Dua pelajar SMP dan satu masih duduk di bangku sekolah dasar.
Membanggakan, tiga pelajar (dua pelajar SMP dan satu masih duduk di bangku sekolah dasar) asal Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, bisa membawa pulang medali dari ajang bergengsi tingkat nasonal, Tarung Bebas Indonesia, yang digelar di Purbalingga, Jawa Tengah.
Nah, biar gak penasaran, siapa saja mereka dan apa itu beladiri Tarung Bebas? Berikut lima infonya, Gaess.
1. Apaan tuh Tarung Bebas?
Di Indonesia, sudah lama dikenal bela diri Tarung Bebas Genggong, atau Lebih dikenal Tarung Bebas. Olahraga beladiri ini menampilkan dua orang partisipan dengan berat sepadan yang ditentukan leh wasit, keduanya bertanding satu sama lain.
Disebut Tarung Bebas Genggong karena seni beladiri ini berasal dari daerah Genggong yang terletak di Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, dan sudah menjadi tradisi warga setempat.
Layaknya tinju bebas, peserta saling baku hantam tanpa pelindung, namun tidak ada dendam. Peserta saling baku hantam di atas arena yang dilengkapi ring setinggi dua meter, dan para pendekar Jawa Timur menjadi wasitnya.
Istilah Tarung Bebas Genggong dikenal secara luas di Indonesia, akan tetapi khusus di Genggong, Jawa Timur, istilah yang digunakan adalah Tarung Bebas.
2. Sejarah panjang Tarung Bebas dunia
Sedangkan di dunia, mengacu pada satu kultur pendahulu: vale tudo. Ini adalah pertarungan gaya bebas di Brasil. Namun, para penggemar tarung bebas harus berterimakasih kepada Mitsuyo Maeda. Pada awal 1900-an, Maeda pergi keliling dunia untuk menunjukkan dan menyebarkan judo dengan menantang para petarung lintas aliran. Mulai dari petinju, pegulat, hingga atlet savate.
Maeda tiba di Brasil pada November 1914. Dia tampil dalam kelompok sirkus Queirolo Brothers. Di sana, Maeda bertemu dengan Gastao Gracie, seorang pebisnis. Mereka kemudian berkawan. Perkawanan itu berlanjut saat Carlos Gracie, anak tertua Gastao, memutuskan untuk belajar judo pada Maeda.
Carlos kemudian mengembangkan gaya jiu-jitsu sendiri dan mengajarkannya pada adiknya, George dan Helio. Kemudian George dan Helio yang kemudian menyebarkan jiu-jitsu keluarga Gracie. Carlos dan Helio kemudian membuka akademi jiu-jitsu dan terus mengembangkan gaya bertarung mereka sendiri. Mereka lantas menerbitkan “Tantangan Gracie”, sebuah iklan di berbagai koran Rio de Janeiro. Iklan dengan disertai foto Carlos memandang remeh pembaca, dan tulisan: kalau kamu ingin patah tangan, atau patah rusuk, hubungi Carlos Gracie di nomor ini.”
Maka mulailah apa yang dikenal sebagai awal mula industri tarung bebas. Iklan tersebut sukses menarik minat dan ego banyak petarung tinju, gulat, karate, hingga capoeira.
BACA JUGA:
Cegah aksi vandalisme, pelajar SMP Necis Sukabumi bikin karya mural keren
Keren Gengs, ada yang beda dalam 2nd Anniversary AXS Sukabumi Raya
Mulai silat sampai muay thai, ini 5 info komunitas MMA di Sukabumi
3. Olahraga masa depan
Pada dekade 1970-an, Rorion Gracie, anak tertua Helio, pergi ke California, Amerika Serikat untuk menyebarkan jiu-jitsu. Hingga 1989, Rorin sudah memiliki 630 kelas privat.
Terinspirasi Tantangan Gracie, dia bekerjasama dengan Art Davie dan John Milius untuk membuat ajang Ultimate Fighting Championship (UFC). Ajang pertama yang mereka buat adalah UFC 1: The Beginning, dihelat di Denver, Colorado, pada 12 November 1993.
