Dulu dari ujung Palabuhanratu hingga Bandung.
Jampang yang kita kenal sekarang, mungkin hanya Kecamatan Jampang Tengah dan Kulon ya Gaess. Padahal dulu, Jampang itu luas lho, hingga meliputi wilayah selatan Jawa Barat mulai dari Palabuhanratu hingga selatan Bandung.
Dalam peta-peta VOC, wilayah selatan tersebut disebut sebagai Djampan, mungkin karena orang Belanda melafalkan huruf ‘n’ dibelakang sebagai ‘ng’.
Berikut lima fakta menariknya gaess:
1. Toponimi Jampang
Ada yang berpendapat bahwa nama Jampang berasal dari bahasa Makassar yaitu Ri Jampangi yang artinya ditinggalkan oleh pemimpinnya. Konon kisah ini terjadi saat Syekh Yusuf Al Makasari berjuang di wilayah Jampang dan kemudian ditangkap Belanda.
Namun, asumsi itu kurang kuat karena nama Jampang sudah ada jauh sebelum sebelum peristiwa itu terjadi. Ada juga yang berpendapat nama Jampang berasal dari rumput jampang atau sering disebut di daerah lain sebagai rumput belulang. Dimana pada zaman dahulu Jampang memang dikenal karena hamparan rumput luas dan hutan belantara alang-alang. Orang Belanda sering membandingkannya dengan dataran rumput di Campo atau llano, Brasil.
Tanaman gulma ini bernama latin eleusine indica (L.) Gaertn, dan sangat disukai binatang ternak seperti kambing. Rumput ini tumbuh di tempat lembab seperti di bawah pepohonan rindang dan tempat-tempat yang mengandung air seperti selokan, tepi sungai, air terjun, dan lainnya.
Uniknya, rumput ini mempunyai banyak khasiat seperti mengobati panu, mengatasi menstruasi, memperkuat tulang dan kerangka, mengobati ginjal, menurunkan kolesterol, hingga meredakan epilepsi.
BACA JUGA:
Gaess, ini 5 cerita tentang teluh Jampang Sukabumi dan cap seram dunia hitam
5 alasan munculnya tuntutan Jampang mekar dari Kabupaten Sukabumi
Ini sambal orang Sunda, nomor 5 khas Jampang Sukabumi Gaess
2. Legenda rumput jampang
Dalam kisah rakyat yang dicatat dalam Maleise Verhalen tahun 1939, konon rumput ini dijatuhkan burung-burung yang memberi hukuman kepada masyarakat yang mengusir seorang nenek miskin.
Alkisah, di antara Sukabumi dan Pelabuhanratu sekarang, dahulu terdapat sebuah desa besar dan makmur. Kebunnya luas, humanya banyak, namun warganya pelit berbagi kepada orang miskin. Kemudian pada suatu waktu, diadakanlah selametan atas panen besar yang sudah dicapai, penduduknya ramai mempersiapkan pemotongan sapi, ayam, dan lainnya.
Sementara itu, ada juga yang mengambil kayu dari hutan untuk keperluan memasak. Tiba-tiba muncul seorang nenek miskin dengan busana compang camping, ia mendatangi semua penduduk desa untuk meminta makanan.
Namun, tak seoragpun penduduk memberinya sedekah, malah sang nenek diusir agar segera pergi mencari makanan di hutan. Sang nenek kemudian berkata “Aku datang untuk menguji hati orang-orang, sekarang aku sudah tahu bahwa penduduk desa ini sangat kikir dan tak mau memberi, oleh karena itu kalian akan mendapat hukuman!”.
Si nenek kemudian terbang keatas dan menghilang, penduduk desa menjadi takut karena mereka menyangka nenek itu bukan manusia tetapi seorang Dewa, semua akhirnya diam dan merasa bersalah. Tidak lama kemudian muncullah burung-burung dalam jumlah yang banyak sehingga menutupi cahaya matahari. Burung-burung tersebut menjatuhkan semacam rumput disawah dan ditegalan sehingga semua tanah tertutup.
Tanaman yang ada di kebun-kebun orang desa seperti padi, kacang dan lainnya mati semua. Beberapa orang mencoba membuang rumput-rumput tersebut namun tidak berhasil, karena hasil taninya gagal akibat rumput, akhirnya desa tersebut menjadi miskin. Semenjak itu rumput terus menyebar dan masyarakat menyebutnya Jampang Udara.
3. Dulunya adalah dasar lautan yang terangkat
Wilayah jampang diperkirakan dulunya adalah wilayah laut yang terangkat menjadi daratan, kala masa Pliosen antara 5–1,8 juta tahun lalu. Kawasan Jampang Kulon berada di bawah permukaan laut dan binatang koral tumbuh subur dengan berbagai binatang laut lainnya. Laut selatan sampai saat ini merupakan habitat hiu tropis yang kaya dan merupakan jalur migrasi berbagai jenis paus.
Bahkan, di Kecamatan Surade ditemukan tulang belakang ikan paus (vertebrae) berumur 15 juta tahun (masa Miosen), di dalam sebuah batu gamping. Selain itu seorang peneliti bernama Oka Sumarlin mendapatkan fosil gigi hiu di Desa Cikarang. Fosil gigi ini ini ukurannya cukup besar, tinggi 9,5 cm, belum termasuk akar giginya yang patah dengan lebar bagian atas 7,5 cm. Melihat ukuran giginya, sangat mungkin hiu ini sangat besar.
