Memori indah yang mereka ingat adalah rasa bahagia karena pernah pergi ke luar negeri dan bertemu banyak orang asing.
Gengs, tahukah kamu, sebuah grup musik asal Sukabumi sudah mendunia dan melanglang buana hingga ke Amerika Serikat, Perancis, dan Belanda. Ya, nama grup musik itu adalah Sari Oneng Parakansalak, kelompok gamelan dari Kecamtan Parakansalak, Kabupaten Sukabumi.
Tak hanya bermain musik, kelompok gamelan ini juga membawa misi untuk memperkenalkan komoditas dan budaya Nusantara. Hmmm, makanya janga heran , Gengs, jika hingga kini di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Eropa, gamelan sudah menjadi mat kuliah yang dipelajari.
Pada mulanya seperangkat gamelan dibeli Albert Walfare Holle untuk menghibur para pekerja perkebunan. Holle sendiri sangat lihai memainkan salah satu alat musik tersebut, rebab.
Namun, tak hanya menghibur, mereka juga ditugaskan membangun dan menjaga stand. Penasaran apa yang terjadi kemudian? Berikut lima infonya ya, Gengs.
1. Cicurug menjadi sentra kesenian
Para pemain gamelan Sari Oneng Parakansalak merupakan pekerja perkebunan yang juga memiliki tugas ganda, bekerja di perkebunan sekaligus bermain musik.
Saat itu wilayah Cicurug menjadi sentra kesenian terutama dalam musik dan tari tradisional sehingga bakat-bakat seni dengan mudah dikembangkan.
2. Iming-iming materi
Konon, pada awalnya personel gamelan Sari Oneng Parakansalak tidak mau ikut ke Eropa, sehingga untuk meyakinkan mereka, salah seorang personel kemudian dikirim ke Amsterdam dan tinggal untuk beberapa waktu.
Setelah kembali, ia kemudian menceritakan pengalaman manisnya tersebut kepada personel yang lain bahwa ia mendapat uang banyak di negeri bersalju itu. Ia juga meyakinan personel lain jika mereka bisa mendapatkan keuntungan materi jika mau ikut ke Eropa.
BACA JUGA:
Kolaborasi gen XYZ Sukabumi memuliakan pelaku, dan seni budaya leluhur
Upaya mengembalikan kemasyhuran Sari Oneng Parakansalak ke Sukabumi
3. Tak seindah yang digambarkan
Berkat bujuk rayu, akhirnya semua personel Sari Oneng mau berangkat, meskipun pada kenyataannya, setibanya di Benua Biru itu, tidaklah sesuai dengan yang diceritakan.
Saat peresmian menara Eiffel di Kota Paris, Perancis, mereka diminta bermain musik dan ditugaskan membangun dan menjaga stand.
4. Cerita Eliza
Eliza Ruhamah Scidmore (1856-1928) adalah seorang penulis wanita, fotografer dan ahli geografi dari Amerika Serikat yang melakukan penelitian menonton para pemain musik Sari Oneng Prakansalak saat manggung di World’s Columbian Exposition of Chicago tahun 1893.
Eliza tertarik untuk mengenal lebih jauh para pemain tersebut. Beberapa tahun kemudian dia mengunjungi Parakansalak. Mirisnya, ia menemukan fakta jika tugas ganda ternyata tidak mengangkat derajat hidup personel Sari Oneng sebagai pegawai perkebunan.
Kondisi mereka sangat memprihatinkan karena mereka merupakan pekerja kasar yang dibayar murah meskipun jam kerja panjang, dan tinggal di gubuk pekerja.
Memori indah yang mereka ingat adalah rasa bahagia karena pernah pergi ke luar negeri dan bertemu banyak orang asing, meskipun ternyata dibayar rendah. Bahkan, salah seorang dari mereka ada yang membawa pulang seekor kucing dari Chicago ke Parakansalak untuk dipelihara.
5. Mogok manggung di Belanda
Kondisi upah kecil ini sempat menyebabkan personel Sari Oneng melakukan pemogokan saat harus tampil di Dutch National Exhibition of Women’s Labour pada 1898. Pemogokan ini tercatat sebagai pemogokan pekerja Jawa pertama yang dicatat media.
Media-media belanda kemudian memberitakannya dengan gencar sehingga akhirnya pengelola membayarkan upah mereka lebh tinggi dan mencari dana kolektif dari orang-orang Belanda saat mengembalikan mereka ke Parakansalak.