Ada sedih dan bangga.
Sahila Muna Atalina, seorang gadis warga Kampung Cisarua RT 16/03, Desa Berekah, Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi. Ia tercatat sebagai mahasiswi Semester 4 di Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Nusa Putra.
Sahila menjadi volunteer di Taiwan, setelah lolos seleksi local committe yang diadakan oleh penyelenggara di Taiwan via online. Sebelum berangkat ke Taiwan, ia telah melalui tahapan seleksi dan memperoleh pelatihan Outgoing Preparation Seminar yang diadakan di Kampus IPB, Bogor.
Setelah tiba di Taiwan pada 6 Mei 2018 lalu, Sahila kembali diikutkan pada seminar Incoming Preparation. Setelah lolos semua tahapan, ia kini melakukan berbagai kegiatan di negeri yang juga popular dengan sebutan China Taipei itu. Dari mulai mengajar di sekolah dasar (SD) dari graduate 1-6 di dua sekolah yaitu, Dongxi Elementary School dan Xi-Shi Elementary School.
Kepada sukabumiXYZ.com, Jumat (8/6/2018) pagi, ia menceritakan lima perbedaan berpuasa di Taiwan dengan negaranya, Indonesia.
Berikut lima perbedaan tersebut menurut Sahila:
editor’s picks: Januari-Mei, sepuluh warga Kabupaten Sukabumi ditangkap polisi karena 5 kasus ini
[1] Durasi
“Perbedaan yang pertama, jelas masalah durasi atau waktu berpuasa. Di Taiwan berpuasa lebih lama dibandingkan di Indonesia. Tapi hal itu tidak mengurungkan niat saya untuk tetap menjalankan ibadah puasa,“ kata Sahila.
[2] Cuaca
Perbedaan kedua, adalah masalah cuaca. “Taiwan dengan Indonesia jelas cuacanya berbeda. Di Taiwan cuacanya lebih panas, jadi cukup berat juga menjalankan ibadah puasa di sini.”
[3] Tidak ada suara adzan
Nah, kalau yang ini bisa bikin kamu galau, Gaess. Gimana rasanya kalau berpuasa tapi gak pernah mendengar suara adzan? “Solusinya ya kita tinggal download aja aplikasi shalat dan jadwal buka puasa,” ungkap Sahila lagi.
editor’s picks: Mangkrak 18 tahun, ini 5 catatan jalan panjang pembangunan Tol Bocimi
[4] Banyak pertanyaan dan dianggap aneh
Karena warga Taiwan mayoritas penduduknya adalah non muslim, jangan heran kalau banyak yang nanya dan menganggap jika berpuasa yang dilakukan Sahila sebagai sesuatu yang aneh.
“Di sini mayoritas bukan Muslim. Meraka selalu menanyakan mengapa harus melakukan hal seperti ini (puasa-red)? Tetapi mereka sangat bangga kepada umat Muslim, karena mereka sadar belum tentu bisa melaukannya,” ujar gadis kelahiran Sukabumi pada 4 April 1999 itu.
[5] Banyak godaan
Nah, kata Sahila, Gaess, yang ini paling berat berpuasa di negara yang mayoritas non muslim itu adalah banyak godaannya. “Saat siang hari mereka bebas saja makan dan.”
Dan pada akhir perbincangan, Sahila mengaku sedih karena harus menjalani Puasa Ramadhan jauh dari keluarga. “Tapi di balik itu ada rasa bahagia karena mendapat pengalaman baru yang sangat berharga,” tandasnya.
Sahila juga mengatakan, ia menjadi relawan di Taiwan hingga 17 Juli 2018 yang akan datang.
Itu dia, Gaess, lima perbedaan berpuasa di negara Taiwan dan di Indonesia. Gimana, berminat nyobain berpuasa di sana?