Pada 2012, sekira 10% kasus kematian disebabkan oleh polusi udara.
Soal kiamat sudah pasti terjadi, yakinlah! Apa buktinya? Tak perlu seorang profesor untuk menjawabnya. Lihat sekitar kalian, di Sukabumi yang sama-sama kita cintai, betapa kerusakan lingkungan terlihat jelas di mana-mana.
For your information (FYI) Gaess, dunia kita ini setidaknya menghadapi 5 masalah lingkungan tebesar yang pemecahannya amat sulit. Tanpa langkah penyelamatan global, tanpa kesadaran bersama manusia sejagat ini, biosfer terancam musnah. Dan itu berarti kiamat bagi umat manusia. Bukan menakut-nakuti, tapi faktanya memang demikian.
Berikut lima masalah lingkungan terbesar abad ini yang kamu mesti camkan, Gaess!!
BACA JUGA: Wanita Sukabumi berani memukau saat Lebaran dengan 5 model rambut pendek sebahu ini
1. Polusi udara
Emisi CO2 secara sporadis terus membebani lingkungan hidup. Setelah revolusi industri sejak abad 18an, aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil jadi penyumbang terbesar pencemaran udara.
Badan PBB yang mengurusi kesehatan, WHO melaporkan sekitar 10 persen kasus kematian pada 2012, adalah akibat dampak penyakit yang dipicu polusi udara. Dari mulai asma, ISPA, paru-paru, sampai jantung koroner adalah penyakit-penyakit yang dipicu oleh polusi udara.
Well, bagaimana dengan polusi udara di Sukabumi, Gaess? Jangan ditanya di Sukabumi banyak terdapat industri berskala besar. Jelas sekali pencemaran udara terasa di mana-mana.
2. Pembabatan hutan
Pembalakan liar dan pembabatan hutan tropis secara umum di dunia, kini terjadi dengan laju menakutkan. Setiap tahun rata-rata 7,3 juta hektar hutan dibabat. Pembabatan hutan dilakukan demi pemukiman manusia, untuk lahan perkebunan besar, dan tanah pengangonan serta pertanian monokultur lainnya.
Fungsi hutan sebagai paru-paru hijau dan penyimpan CO2 turun drastis dan dampaknya amat luas. Pemanasan global alias global warming adalah yang paling terasa. Keadaan hutan yang tidak seimbang adalah penyebab global warming.
Kalian harus tahu bahwa daun di pepohonan bisa menetralisir karbondioksida (CO2). Itulah mengapa hutan disebut paru-paru dunia. Jadi, seandainya hutan masih terjaga, global warming tidak akan terjadi.
BACA JUGA: Hanya 1% air di bumi bisa dikonsumsi, gen Y Sukabumi mesti aware 5 fakta ini
3. Pemusnahan biodiversitas
Atas nama pembangunan, atas nama memenuhi kebutuhan hidup, manusia menjarah alam secara sporadis. Musnahnya biodiversitas adalah dampak dari pembabatan hutan dan perebutan habitat. Penyebab lainnya adalah praktik perburuan hewan untuk perdagangan daging maupun bagian tubuh lain (seperti gading gajah).
Saking parahnya praktik pemusnahan biodiversitas, sebuah laporan yang dirilis dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences, menyebutnya dengan kiamat biologis di Bumi. Menurut mereka kiamat biologis sudah terjadi sedikitnya enam kali dalam 500 juta tahun terakhir ini.
Kiamat ini, didefinisikan dengan pemmusnahan massal flora dan fauna hingga 75 persen dari yang sebelumnya eksis. Musnahnya ribuan spesies baik yang langka maupun yang banyak populasinya dalam beberapa dekade terakhir, menjadi indikator bahwa “pemusnahan massal” yang keenam sedang berjalan. Kerusakannya jauh lebih hebat daripada yang diperkirakan. Waduh!!!
4. Erosi tanah subur
Praktik monokultur, pembabatan hutan, pembetonan lahan dan perubahan tata guna lahan adalah pemicu erosi tanah subur. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan setiap tahunnya sekira 12 juta hektar lahan pertanian terdegradasi jadi gurun akibat erosi. PBB sejak lama menyerukan metode pertanian berkelanjutan untuk mengerem laju erosi.
Selain erosi tanah subur, dampak negatif lain dari pertanian monokultur antara lain:
[a] menurunkan produktivitas tanah karena tidak ada waktu bagi tanah mengembalikan tingkat kesuburannya sehingga tanah menjadi tidak lagi subur;
[b] pemakaian pupuk kimia dalam rangka mengembalikan nutrisi di tanah dan memenuhi kebutuhan tanaman akan mengakibatkan penumpukan sisa-sisa pupuk kimia di tanah sehingga dapat menyebabkan kadar keasaman tanah meningkat, sehingga malah akan semakin merusak kondisi tanah;
[c] datangnya hama tanaman dalam jumlah besar karena ketersediaan makanan bagi hama dalam jumlah besar;
[d] munculnya polusi akibat dari usaha pembasmian hama yang datang bersama dalam jumlah besar;
[e] penumpukan hasil produksi pertanian monokultur sehingga berimbas pada menurunnya harga komoditas tersebut.
BACA JUGA: Bayu Risnandar: Ini 5 alasan Kadis Pariwisata Kabupaten Sukabumi layak diganti
5. Tekanan ledakan populasi
Ini yang tak kalah mengkhawatirkan juga, Gaess. FYI, populasi manusia sampai saat ini terus tumbuh dengan cepat. Hanya dalam waktu satu abad saja, jumlah populasi meningkat dari 1,6 milyar di awal abad 20 menjadi 7,5 milyar orang saat ini. Wow!!!
Tekanan populasi jadi potensi konflik perebutan lahan dan sumber daya alam terpenting, misalnya air. PBB memprediksi, jika pertumbuhan penduduk tidak direm, maka pada tahun 2050 pupulasi penduduk Bumi bisa mencapai 10 milyar orang.
Ingat Gaess, penduduk Indonesia saat ini berjumlah 262.787.403 jiwa, terbanyak ke-4 di dunia. Dan penduduk Kabupaten Sukabumi berjumlah 2.434.221 jiwa plus jumlah penduduk Kota Sukabumi 318.117 jiwa (data tahun 2015).
Terasa padat, Gaess? Silakan saja rasakan dalam aktivitas sehari-hari kalian! (dari berbagai sumber)