Kolaborasi semua stakeholder adalah keniscayaan.
Nah, Gengs, sebagaimana sudah dijelas pada tulisan pertama, Tatkala Hatta dan Sjahrir memprediksi kehancuran Hindia Belanda dari Sukabumi, bahwa Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Bung Hatta, dan pahlawan nasional, Sutan Sjahrir memang pernah dibuang ke Sukabumi.
Sebuah rumah di Jl. Bhayangkara No. 156 A, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi, tempat di mana Hatta dan Sjahrir diasingkan, masih terlihat kokoh hingga kini. Sebuah bangunan berbentuk mirror khas era kolonial dengan model arsitektur perpaduan antara Eropa dan rumah tradisional Sunda.
Sekilas, gen XYZ Sukabumi pasti tidak akan menyangka jika rumah bercat warna krem dan coklat itu, pernah ditinggali dua tokoh besar Indonesia pada era kolonial Belanda dan Jepang.
Namun, untuk menjadikannya sebagai saksi sejarah yang mampu memvisualisasikan sejarah pergerakan melawan penjajah di masa lalu, masih jauh dari harapan.
Biar lebih jelas, simak yuk lima catatan berikut.
1. Kondisi rumah tahanan Hatta dan Sjahrir saat ini
Rumah tersebut masih terlihat berdiri kokoh, seolah menegaskan bahwa pernah menaungi kehadiran dua tokoh besar dan pahlawan kemerdekaan. Namun, untuk saat ini belum bisa bercerita banyak jika dijadikan tempat bersejarah yang layak dikunjungi baik wisatawan maupun pemerhari kesejarahan.
“Kondisi rumah masih terlihat baik meski ada beberapa bagian seperti genteng memerlukan perbaikan, dan interior rumah yang kosong, sehingga memerlukan pembenahan di sana-sini karena tak ada yang bisa dinikmati,” jelas Ketua Relawan Pelestari Cagar Budaya (RPCB) Kipahare Yepsa Dhinanty.
Hal tersebut disampaikan Yepsa di sela-sela kunjungannya berama wartawan majalah Historia Randy Wirayudha dan Komunitas Front Bekassi Beny Rusmawan. Pendapat Yepsa pun diamini oleh Randy.
2. Upaya melestarikan rumah tahanan
Dituturkan juru pelihara rumah, Mulyani, sudah pernah ada kajian mengenai pengembangan dan pemanfaatannya. Selain itu, masukan-masukan untuk pengembangan dan pemanfaatan juga sudah disampaikan, seperti sosialisasi, research centre, hingga kegiatan wisata di sekitar kawasan rumah tersebut.
Diakui Mulyani, satelah dibuat kajian, sudah terlihat adanya peningkatan program pemeliharaan sejak tahun 2018 lalu. Peningkatan dimaksud Mulyani adalah perbaikan dinding, perngecatan ulang eksterior dan interior ruangan, perbaikan atap, toilet, dan penyediaan listrik dan air.
BACA JUGA:
Pesepakbola, gitaris, pilot, hingga ekonom, ini 5 tokoh Sukabumi dikenal di mancanegara
Satu jam menelusuri lorong gelap Sukabumi masa lampau di Museum Barbeque Kipahare
Transformasi lambang Kota Sukabumi dari era Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka
3. Perlu penataan interior
Meskipun bangunan rumah relatif terawat, namun mengingat yang pernah mengisi saat itu adalah seorang inspektur Belanda, dan kemudian dua tokoh besar nasional, bisa dipastikan bahwa perabotan di dalam bangunan berbentuk mirror atau twin ini serba lengkap.
“Selain perabotan rumah, ada juga radio dan buku-buku yang dibawa Hatta dan Sjahrir. Seharusnya barang-barang tersebut diadakan kembali, minimal dalam bentuk replika disertai keterangan. Bahkan bisa juga diadakan diskusi berkala di tempat tersebut supaya menarik pengunjung,” papar Beny.
4. Harus terus ditindaklanjuti
Senada dengan Beny, Kepala Unit Pengembangan dan Pemanfaatan Balai Cagar Budaya Banten Swedhi Hananta mengatakan, pengembangan dan pemanfaatan rumah bersejarah tersebut masih memerlukan proses.
“Saat ini sosialisasi melalui leaflet sudah dilakukan. Namun, perlu ditindaklanjuti kerjasama sebelumnya antara Relawan Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Pusat, Setukpa Polri, dan Pemerintah Kota Sukabumi, agar upaya pengembangan dan pemanfaatannya bisa maksimal,” jelasnya.
Kerjasama dimaksud Swedhi adalah tindaklanjut pertemuan antara pihak RPCB Kipahare, Soekaboemi Heritages, dan Stukpa Polri yang digelar pada 29 Maret 2018 yang lalu.
5. Kolaborasi semua stakeholder adalah keniscayaan
Dalam pengembangan dan pemanfaatannya, Yepsa menyebut bahwa banyak hal bisa dimaksimalkan, seperti melakukan kolaborasi dengan komunitas lokal seperti RPCB Kipahare dan Soekaboemi Heritages. “Kendala saat ini seperti kurangnya referensi mengenai perabotan dan kondisi rumah saat itu, bisa dibantu dengan data-data yang dimiliki komunitas. Bahkan, komunitas juga bisa dilibatkan dalam membuat replika berbagai perabotan.”
Kolaborasi antara pengelola dan komunitas, sebut Yepsa, termasuk saat menerima kunjungan tamu. “Misalnya pernah datang 700 orang siswa, sebenarnya kan bisa meminta bantuan anggota komunitas untuk memandu dan menjelaskan tentang sejarah dan peran pentingnya keberadaaan rumah tersebut dalam proses memberjuangkan kemerdekaan Indonesia.”
Diakui Yepsa, RPCB Kipahare selalu terbuka untuk berpartisipasi dalam upaya melestarikan dan memanfaatkan setiap cagar budaya yang ada di Sukabumi. Ia juga memberi contoh saat Yayasan Dapuran Kipahare menyumbangkan beberapa buku seperti Pembuangan Hatta dan Sjahrir di Sukabumi sebagai panduan juru pelihara rumah dalam memberikan penjelasan kepada pengunjung.
“Saat ini komunitas lokal yang ada memang concern untuk menggali dan mengangkat kembali sejarah Sukabumi yang terlewatkan dalam lembaran catatan sejarah nasional. “Banyak buku sejarah yang tidak mencantumkan masa pembuangan Hatta dan Sjahrir ini di Sukabumi. Padahal dalam durasi pendek masa pembuangan dua tokoh nasional tersebut, sarat dengan nilai sejarah, sehingga layak disebut sejarah kecil atau bahkan coretan masa perjuangan yang memiliki gema begitu besar,” pungkas Yepsa.
Hmm… Apresiasi tinggi untuk RPCB, Soekaboemi Heritages, dan pihak Stukpa Polri ya, Gengs. Upaya mereka melestarikan rumah bersejarah tersebut tentu sangat diharapkan warga Sukabumi, mengingat di rumah tersebutlah sepercik dari cerita panjang perjuangan kemerdekaan republik yang kita cintai ini pernah dirumuskan.