Di panti sosial Phalamarta Cibadak ada sekitar 243 “orang gila” yang terdata.
Belakangan muncul pro-kontra perihal Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) alias gila yang mempunyai hak pilih pada pemilu 2019 nanti. Bagaimana bisa orang gila mempunyai hak pilih? Akalnya saja tak sehat. Jangan-jangan nanti suaranya dimanipulasi untuk memenangkan salah satu calon presiden. Demikian suara sumbang perihal hak pilih ODGJ.
Nah, sebenarnya bagaimana duduk perkara sebenarnya. Orang membayangkan orang gila yang berkeliaran di jalan bakal ikut pemilu. Betulkah? Berikut lima fakta perihal kabar yang menjadi polemik di kalangan masyarakat tersebut.
1. KPU Kota dan Kabupaten Sukabumi siap data ODGJ
Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah, termasuk Kota dan Kabupaten Sukabumi, dijadwalkan melakukan pendataan ODGJ untuk keperluan kelengkapat DPT (Daftar Pemilih Tetap). Komisioner KPU Kota Sukabumi, Harlan Awaludin Kahar mengakui pihaknya telah mendapat data ODGJ di Kota Sukabumi. “Kami sudah melakukan pendataan, yang masuk pada kategori difable lainnya di Kota Sukabumi ada 99 orang dan sudah masuk DPHP-2,” tutur Harlan.
2. Tak semua ODGJ bisa memilih
Nah, ini yang menjadi sumber salah faham. Tak semua ODGJ mempunyai hak pilih lho Gaess. Orang gila yang berkeliaran di jalan sudah pasti tidak mempunyai hak pilih. Harlan menjelaskan ODGJ yang bisa diberikan hak pilih adalah yang dimungkinkan bisa sembuh pada hari H (pencoblosan) atau ODGJ dalam kategori difabel lainnya, seperti penderita stress berat, atau depresi.
Selain itu, hanya ODGJ yang ber-KTP saja yang punya hak pilih. “ODGJ tersebut juga harus memiliki KTP elektronik atau sudah melakukan perekaman data untuk KTP elektronik. Memiliki persyaratan sebagai warga negara pemegang hak pilih sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 4 PKPU nomor 11 Tahun 2018 tentang penyusunan daftar pemilih di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilu,” ujar Harlan seperti dikutip dari kepada sukabumiupdate.com.
Jadi, jangan salah faham ya, Gaess.
BACA JUGA:
Gen Y Sukabumi, biar suaramu gak percuma, kenali 5 partai yang diprediksi lolos PT
5 alasan munculnya tuntutan Jampang mekar dari Kabupaten Sukabumi
#Infografis: Pemilu 2014 Prabowo menang telak, tapi Sukabumi bukan basis Gerindra
3. Pasal 4 PKPU nomor 11 Tahun 2018
Lebih lanjut Harlan menjelaskan, pendataan ODGJ untuk Pemilu 2019 didorong oleh semangat melindungi hak pilih tanpa membeda-bedakan.
Nih, simak lagi bunyi pasal di atas ya Gaess, yaitu perihal persyaratan yang harus dipenuhi pemilih, berusia minimal 17 tahun atau sudah/pernah menikah pada saat hari pencoblosan, tidak sedang terganggu jiwa atau ingatannya, tidak sedang dicabut hak pilihnya, berdomisili di wilayah administratif pemilih yang dibuktikan dengan KTP elektronik, dan tidak sedang menjadi anggota TNI/Polri.
4. ODGJ di Phalamarta lebih dari 243 orang
Sementara itu, hal Kasubag Program dan Data KPU Kabupaten Sukabumi, Asep Azhar Hidayatullah menjelaskan pihaknya sudah melakukan pendataan ODGJ ke panti sosial Phalamarta di Kecamatan Cibadak.
”Kalau yang dimaksud gangguan jiwa adalah tuna grahita (keterbelakangan mental), ada di data kita sebanyak 243 orang. Itu pun yang keluarganya tidak keberatan mengakui mereka sebagai tuna grahita. Faktanya, lebih banyak keluarganya ingin status tuna grahitanya dirahasiakan,” jelasnya.
Pihak Asep menyatakan belum memilah ada berapa jumlah ODGJ di Kabupaten Sukabumi yang sesuai ketentuan diperbolehkan memilih pada pemilu 2019.
5. Penjelasan KPU Pusat
Lalu apa penjelasan KPU perihal isu yang menjadi pro-kontra ini? KPU Pusat berdalih menjalankan dan mematuhi putusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Kontitusi (MK). “Pada prinsipnya disability tetap dilayani, apapun jenis disability,” kata Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari seperti dikutip dari Antara.
Hasyim melanjutkan, khusus untuk disabilitas mental (sakit jiwa) tetap didaftar sebagai pemilih. Hanya saja penggunaan hak pilih disesuaian dengan hari H pemungutan suara berdasarkan rekomendasi dokter yang merawatnya. Jika pada hari H yang bersangkutan dalam kondisi ‘waras’ maka, mendapatkan hak pilihnya, demikian juga sebaliknya.
Selain itu, Hasyim menambahkan penyandang disabilitas mental yang memungkinkan didaftar adalah hanya yang berada di rumah berkumpul bersama keluarga atau sedang dirawat di Rumah Sakit Jiwa atau panti-panti yang sejenisnya. Itu berarti tak memasukkan orang gila yang berkeliaran di jalan di dalamnya.
Nah, begitu Gaess penjelasannya. Jelas ya, jangan gagal faham lagi, ya. (dari berbagai sumber)