Medsos jadi salah satu pemicu kasus perceraian kalangan PNS di Kabupaten Sukabumi. Waduh!!!
Kalau sudah tidak sejalan, sulit untuk mempertahankan pernikahan. Katanya begitu ya, Gaess! Maka, perceraian menjadi salah satu pilihan bagi pasangan suami istri (pasutri) yang menurut mereka, “sudah tidak sejalan.” Sayangnya, tak jarang -walau tak semua-, pasutri yang tadinya saling cinta menjadi saling benci. Hmm.
Nah, kondisi seperti itu berdampak pada tumbuh kembang anak hasil pernikahan si pasutri yang bercerai. Tak jarang anak dari pasutri yang bercerai atau yang biasa disebut anak broken home, menimbulkan masalah sosial lanjutan. Itulah mengapa masalah perceraian menjadi perhatian tersendiri, dalam hal ini pengadilan agama, sehingga dilakukan berbagai upaya untuk menekan angka perceraian.
FYI nih Gaess, dari data Pengadilan Agama Cibadak, Kabupaten Sukabumi, terungkap satu fakta menarik bahwa guru dan polisi mendominasi kasus perceraian di kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Untuk lengkapnya, berikut lima fakta dan informasi yang dirangkum sukabumixyz.com dari berbagai sumber.
[1] Guru dan polisi dominasi kasus perceraian
Fakta ini diungkapkan oleh Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cibadak Kabupaten Sukabumi, Ade Rinayanti seperti dikutip dari Radar Sukabumi, Jumat (21 Juni). “Kasus perceraian PNS ini, banyak dilakukan oleh lembaga dari pemda Kabupaten Sukabumi, seperti guru. Namun, ada juga sebagian dari lembaga Polri,” jelas Ade.
[2] Kasus perceraian di kalangan PNS Sukabumi menurun
Secara keseluruhan, Pengadilan Agama Cibadak mengungkapkan bahwa kasus perceraian di kalangan PNS di lingkungan Kabupaten Sukabumi mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu dalam periode yang sama, Januari-Mei.
Dari data sejak Januari sampai Mei 2019 terdapat 18 kasus PNS yang melakukan perceraian. Jumlah tersebut lebih sedikit jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2018 mencapai 20 kasus perceraian.
[3] Medsos picu perceraian
Fakta yang tak kalah mengagetkan adalah media sosial alias medsos yang menjadi salah satu faktor penyebab perceraian di kalangan PNS. Ade Rinayanti menjelaskan, kasus perceraian di lingkungan PNS Kabupaten Sukabumi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Di antaranya pertengkaran yang berlangsung terus menerus, ketidakharmonisan dalam rumah tangga dan perselisihan akibat medsos. Wow!
“Namun dari semua kategori ini yang paling dominan adalah akibat perselisihan yang berkepanjangan,” lanut Ade.
Editor’s Picks:
- Mengintip rumah dan mobil mewah Desy Ratnasari di Sukabumi, berapa total hartanya?
- Infografis: Ngeri Gengs, ini jumlah duda dan janda baru di Kota Sukabumi 2018
- Infografis: Kasus cerai di Sukabumi 2017-2018 naik 35%
[4] PNS tak mudah bercerai
Secara teknis, kasus perceraian di kalangan PNS berbeda jika dibandingkan dengan kasus perceraian pada kalangan umum. Pasalnya, perceraian di kalangan PNS harus memenuhi syarat administratif dari lembaga dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Peraturan Perkawinan dan Izin Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Ade mengungkapkan sebagai contoh, untuk PNS guru harus memiliki surat izin dari Dinas Pendidikan agar bias bercerai. Sementara itu untuk kalangan Polri harus meminta surat izin dari Polda Jawa Barat. Untuk itulah, sebelum bercerai Pengadilan Agama Cibadak Kabupaten Sukabumis ecara prosedural memberikan waktu selama 6 bulan kepada PNS untuk mendapatkan izin dari atasannya.
“Surat izin dari atasan itu, akan dijadikan sebagai syarat administrasi bagi setiap PNS yang hendak bercerai itu,” papar Ade.
[5] Secara keseluruhan, kasus perceraian meningkat di tahun 2019
Perceraian secara normatif, kalau bias, harus dihindari. Itulah mengapa prosedur di pengadilan agama memberikan bimbingan dan konseling bagi pasutri yang mengajukan untuk bercerai. Mereka didorong untuk berubah pikiran agar keputusan bercerai tidak sampai terjadi. Namun demikian, faktanya jumlah kasus perceraian di Kabupaten Sukabumi justru meningkat di 2019.
Pengadilan Agama Cibadak mencatat dari periode Januari-Mei 2019 sedikitnya ada 795 kasus perceraian. Angka itu meningkat sekitar 20% dibandingkan tahun 2018 pada periode yang sama, yakni 710 kasus. “Rata-rata perceraian terjadi akibat perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus. Kemudian ada faktor ekonomi,” ungkap Ade Rinayanti.
Ade menambahkan, rata-rata yang melalukan cerai gugat dilakukan oleh pihak istri dengan usia kisaran 30-35 tahun.
[dari berbagai sumber]