*The previous chapter: #FixzySukabumi: (Chapter 1): Bajingan Bertato Ular
———————————–
Grace, wanita pembunuh bayaran paling ditakuti di New York mencari lelaki bertato ular yang telah membunuh adik dan ibunya. Dunia hitam New York dibuatnya kalang kabut, tak satu pun bajingan di kota berjuluk Big Apple itu lepas dari angkara murka bernama Grace.
———————————–
“Richard, apa kau sudah menemukan informasi yang aku butuhkan?” Grace menepuk sesosok pria tinggi bertubuh atletis yang sedang duduk dan makan siang di Moneeta de La Caffe.
“Kau boleh memanggilku Inspektur Richard, Nona,” ucap pria itu sambil tersenyum jahil.
“Ya, terserah kau saja, Inspektur Richard,” Grace menarik sebuah kursi di depan Richard, lalu menatap wajah sahabatnya itu.
“Em, bisakah kita makan dahulu? Aku sangat lapar setelah berpatroli.” Richard menyantap makanan yang ada di depannya dengan lahap, beef burger jumbo dengan ekstra keju. Grace terlihat mual dibuatnya.
“Apa kau terbiasa makan siang dengan makanan itu? Aku rasa itu tidak sehat,” Grace mengernyitkan keningnya dan menelan ludah.
“Aku berbeda denganmu, Grace. Kau terbiasa makan salad dan makanan sehat lainnya. Sementara aku, biasa makan makanan penuh lemak,” Richard terus melahap makan siangnya hingga tak tersisa.
“Kau salah, aku juga suka junk food. Tapi tidak segila kau,” Grace menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. Ia mengeluarkan ponselnya, lalu terlihat memotret Richard yang melahap burger itu dengan gigitan besar.
“Hentikan itu! Apa kau akan meng-upload fotoku saat makan ke akun media sosialmu?” Richard mencibir sambil mengunyah potongan burger di mulutnya.
“Tidak, hanya pengingat saja, bahwa aku harus berpikir dua kali untuk mengajakmu makan di luar. Karena mungkin saja kau akan menguras dompetku,” seloroh Grace membuat Richard terbahak.
“Dasar gila! Oh, aku menemukan beberapa informasi untukmu,” Richard mengeluarkan sebuah buku catatan kecil kumal dari dalam saku seragamnya. Ia menyerahkan buku itu dengan tangan yang penuh minyak dan saus. Grace memandangnya dengan jijik.
“Hei, inspektur. Kau baru saja menyentuh burgermu itu. Dan kau menyerahkan catatan kumal mu itu dengan tangan yang kotor,” Grace tersenyum sinis. Richard terbahak dan hampir tersedak.
“Maaf dokter Grace, aku lupa.” Richard mengambil tissue lalu mengelap tangan dan buku catatannya, lalu menyerahkan buku itu pada Grace.
“Apa yang kau temukan?” Grace mengambil buku itu lalu membuka setiap halamannya. Ia menemukan sebuah catatan yang ditulis dengan ballpoint merah.
“Ada beberapa kartel yang mengaku bertanggung jawab akan peristiwa penembakan di Central Park sepuluh tahun lalu. Kau bisa melihatnya di situ. Aku sengaja menggunakan tinta merah agar memudahkanmu membedakannya,” Richard selesai melahap makanannya. Ia mengelap mulutnya yang kotor, lalu meminum segelas kopi American Latte.
“Lalu, menurutmu. Siapa di antara mereka, yang memiliki kemungkinan besar bertanggung jawab atas insiden itu?” Grace terus melihat tulisan di buku itu, menelusuri setiap nama, lalu mengambil ballpoint yang ada di saku celananya, dan mencoret-coret catatan itu.
“Entahlah, tapi yang aku tahu. Kartel Domingo dan Kartel Bonnas memiliki catatan kejahatan yang luar biasa panjang. Selain itu, mereka juga terlibat beberapa kejadian besar,” ujar Richard menatap Grace serius.
“Apa kau menemukan rekaman CCTV bukti kejadian itu?” Grace mengangkat wajahnya dan menatap Richard. Selama beberapa saat, mata mereka beradu. Richard membuang muka.
“Iya, aku menemukannya. Tapi…”
“Tapi?” Grace mencondongkan tubuhnya ke depan.
“Tidak ada ‘pria dengan tato ular di belakang kepalanya.’ Aku yakin kau salah lihat,” Richard kembali menenggak kopinya. Ia tidak berani menatap Grace.
“Kau bohong! Tatap aku saat kau bicara!” Grace membentak Richard yang terlihat shock. Orang-orang di sekeliling mereka tampak terkejut. Namun Grace tidak peduli.
“Aku tidak bisa membohongimu. Tapi aku juga tidak bisa membocorkan informasi secara gamblang. Kau harus tahu posisiku. Ada satu rekaman yang memperlihatkan saat di mana ibumu dibunuh. Dan wajah pria itu juga terlihat jelas di sana. Tapi, identitas pria itu tidak ada dalam data sistem. Ada dua kemungkinan. Satu, ada yang menghapus data pria itu dari sistem. Yang kedua, pria itu memang tidak terdata di dalam database mana pun. Bahkan kami telah meminta data dari luar negeri. Tapi nihil,” Richard menghela napas panjang.
Richard menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. Wajahnya tampak lesu dan putus asa. Ia sekarang terlihat lebih tertekan.
“Baiklah. Itu sudah cukup untukku. Akan kucari data itu sendiri, aku tidak akan menarikmu terlalu jauh dalam masalahku. Sekarang, katakan. Di mana informanmu berada?” Grace menyobek catatan dari buku Richard, lalu memasukkannya ke dalam kantong celananya. Richard terpaku menatapnya.
“Informan? Informan yang mana?” Richard terlihat sedikit salah tingkah.
“Aku yakin kau tahu yang mana. Jangan sampai aku mengacaukan sistem keamanan di NYPD Richard. Itu akan membuatmu kesulitan,” Grace tersenyum sinis.
Richard gugup. “Baiklah. Tapi ini rahasia kita. Janji?” Richard menatap Grace tajam. Grace mengangguk. Richard mengeluarkan penanya, lalu menuliskan sesuatu di kertas yang dia sobek dari buku catatan. Ia melipatnya, lalu memberikannya pada Grace.
“Terima kasih, teman. Satu hal yang harus kau ingat. Jangan pernah menghalangi ataupun masuk ke dalam urusanku jika kau tidak ingin kuhancurkan,” Grace menyeringai, menampakkan giginya yang berderet rapi. Matanya yang tajam menatap Richard dingin.
Richard terkesima, Ia tidak pernah melihat ekspresi Grace yang menyeramkan seperti yang dilihatnya saat ini. Ia mengenal Grace lama. Ia tahu Grace memiliki sifat keras kepala dan pemarah. Tapi kini, ia melihat sisi lain dari sahabatnya itu.
Sisi gelap yang membuat bulu kuduknya berdiri, sisi gelap yang ia tahu akan membuat banyak orang bertekuk lutut dan takut. Sisi gelap seorang lady of black!
*Til next part: #FixzySukabumi: Bajingan Bertato Ular (Chapter 3): Informan 1, Rico Esteban