*The previous chapter:#FixzySukabumi: Bajingan Bertato Ular (Chapter 28): Aliansi Grace, Donny dan Fujita
————————————————————————
Grace, wanita pembunuh bayaran paling ditakuti di New York mencari lelaki bertato ular yang telah membunuh adik dan ibunya. Dunia hitam New York dibuatnya kalang kabut, tak satu pun bajingan di kota berjuluk Big Apple itu lepas dari angkara murka bernama Grace.
————————————————————————
Grace keluar dari lift dan berjalan menuju kamar James. Otaknya terus berpikir tentang kenapa The Royal’s belum bermunculan saat James mendapatkan musibah seperti sekarang ini. Apakah mungkin anggota mereka yang melakukannya? Tapi Grace menepiskan itu, karena yang terjadi pada ayahnya ini terlalu berantakan untuk pekerjaan setara The Royal’s. Ia tiba di depan pintu ICU, ia menghela nafas pelan. Lalu tangannya meraih gagang pintu dan membukanya.
CKLEK!
Pintu dibuka perlahan, terlihat Jeffery sedang berbicara dengan kakeknya. Wajah mereka terlihat begitu serius.
“Ah! Itu dia Grace!” ucap Jeffery. Terdengar kelegaan dalam nada suaranya. Namun wajah Grace tidak menunjukkan ekspresi apapun. Ia hanya meminta Jeffery keluar dengan isyarat. Jeffery mengangguk pelan, ia melangkah keluar dengan ekspresi leganya.
“Cucuku tersayang…,” ucap pria tua bermantel yang dikenali Grace sebagai adik dari kakeknya, Herald.
“Benar-benar sebuah kejutan, Kakek Gerald. Apa yang membawa ‘orang sepertimu’ kemari?” Grace berkata datar. Salah seorang wanita yang datang bersama Gerald berkata kasar,
“Dasar tidak tahu sopan santun! Begitu cara orang tuamu mengajari cara menyapa orang yang lebih tua?” sergahnya sambil matanya melotot dan bibir mencibir.
“Deliah, Aku yakin kau tahu betul aku tidak suka basa-basi terutama dengan orang yang sudah menghina ayahku.” Ada nada kesal dalam suara Grace. Gerald menangkap akan ada masalah jika perdebatan itu terus berlanjut.
“Cucuku, aku memang salah. Maafkan aku. Aku datang kemari memang ingin menemui James, tapi aku tidak menyangka bahwa akan ada kejadian seperti ini.” Gerad melipatkan tangan kanannya di dada. “Aku benar-benar terkejut dan sedih. Aku harap James, Ayahmu, akan baik-baik saja.” Gerald mendekati sosok James yang masih terbaring tak sadarkan diri.
“Tenang kakek. Dia bukan tipe orang yang akan mati cepat. Dia tidak sebaik yang orang pikirkan,” jawab Grace sambil senyum jahil.
Gerald mengerutkan keningnya. “Tak sebaik yang orang pikirkan?” tanyanya bingung.
“Lupakan. By the way, aku tadi menerima kabar tentang hal yang mengejutkan.” Grace mulai memasang wajah serius. “Tapi aku rasa, kita harus mencari tempat lain. Aku tidak ingin istirahat Dad terganggu.” Gerald mengangguk.
“Meisile, Adele, Deliah. Kalian sebaiknya tunggu di sini, jaga James. Jangan sampai ada penyusup yang masuk,” ucap Gerald pada ketiga wanita bermantel tebal yang ikut bersamanya. Gerald dan Grace pergi keluar ruangan. Grace mencari keberadaan Kevin dan Alice, namun mereka tidak terlihat.
“Apa ada sesuatu? Aku yakin ada masalah yang membuat mereka beranjak dari tempat mereka tadi,” ucap Grace dalam hati.
“Apa ada sesuatu yang kau pikirkan?” tanya Gerald. Grace terhenyak.
“Ah, tidak. Aku hanya sedikit khawatir akan terjadi sesuatu di Rumah Sakit ini,” ucap Grace seraya menyentuh pipinya yang berdenyut lagi.
“Kakek rasa itu terlalu berlebihan. Kau tahu? Ini adalah tempat orang sakit berkumpul, kenapa kau berpikir akan terjadi sesuatu di sini?” Gerald menepuk pundak Grace lembut.
“Hanya feeling saja, Kek,” kata Grace mengajak Gerald ke kafetaria yang berada di lantai satu. Mereka memilih untuk duduk di dekat jendela lebar yang mengarah ke arah parkiran.
“Jadi, kabar apa yang kau dapatkan. Dan apa ada hubungannya denganku? Atau ada hubungannya dengan The Royal’s?” tanya Gerald.
“Persiapkan dirimu, Kek, aku rasa, mungkin kau akan mendapatkan serangan jantung jika mendengar kabar ini.” Mata Grace menatap Gerald tajam.
***
“Al, sebenarnya siapa yang kau lihat?” tanya Kevin.
“Aku melihat seorang penjahat,” jawab Alice singkat.
“Ya! Bicara yang jelas!” bentak Kevin.
“Apa kau tidak lihat pria berambut klimis itu?” Alice menunjuk ke arah orang yang dia maksud. Kevin menatap pria itu dengan saksama.
“Bukannya dia Sergio, dari kartel Bonnas?” Kevin menghentikan langkahnya. Alice terus berjalan tanpa mempedulikan Kevin yang sedang berpikir.
“Hey! Al! Apa sebaiknya kita beritahu Grace tentang hal ini?” Pertanyaan Kevin membuat Alice berhenti. Ia menatap Kevin seraya membuat wajah kesal.
“Kenapa kau tidak melakukannya dari tadi? Kirim dia pesan! Aku akan terus mengikuti bajingan itu. Kau bisa melihat aku di pelacak yang ada di As kan? Aku pergi dulu!” Alice berlari mengejar Sergio, tangan kanan dari Don Carlos dari kartel Bonnas.
“Haish! Dasar!” Kevin meraih ponselnya dan mengetikan pesan pada Grace, pesan terkirim, namun tiba-tiba…
DUAAARRR!!!
Terdengar ledakan keras. Gedung itu bergetar, Kevin merasa kupingnya berdenging, kepalanya sakit dan matanya tidak bisa melihat dengan jelas. Ledakan itu terjadi tepat di belakangnya. Hal pertama yang ada di dalam pikiran Kevin, bukanlah para pasien rumah sakit itu. Melainkan Grace dan James yang berada dalam ruang ICU. Orang-orang berhamburan, mereka berteriak dan berlarian dengan panik. Sirine tanda bahaya mengaung, seluruh pasien, dan pengunjung dievakuasi, para dokter dan perawat berusaha membantu dengan cepat. Terjadi kekacauan di dalam rumah sakit itu.
Tubuh Kevin tergeletak. Ia tidak dapat menggerakkan tubuhnya, terlalu sakit. Dan perlahan, kesadarannya hilang.
to the next part.