Munculnya ubur-ubur di pantai-pantai Sukabumi yang saat liburan Lebaran membuat puluhan wisatawan terluka adalah salah satu tanda datangnya musim kemarau.
Saat musim penghujan lalu, di Sukabumi banyak terjadi bencana seperti banjir, longsor, puting beliung, dan lain-lain. Kini, wilayah Sukabumi (Kota dan Kabupaten) sudah mulai memasuki musim kemarau, dan ancaman bencana lainnya mulai mengintip. Salah satu bencana yang sudah mulai diwaspadai pemerintah daerah adalah kekeringan.
Mesti aware ya Gaess, faktanya Sukabumi kita ini memang banyak terdapat potensi bencana, baik di musim penghujan maupun musim kemarau. Kuy kita terus jaga kewaspadaan, di antaranya dengan menyimak lima info berikut yang dirangkum Sukabumixyz.com dari berbagai sumber.
[1] Ubur-ubur muncul, tanda musim kemarau telah tiba
Saat liburan Lebaran lalu, ada peristiwa munculnya ubur-ubur di berbagai pantai Sukabumi, terutama di kawasan Pelabuan Ratu. Akibatnya, puluhan wisatawan tersengat ubur-ubur saat berenang di tepian pantai. Rupanya, kemunculan ubur-ubur di tepian pantai itu merupoakan salah satu tanda alam telah memasuki musim kemarau.
Menurut Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi, kemunculan ubur-ubur secara massif menandakan masuknya musim kemarau. “Fenomena ini memang biasa terjadi pada bulan Juni dan Juli,” terang Brahmantya, Senin (10 Juni) seperti dikutip dari Antara.
Brahmantya juga menambahkan fenomena kemunculan ubur-ubur ini juga ada di sepanjang pantai Selatan Jawa mulai dari Yogyakarta, Kebumen, Cilacap, dan Lebak (Bagedur, Sawarna, dan Binuangeun).
[2] Musim kemarau tiba, waspada kekeringan
Datangnya musim kemarau di wilayah Sukabumi sudah menjadi perhatian pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) baik di lingkup Kota maupun Kabupaten. Untuk BPBD Kota, pihaknya menegaskan mulai mewaspadai ancaman musim kemarau.
“Kami sudah mempersiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau,” ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Sukabumi, Zulkarnain Barhami, Rabu (12 Juni) seperti dikutip dari Republika.co.id.
Salah satu langkah yang sudah dilakukan BPBD Kota adalah dengan memetakan kawasan yang rawan kesulitan air bersih dan sarana pengairan untuk areal pertanian. Menurut Zulkarnain, kawasan yang rawan kesulitan air bersih ini didasarkan pada pengalaman musim kemarau tahun-tahun sebelumnya.
Tercatat ada belasan kelurahan yang rawan mengalami kekeringan. Di antaranya di Kelurahan Cisarua di Kecamatan Cikole, Kelurahan/Kecamatan Gunungpuyuh, Kelurahan Karamat dan Kelurahan Karang Tengah di Kecamatan Gunungpuyuh. Selain itu Kelurahan Sukakarya Kecamatan Warudoyong, Kelurahan Nanggeleng dan Cikondang di Kecamatan Citamiang, Kelurahan Baros dan Jayamekar di Kecamatan Baros, Kelurahan Babakan, Cibeureum Hilir dan Sindangpalay di Kecamatan Cibeureum, serta Kelurahan Cipanengah, Sindangsari dan Cikundul di Kecamatan Lembursitu.
Editor’s Picks:
Petani Sukabumi bisa klaim asuransi AUTP karena 5 dampak kekeringan
Kabupaten Sukabumi darurat kekeringan, ini 5 infonya Gaess
[3] Sekira 36 desa di Kabupaten terancam kekeringan
Lalu bagaimana dengan Kabupaten yang wilayahnya lebih luas? Menurut data dari BPBD Kabupaten, memasuki musim kemarau 2019 beberapa Kecamatan di Kabupaten Sukabumi mengalami darurat kekeringan dan air bersih.
