membunuh adik dan ibunya. Dunia hitam New York dibuatnya kalang kabut, tak satu pun bajingan di kota berjuluk Big Apple itu lepas dari angkara murka bernama Grace.
————————————————————————.
Grace turun di pertigaan Beverly Hills. Matanya menyapu setiap sudut jalan yang ada. Ia menyuruh Volcov untuk pergi. Dengan santai Grace berjalan mendekati sekelompok pria yang berkumpul di sebuah gang sempit. Mereka sedang menenggak minuman keras, dan sebagian lagi sudah tak sadarkan diri karena mabuk.
“Woohooo…. Lihat siapa yang datang guys!” Ucap seorang pria berkulit putih dengan bekas luka di pipinya. Teman-temannya mendongak dan menatap Grace yang berjalan dengan tenang. Mereka lalu berdiri dan mendekati Grace yang menghentikan langkahnya.
“Aku mencari Maria.” Ucap Grace singkat. Seorang pria kulit hitam dengan rambut punk menatap Grace dengan tatapan mesum.
“Sayang sekali, tidak ada Maria disini. Daripada kau mencari yang tidak ada, bagaimana jika kita bersenang-senang sedikit?” Ucap pria punk itu. Ia menyentuh rambut Grace yang terikat.
“singkirkan tangan kotormu itu dari rambutku, bajingan! Kalau tidak…”
“Kalau tidak, apa?” Pria itu menarik lengan Grace kencang, tubuh Grace bergerak dengan cepat. Sebuah tinju yang kuat mendarat tepat di hidung pria itu dan mematahkannya. Pria itu mengerang dan berguling-guling di tanah, Grace mengibaskan tangannya seolah telah menyentuh sesuatu yang menjijikan.
“Sudah kuberikan peringatan padamu.” Grace melenggang santai. “Jadi dimana Maria?” Teman-teman pria itu terlihat terkejut.
“Siapa kau? Kenapa kau mencari Maria?” Ucap si pria pertama.
“Kalian tidak maju dan mengeroyok aku?” Grace mengangkat alisnya. Seorang pria bertindik maju. Tubuhnya kurus, rambutnya merah.
“Tidak, itu bukan gaya kami. Aleon memang brengsek. Dia pantas dihajar.” Pria itu meludah kesamping.
“Jadi, bisakah aku bertemu dengan Maria?” Tanya Grace. Pria itu tertawa.
“Darimana kau tahu Maria?” Ucap Pria itu.
“Aku tahu setiap orang yang dapat berhubungan dengan dunia hitam dengan bebas. Termasuk Maria.” Grace mengibaskan tangannya. Pria itu melihat sepasang sarung tangan dalam genggaman tangan Grace.
“Hanya orang tertentu yang tahu tentang Maria.” Pria itu mengelus dagunya yang berjenggot tipis. “Jadi, siapa kau? Jika kau menjawabku, aku akan mempertimbangkan apakah kau pantas untuk bertemu dengan Maria atau tidak.” Pria itu tersenyum.
“Aku tidak suka basa-basi, kau tahu?” Grace menyilangkan tangannya di depan dada. Ekpresi pria itu berubah.
“Kalau begitu, kau hanya datang untuk cari mati!” Pria itu bergerak maju seraya melayangkan pukulan pada Grace yang langsung bisa menghindar. Beberapa pria lain yang masih sadar ikut maju. Grace sudah mempersiapkan diri dengan hal itu. Kekesalan dan amarah yang menumpuk, membuatnya benar-benar ingin melampiaskan semuanya pada orang-orang ini.
Si pria pertama mulai memukul dengan cepat, namun Grace bisa menghindarinya. Pria lain maju bersamaan. Grace meraih sebuah kantong sampah yang kecil dan melemparkannya pada mereka. Beberapa pria terjungkal. Grace mengibaskan sarung tangannya tepat pada wajah si pria pertama, pria itu mengerang kesakitan. Beberapa pria lain terjatuh dan terjungkal akibat pukulan dan tendangan Grace.
“Sial! Terbuat dari apa sarung tangan itu?” Ucap si pria pertama sambil mengusap pipinya yang terlihat memar hitam. Grace tersenyum.
“Oh, Sarung tangan ini terbuat dari kulit asli. Dan….” Grace mengeluarkan sesuatu dari dalam sarung tangan itu. Baud-baud berjatuhan dari dalamnya. Pria itu terlihat benar-benar terkejut.
“Dasar Gila! Kau memasukkan banyak baud kedalamnya! Pantas saja sakit!” Dia mengelus pipinya sambil meringis. Grace menghajar lagi pria-pria itu hingga mereka tak berkutik dan hilang kesadaran, kecuali si pria pertama yang terlihat terdesak dan berjalan mundur.
“Katakan, dimana Maria?” Grace mengibaskan sarung tangannya dengan santai. Pria itu ketakutan.
“Aku… aku tidak bisa mengatakannya. Ku mohon… lepaskan aku…” Pria itu berlutut dan hampir menangis. Grace mendekat, baru saja Grace ingin menghajarnya, sebuah suara membuatnya berhenti.
“Hey, sudah cukup. Mereka sudah tidak berkutik. Kenapa kau mencariku?” Ucap suara itu. Grace menoleh, menatap sosok yang ada dibelakangnya. Ia menatap sosok itu dari ujung kaki ke ujung rambut. Sosok itu berambut ombak, tubuhnya tinggi semampai, kulitnya sawo matang. Bibirnya yang tebal dipoles lipstik berwarna menyala. Bulu mata palsunya yang panjang membuat setiap kedipannya seolah slow motion. Grace mengangkat alisnya.
“Kau… Maria?”
to the next part.