Jika mengamati bentuk fosil gigi ikan yang berbentuk segitiga, fosil gigi hiu di Jampang Kulon sejenis dengan gigi hiu putih besar (carcharodon carcharias) saat ini. Hanya saja, ukurannya berbeda. Fosil gigi itu ukurannya mencapai 4-5 kali lipat lebih besar ukuran gigi hiu putih besar saat ini.
Selain itu, masyarakat setempat juga pernah dihebohkan dengan penemuan fosil-fosil kerang berukuran besar. Kemudian sejenis moluska laut purba yang dikenal sebagai melongena gigas yang memiliki panjang cangkang bisa lebih dari 25 cm.
Penemuan-penemuan inilah yang memperkuat asumsi bahwa daratan Jampang dulunya merupakan dasar lautan yang terangkat ke permukaan.
BACA JUGA:
Si Jampang urang Sukabumi bukan orang Betawi, ini 5 faktanya
Gen Y Sukabumi, ini 5 info kyai pejuang asal Jampang Prawatasari
Dulu menakutkan kini jadi label kaos gaul, 5 fakta teluh Jampang Sukabumi
4. Jampang dalam catatan kuno
Konon pula, pada zaman dahulu ada mandala (kerajaan otonom sebagai bagian dari kerajaan besar) yaitu Jampang Manggung, namun kerajaan Jampang Manggung ini masih simpang siur, satu catatan menyebutkan bahwa kerajaan jampang manggung adalah kerajaan tua yang seusia Kerajaan Salakanagara dan Tanjung Kidul.
Sedikit berbeda dalam versi sejarah Cianjur, adanya prasasti tapak kaki di Gunung Manangel Cianjur dijelaskan sebagai tapak kaki Resi Pananggel alias Pangeran Laganastasoma. Ia adalah salah seorang keturunan raja-raja Jampang Manggung.
Kerajaan Jampang Manggung didirikan Prabu Kujang Pilawa pada 330 saka (sekitar tahun 406-407 M) atau masa Raja Tarumanegara. Bahkan ada keterangan menyebut bahwa kerajaan tersebut masih ada saat Jayasasana membuka wilayah Cianjur pada abad ke 17.
Satu catatan lagi menyebut, Batara Guru di Jampang yatu Hyang Bunisora atau Prabu Kuda Lelean, adik dari Maharaja Linggabuana yang gugur di Palagan Bubat pada 1357.
Entah mana yang benar, namun dari berbagai catatan tersebut bisa diketahui bahwa wilayah Jampang sejak dulu memang sudah ada, bahkan dalam peta-peta awal VOC tentang wilayah Sukabumi, wilayah Jampang masih membentang dari mulai Palabuhanratu sampai selatan Bandung.
Adanya wilayah Jampang yang menjadi entitas sendiri ini sudah diakui sejak masa Mataram, karena sudah ada kepalanya yang disebut umbul (kepala wilayah). Sesudah perjanjian penyerahan wilayah Priangan dan basisir kidul ke VOC tahun 1677, para umbul termasuk dari Jampang dipanggil ke Batavia dan diberikan penjelasan tentang kekuasaan VOC berdasarkan perjanjian tersebut, bahkan dalam Plakatboek disebutkan bahwa kepala Jampang diberi pangkat Kapiten.
5. Wilayah administratif Jampang terus menciut
Wilayah Jampang yang awalnya membentang dari Palabuhanratu hingga selatan Bandung kemudian berangsur menciut. Awalnya dimulai dari penyerahan wilayah Palabuhanratu dan Jampang pada masa Bupati Cianjur Wiratanudatar III yang konon sebagai hadiah atas panen kopi yang banyak, namun disisi lain sebenarnya VOC melakukan itu untuk meredam pemberontakan melalui sang bupati.
Jabatan Umbul Jampang kemudian dihapuskan dan dibentuk distrik yang berada langsung di bawah kekuasaan Cianjur. Ironisnya, sang Bupati juga terbunuh oleh orang Jampang (Cikembar, yang saat itu masuk wilayah Jampang) dalam tragedi Apun Geuncay. Baca kisahnya Apun Gencay, widadari ti Cikembar Sukabumi pemicu tewasnya Bupati Cianjur.
Sedangkan di wilayah timur, secara administratif Jampang sudah mulai hilang dengan adanya distrik-distrik baru seperti Batulajang, Sukapura, Imbanagara, dan Kawassen. Sementara wilayah tengah dan barat masih menyisakan wilayah administratif Jampang Wetan, Jampang Tengah, dan Jampang Kulon, meskipun sudah tereduksi oleh Pelabuhanratu yang menjadi distrik tersendiri bernama Palabuan dengan batas di utara, Tenjojaya Cibadak.
Pada Penghujung abad 19, wilayah Jampang Wetan kemudian lebur menjadi kecamatan lain yang terpecah seperti Pagelaran, Sukanegara, Agrabinta, sedangkan wilayah Jampang Tengah, dan Jampang Kulon menciut dari luasan distrik (kawedanaan) berubah menjadi setingkat kecamatan (onder distrik).
Saat ini masyarakat selatan masih mengidentifikasikan diri dengan menyebut urang Jampang, meskipun secara adinistratif wilayahnya sudah berubah. Sebagian bahkan mulai mengangkat isu pemekaran Sukabumi Selatan dan Cianjur Kidul untuk mempercepat laju pebangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Uing bangga jadi urg JPK✋ (pormas sunda ngumbara BANGKA)
sok atuh berbagi cerita, kang