Perkiraan BPBD Kabupaten ada sebanyak delapan kecamatan, 36 desa dan 100 kemandoran darurat kekeringan. Delapan kecamatan itu di antarannya, Kecamatan Cibadak, Nagrak, Gunugguruh, Warungkiara, Bantargadung, Palabuhanratu, Cikembar, dan Cicurug.
“Pengalaman dari tahun sebelumnya wilayah tersebut disuplai air bersih jika memasuki musim kemarau,” kata Kasi Kedaruratan BPBD Kabupaten Sukabumi, Eka Widyaman, Rabu (12 Juni) seperti dikutip dari Sukabumiupdate.com.
[4] Sawah kering, petani tanam semangka
Memasuki musim kemarau, beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi mulai terkendala pasokan air,s alah satunya di kecamatan Jampankulon. Seperti yang terjadi di Desa Ciwaru dan Desa Mekarsakti, Kecamatan Ciemas, puluhan hektar tanaman padi terancam kekeringan. Kepala UPTD Dinas Pertanian wilayah VI Jampankulon, Yaya Kuswaya membenarkan adanya tanaman padi yang terancam kekeringan.
“Kami sudah turun ke lokasi, sekitar 99 hakter tanaman padi usia 45 hari kekurangan pasokan air,” ujarnya seperti dikutip dari Sukabumiupdate.com, Rabu (12 Juni). Jumlah tersebut tambah Yaya, terbagi di blok Tegal Sumur, Desa Ciwaru dan wilayah Gapoktan Babakan Tani Desa Mekarsakti, Kecamatan Ciemas.
Adapun lahan pesawahan yang lainnya tidak ditanam padi, melainkan buah semangka. ”Cuaca di selatan Sukabumi sudah terasa panas sejak bulan puasa lalu hingga setelah Lebaran,” ujar Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Surade H Sahlan seperti dikutip dari Republika.co.id, Rabu (12 Juni).
Peralihan ini kata Sahlan, dilakukan untuk mengantisipasi dampak kekeringan akibat kemarau yang mulai terasa di selatan Sukabumi. Bila tetap menanam padi dikhawatirkan akan kesulitan mendapatkan pengairan.
Terlebih lanjut Sahlan, mayoritas lahan pertanian di selatan termasuk sawah tadah hujan. Dalam artian lahan tersebut sangat mengandalkan guyuran hujan untuk mengairi areal persawahan. Sehingga sejak awal puasa petani sudah menanam palawija khususnya semangka. Tanaman semangka lebih sedikit membutuhkan pasokan air bila dibandingkan dengan padi.
[5] Waspadai penyakit-penyakit di musim kemarau
Musim kemarau juga dipastikan akan memengaruhi masyarakat. Warga pun dihimbau mewaspadai penurunan daya tahan tubuh dan mewaspadai empat jenis penyakit betikut, yakni malaria, diare, heat stroke dan dehidrasi.
Cuaca yang panas biasanya akan menurunkan daya tahan tubuh. Selanjutnya, virus-virus pembawa penyakit akan mendapatkan pintu masuk menyerang tubuh manusia. Selain itu, udara kering, sumber air berkurang, banyak lalat dan debu juga membuat orang mudah terserang penyakit. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang ditularkan dari nyamuk Anopheles, di mana populasi nyamuk tersebut dapat berkembang di daerah kering.
Untuk penyakit diare, biasanya diakibatkan oleh kekurangan sumber air bersih seperti sumur yang mengering. Sehingga sejumlah masyarakat terpaksa menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari yang tak layak digunakan. Karena kandungan bakteri e coli padi air sungai cukup tinggi, maka muncullah penyakit diare.
Selanjutnya penyakit heat stroke disebabkan oleh paparan yang berkepanjangan terhadap suhu tinggi dan/atau melakukan aktivitas berat dalam cuaca panas. Terakhir, penyakit dehidrasi biasanya disebabkan oleh asupan cairan yang kurang, faktor lainnya meliputi iklim, aktivitas fisik yang berlebihan.
So Gaess, kepada warga Sukabumi dihimbau untuk mengurangi aktivitas fisik yang berlebihan di luar ruangan saat musim kemarau. Jaga kesehatan selalu, ya!
[dari berbagai sumber]