Ajang pertama ini berformat 8 orang petarung yang saling mengalahkan. Juaranya mendapatkan hadiah 50 ribu dolar. Ajang pertama ini tak memakai ukuran berat badan, tanpa ronde, tanpa sarung tangan (walau boleh memakainya), tanpa time out, dan tanpa juri. Hanya ada dua peraturan: tak boleh menggigit, atau menculek mata. Pertandingan hanya berakhir oleh kuncian, KO, atau menyerah.
Pertandingan pertama ini diikuti Gerard Gordeau (savate), Teila Tuli (sumo), Kevin Rosier (kickboxing), Zane Frazier (kempo), Royce Gracie (Brazilian Jiu-jitsu), Art Jimmerson (tinju), Ken Shamrock (shootfighting), dan Patrick Smith (taekwondo). Di final, Royce Gracie berhasil menang melawan Gerard Gordeau melalui kuncian leher pada menit 1 detik 44.
Ajang pertama ini sukses besar, ditonton langsung oleh sekitar 7.500 penonton, dan disaksikan pelanggan pay-per-view sebanyak 86 ribu penonton. Kini, UFC berkembang makin pesat. Di dunia tarung bebas, ia adalah yang terbesar dan ditayangkan di 158 negara.
Walaupun disebut yang terbesar, tapi UFC tak sendirian dalam industri tarung bebas. Menurut situs Tapology, ada ratusan promotor MMA (mixed martial art) di seluruh dunia, seperti Bellator (Amerika Serikat), dan di Asia ada One Championship yang bermarkas di Singapura.
Tarung Bebas ini tak terbatas untuk lelaki saja, perempuan pun boleh ambil bagian. Di AS, ada Invicta Fighting Championship, promotor yang khusus mengadakan pertandingan petarung perempuan. Di UFC sendiri, terdapat 59 petarung perempuan (per Maret 2016), masih kalah jumlah dibanding petarung lelaki, 514 orang. Karena jumlahnya yang sedikit itulah, petarung perempuan punya kesempatan besar untuk terkenal. Contohnya Ronda Rousey yang terlibat dalam sebuah film produksi Hollywood, dan dibayar sama mahal dengan Conor McGregor.
Ke depan, tarung bebas akan terus berkembang. Sekarang, ajang ini dianggap sebagai pertandingan olahraga dengan perkembangan terpesat di dunia.
4. Purbalingga menjadi tuan rumah tarung bebas pertama di Indonesia
Purbalingga menjadi tuan rumah penyelenggaraan kejuaraan nasional (Kejurnas) tarung bebas untuk pertama kali di Indonesia. Kejuaraan yang dimulai Sabtu (8/12/2018) di hall utama Owabong itu mempertandingkan empat kelas dan diikuti atlet dari 20 provinsi.
Kejuaraan tarung bebas tingkat nasional ini diikuti 95 atlet dari berbagai kelas. Sehari sebelumnya, TBI melakukan musyawarah nasional (Munas) di obyek wisata Baturaden Banyumas, Jawa Tengah.
5. Pelajar Cicurug meraih prestasi di tingkat nasional
Pada Kejurnas Tarung Bebas Indonesia yang digelar di Purbalingga tersebut, tiga atlet belia asal Cicurug, Kabupaten Sukabumi, sukses meraih prestasi dan membawa pulang medali. Demikian dikemukakan pelatih Tarung Bebas yang juga seorang guru di SD Negeri Lebak Pasar, Kelurahan/Kecamatan Cicurug, Ismail Sumapraja.
Ketiga atlet tersebut adalah, (1) Hamim Sunanta (10 tahun) pelajar SD Negeri Lebak Pasar Cicurug yang sukses menyabet medali Perak Pra Junior A Kelas 32 Kg, (2) Ikhwan Faiz (13) Pelajar SMP Negeri 1 Cicurug, ia meraih medali Prak Pra Junior B Kelas 56 Kg, dan (3) Ayu Siti Khodijah (13) pelajar SMP Negeri 2 Cicurug, yang juga meraih medali Perak Pra Junior B Kelas 45 Kg.
Wah, keren ya Gaess. Biarpun masih belia, bukan halangan meraih prestasi di tingkat nasional. (dari berbagai sumber)