By. GLyn
“Ally!”
Aku berbalik ke arah suara yang memanggilku sambil membetulkan tas gitar di bahuku.
“Ana? Ada apa?” Aku melihat Ana berlari ke arahku.
“Terjadi lagi!” ucapnya sambil terengah.
“Apanya yang terjadi lagi?” tanyaku.
“Pembunuhan!” jawab Ana sambil mencengkeram bahuku.
“Siapa yang terbunuh?” tanyaku.
Ana memandangku dengan mata terbelalak. “Yang terbunuh David! Salah satu coverboy sekolah kita! Dia terbunuh di dekat gudang sekolah!”
Aku pura-pura terkejut. Aku menyimpan gitarku di ruang kelas. Kebetulan hari ini aku ada les musik. Aku menatap Ana dengan lekat.
“Kenapa harus dia? Dia kan super cute!” kata Ana. “Kemarin Bertrand, Reynold, Dean. Dan sekarang David?”
Aku membelalakkan mataku, mengikuti ekspresi Ana.
“Mereka semua pria tampan, Ally! Kenapa pembunuh itu mengincar para pria tampan?” lanjutnya.
“Ah..Para pria playboy, tepatnya,” ujar Ana lagi sambil cemberut. Ana menarik lenganku dan menyeretku sambil berlari.
“Hei! Kau mau bawa aku kemana?!” sergahku.
“Ke TKP. Mumpung polisi belum mengambil jasadnya! Memangnya kau tak penasaran bagaimana kondisinya?” Aku terpaksa mengikutinya.
Ini adalah pembunuhan yang keempat. Ketiga korban sebelumnya ditemukan dengan leher terputus di tempat yang berbeda. Mereka adalah pria-pria tampan di sekolah kami. Tak ada yang menyangka mereka akan mati dengan cara yang tragis seperti itu. David, si korban keempat pun merupakan pria populer di sekolah. Semua pria yang dibunuh itu terkenal playboy. Banyak yang menyukai mereka, namun tak sedikit pula yang sangat membenci mereka.
editor’s picks:
CerpenSukabumi: I have selulit, so what?
Murid-murid terlihat berkerumun di dekat sebuah pohon besar yang di sekelilingnya dibatasi dengan police line kuning. Aku bisa melihat ada darah yang menyembur pada batang pohon itu. Para siswi yang sudah melihatnya pergi dengan wajah pucat. Dan ada pula yang terdiam terpaku ataupun muntah.
“Hei! Kita ke sana,” kata Ana menarikku hingga mendekati pohon itu.
Setelah kami bersusah payah mendekat. Arina, siswi yang merupakan pacar David tiba-tiba ambruk pingsan dan menindih tubuhku. Sontak saja aku shock dan terkejut. Para siswa membantuku untuk mengangkatnya dengan tandu, lalu mereka membawanya pergi.
Aku ingin melihat kondisi David. Aku menyelusup di antara murid yang berdesakan. Dan akhirnya aku berhasil! Ana berteriak di belakang memanggilku. Namun aku pura-pura tak mendengarnya. Aku mencoba mendengar percakapan para polisi yang tepat berada di depanku.
“Senjatanya sebuah kawat yang kelihatannya sengaja dibuat tipis sehingga menjadi tajam. Lehernya nyaris putus. Diduga korban tewas kemarin sore.”
“What? Leher David nyaris putus?” kataku dalam hati. Aku sedikit mundur secara tak sadar. Berjalan gontai.
“Sayang sekali ya…,” ujar polisi satunya.
Aku terus mundur perlahan lalu berbalik meninggalkan tempat itu.
“Iya, sayang… Sayang sekali… Lehernya nyaris putus. Mungkin lain kali, aku harus mengasah kawat itu hingga benar-benar tajam!” batin Ally sambil menyeringai.
-THE END-