DIRBS akan memindai nomor IMEI mana yang terdaftar di database dan tidak. Jika tidak terdaftar, ponsel dengan nomor IMEI tersebut dianggap ilegal.
Gaess, pemerintah kini tengah menunjukkan keseriusan memberantas penggunaan ponsel ilegal (BM, black market) di Indonesia. Regulasi yang mengatur pemblokiran ponsel BM tersebut akan ditandatangani. Regulasi tersebut berbentuk peraturan menteri (permen).
Pemerintah menargetkan mengesahkan regulasi untuk menekan angka peredaran ponsel black market (BM) di Indonesia. Nah, buat Gen XYZ Sukabumi gak gagal paham, simak kuy lima infonya.
[1] Tiga kementerian
Setidaknya tiga kementerian terlibat, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Perdagangan. Menurut Janu Suryanto, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, peraturan menteri tersebut bakal ditandatangani pada pertengahan Agustus 2019.
“Aturannya secara detail sedang dibuat. Tanggal 17 Agustus 2019 harus tanda tangan tiga peraturan menteri terkait pemblokiran lewat IMEI. Berdasarkan hasil rapat, segera dibentuk tim antarkementerian terkait pemblokiran lewat IMEI,” ungkap Janu dari KompasTekno, Rabu (3/7/2019).
[2] Mesin identifikasi ponsel BM
Kementerian Perindustrian sendiri memiliki sebuah mesin bernama Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) sebuah teknologi yang dikembangkan Qualcomm. Mesin ini dapat mengidentifikasi ponsel black market, dan bekerja menggunakan nomor unik International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang melekat di ponsel.
DIRBS akan memindai nomor IMEI mana yang terdaftar di database dan tidak. Jika tidak terdaftar, ponsel dengan nomor IMEI tersebut dianggap ilegal. Kementerian Kominfo kemudian akan meminta operator seluler memblokir jaringan ponsel BM.
[3] Mengenal DIRBS, mesin identifikasi ponsel BM
Mesin DIRBS merupakan platform open-source yang memiliki kemampuan mengidentifikasi, mendaftarkan, dan mengontrol akses jaringan seluler melalui deteksi nomor IMEI ponsel. Teknologi dikembangkan Qualcomm sebagai sumber terbuka untuk membantu pemerintah, regulator, dan pihak lainnya dalam upaya memerangi penyalahgunaan perangkat ilegal.
Mekanisme DIRBS memproses seluruh database perangkat yang menyertakan nomor IMEI. Database ini didapatkan dari berbagai pihak yang berkaitan. Beberapa di antaranya adalah database Global System for Mobile Communications (GSMA) selaku penerbit IMEI, sertifikasi Postel dari Kemkominfo, data TKDN dari Kemenperin, data impor dari Kemendag, dan data IMEI yang disimpan oleh operator seluler.
Sistem DIRBS juga mencatat data para pengguna, misalnya data individual (jika membeli ponsel dari luar negeri), hingga laporan perangkat yang hilang atau dicuri. Kemudian, setelah mengumpulkan data dari beberapa pihak tersebut, DIRBS melalukan pemrosesan dan melakukan pengecekan apakah ponsel itu ilegal atau tidak, berdasarkan nomor IMEI yang didapat.
Ketika seluruh database yang dikumpulkan dan diolah DIRBS cocok dan valid dengan nomor IMEI ponsel pengguna, maka perangkat mereka aman dari pemblokiran. Sebaliknya, jika nomor IMEI tidak cocok dengan database karena masuk lewat jalur BM, maka perangkat mereka akan diblokir dan tidak bisa tersambung ke jaringan operator seluler Indonesia.
Editor’s Picks:
Sendal bergerak hingga jaket untuk pesan pizza, 5 produk baru bikin Gen XYZ Sukabumi bengong
Roblox, game online anak tembus 90 juta user, 5 fakta gamer Sukabumi sudah tahu?
[4] Dampak negatif jangka pendek
Lembaga riset IDC Indonesia melihat kebijakan tersebut berpotensi memberi dampak negatif terhadap kosumen dalam jangka pendek. Menurut Risky Febrian, Market Analyst di IDC Indonesia, konsumen akan merasa bingung atau ragu soal perbedaan ponsel resmi dan ponsel BM. Ujung-ujungnya, angka penjualan bisa menurun.
“Dampak jangka pendek yang mungkin bisa terjadi juga adalah adanya penurunan permintaan di pasar. Konsumen awam akan cenderung takut untuk membeli smartphone.”
[5] Nasib ponsel BM yang dibeli sebelum 17 Agustus 2019
Nah, melalui akun Instagram resminya, Kemenperin menjawab beberapa pertanyaan yang ditanyakan seputar rencana pemblokiran tersebut. Salah satu pertanyaan, bagaimana nasib ponsel ilegal yang dibeli sebelum tanggal 17 Agustus 2019?
Kemenperin memastikan bahwa ponsel black market yang dimiliki sebelum 17 Agustus tidak langsung terblokir. Akan ada proses “pemutihan” dalam jangka waktu tertentu, dan regulasinya sedang disiapkan. Pemutihan adalah periode di mana pemilik ponsel BM bisa meregistrasikan nomor IMEI mereka ke database Kemenperin, sehingga ponsel mereka tidak terblokir setelah regulasi mulai diterapkan.
Lalu, bagaimana jika membeli ponsel di luar negeri setelah tanggal 17 Agustus tersebut. Menurut Kemenperin, setelah regulasi ditandatangani, pengguna tidak akan bisa menggunakan ponsel yang dibeli di luar negeri.
Namun, Gaess, Kemenperin meminta masyarakat tidak perlu panik dan terburu-buru mengecek nomor IMEI apakah terdaftar atau tidak. Pasalnya saat ini Kemenperin masih memersiapkan halaman tersebut.
[dari berbagai sumber]